Konten dari Pengguna

UMKM vs Produk Asing : Siapa yang Bertahan di Era Belanja Digital?

Allya Khairunnisa
Mahasiswi PKN STAN D4 Manajemen Keuangan Negara
26 Juli 2025 11:06 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
UMKM vs Produk Asing : Siapa yang Bertahan di Era Belanja Digital?
Bagaimana e-commerce lintas batas mengancam UMKM Indonesia? Opini ini mengupas tantangan regulasi, strategi UMKM, dan peran kita sebagai konsumen.
Allya Khairunnisa
Tulisan dari Allya Khairunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Data Bank Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Data Bank Indonesia

Menelisik Dampak E-Commerce Global terhadap UMKM dan Tanggung Jawab Kita sebagai Konsumen

ADVERTISEMENT
Di era digital yang serbacepat ini, beranda ponsel kita telah berubah menjadi etalase raksasa dunia. Dengan satu sentuhan jari, produk dari belahan bumi mana pun bisa tiba di depan pintu. Fenomena e-commerce lintas batas seperti yang dibawa oleh raksasa seperti Temu, Shein, atau fitur belanja di platform media sosial seperti TikTok Shop memang menawarkan kemudahan dan harga miring yang menggiurkan. Namun, di balik gemerlap diskon dan pilihan tak terbatas, tersembunyi sebuah pertanyaan krusial, “Apakah kemudahan ini perlahan menggerogoti denyut nadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kita, atau justru membuka peluang yang belum terjamah?” tanpa langkah adaptasi yang cepat dan intervensi kebijakan yang cerdas, gelombang e-commerce lintas batas ini akan menjadi bumerang bagi tulang punggung perekonomian kita, para UMKM.
ADVERTISEMENT
Godaan Harga Murah dan Ancaman Nyata UMKM
Siapa yang tidak tergoda oleh harga murah? Bayangkan, sebuah fashion item atau aksesori rumah tangga yang di toko lokal berbanderol seratus ribu rupiah, tiba-tiba bisa didapat separuh harga dari aplikasi global. Ini bukan sihir, melainkan hasil dari skala produksi masif di negara-negara produsen, biaya tenaga kerja yang jauh lebih rendah, efisiensi logistik langsung dari pabrik, dan tak jarang, dugaan praktik dumping atau subsidi pemerintah asing yang lolos dari pantauan kita.
Bagi UMKM kita, ini adalah pertarungan yang tidak seimbang. Mereka berjibaku dengan biaya produksi yang lebih tinggi, modal terbatas, dan tantangan rantai pasok yang kompleks. Ketika konsumen berbondong-bondong beralih ke produk impor yang murah, omset UMKM kita terancam. Bayangkan para pengrajin batik yang susah payah mempertahankan tradisi, harus bersaing dengan kemeja motif batik cetak murah dari luar negeri. Atau pengusaha makanan olahan lokal yang mengandalkan bahan baku segar, tersaingi oleh camilan impor dengan harga "banting". Menurut survei Data Indeks BRI, indeks bisnis UMK turun 0,5 poin dari 102,6 menjadi 102,1 artinya ekspansi bisnis UMKM pada kuartal IV melambat dibandingkan dengan kuartal III. Salah satu penyebab penurunan ini adalah persaingan yang semakin ketat pada sektor perdagangan (dengan peritel modern dan online), transportasi online serta serbuan produk impor yang banyak dijual secara online.
Sumber : BRI Research Institute, Indeks Bisnis UMKM Q4-2024 dan Ekspetasi Q1-2025
Peran Pemerintah : Antara Regulasi yang Ketinggalan dan Harapan Perlindungan
ADVERTISEMENT
Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, memang telah berupaya merespons. Kita ingat bagaimana beberapa revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2023, berusaha membatasi impor barang jadi melalui e-commerce dan menekankan standar SNI. Namun, sejujurnya, implementasi dan penegakan di lapangan masih jauh dari sempurna. Celah regulasi, kurangnya pengawasan di pelabuhan dan bandara, ditambah kecepatan inovasi para raksasa digital asing, membuat pemerintah kita seringkali kedodoran.
Pertanyaan mendasarnya adalah sampai sejauh mana regulasi mampu menyeimbangkan perlindungan UMKM tanpa mencekik inovasi, membatasi pilihan konsumen, atau bahkan menghambat investasi di sektor digital? Pembatasan yang terlalu ketat bisa memicu tumbuhnya pasar gelap atau mengalihkan transaksi ke jalur ilegal. Sebaliknya, kelonggaran yang berlebihan justru akan membanjiri pasar domestik dan mematikan UMKM. Kita butuh kerangka regulasi yang lebih dinamis dan adaptif, melibatkan kolaborasi kuat antar kementerian (Kemendag, Kemenkeu, Bea Cukai, Kemenkominfo) dan yang paling penting, mampu memanfaatkan teknologi big data dan kecerdasan buatan untuk memantau aliran barang dan nilai transaksi secara akurat. Penerapan pajak yang adil bagi transaksi cross-border (misalnya, Pajak Pertambahan Nilai yang lebih jelas pada barang impor e-commerce, sebagaimana dibahas oleh Ditjen Pajak pada 2024, dalam sejumlah seminar) juga harus menjadi prioritas, agar ada level playing field yang setara dengan produk lokal.
ADVERTISEMENT
Transformasi UMKM : Kualitas, Cerita, dan Inovasi adalah Kunci
Menyerah bukan pilihan. UMKM kita harus berani berinvestasi pada kualitas, branding yang kuat, dan inovasi produk yang tidak bisa ditiru oleh pabrik massal di luar negeri. Konsumen kini semakin cerdas. Mereka tidak hanya mencari harga murah; mereka mencari nilai, keaslian, cerita di balik produk, keberlanjutan, dan bahkan sentuhan personal.
Pemerintah dan berbagai lembaga pendukung UMKM (seperti LPDB-KUMKM atau program dari Kementerian Koperasi dan UKM) perlu memperkuat program-program strategis seperti:
ADVERTISEMENT
Edukasi Konsumen: Menggugah Rasa Cinta Produk Negeri
Pada akhirnya, perubahan besar juga harus datang dari kita, para konsumen. Edukasi untuk lebih mencintai dan memprioritaskan produk dalam negeri sangat penting. Tapi, ini bukan sekadar ajakan hampa; ini harus didukung oleh kualitas dan nilai yang bisa dibanggakan oleh UMKM.
Kampanye "Bangga Buatan Indonesia" (sebagaimana digaungkan oleh Kemenparekraf atau Kementerian Perindustrian) perlu lebih substansif. Kampanye ini harus menyoroti kualitas produk, dampak positifnya terhadap penciptaan lapangan kerja lokal, serta kontribusi UMKM terhadap perekonomian dan bahkan pelestarian budaya kita. Ketika kita memahami bahwa setiap pembelian produk UMKM lokal berarti mendukung tetangga kita, melestarikan warisan bangsa, dan memutar roda ekonomi di lingkungan sekitar, maka preferensi kita akan mulai bergeser. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kemandirian ekonomi kita.
ADVERTISEMENT
Sebuah Pertarungan yang Harus Kita Menangkan
Fenomena e-commerce lintas batas adalah realitas yang tak terhindarkan dalam pusaran globalisasi. Bagi Indonesia, ini bukan hanya tentang tren belanja, tetapi sebuah ujian bagi ketahanan UMKM sebagai pilar utama ekonomi. Tanpa regulasi pemerintah yang tegas namun adaptif, peningkatan daya saing UMKM yang terstruktur, dan edukasi konsumen yang masif, "beranda digital" kita akan terus dibanjiri produk asing, mengikis potensi pertumbuhan ekonomi lokal.
Sudah saatnya kita melihat e-commerce lintas batas bukan hanya sebagai portal belanja, tetapi sebagai kancah pertarungan ekonomi yang menuntut kesiapan strategis dari setiap lini: pemerintah, pelaku usaha, dan yang terpenting, kita sebagai konsumen. Masa depan ekonomi digital Indonesia ditentukan oleh kemampuan kita menyeimbangkan keterbukaan dengan perlindungan, dan kompetisi dengan kedaulatan. Mari berbelanja dengan kesadaran, memilih produk yang tidak hanya murah, tetapi juga bermakna bagi masa depan bangsa.
ADVERTISEMENT