Mahar yang Baik Menurut Ketentuan Islam

Alya Imaniyah
Student in the Department of Islamic Communication and Broadcasting at Syarif Hidayatullah University, Jakarta
Konten dari Pengguna
27 Desember 2022 14:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alya Imaniyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : https://pixabay.com/id/photos/pengantin-perempuan-pasangan-1837148/
zoom-in-whitePerbesar
sumber : https://pixabay.com/id/photos/pengantin-perempuan-pasangan-1837148/
ADVERTISEMENT
Pernikahan bukanlah hal yang asing lagi bagi kita, bahkan sekarang banyak sekali orang yang melaksanakan pernikahan, baik yang muda maupun yang sudah lanjut usia. Sebelum sah nya ikatan perkawinan, ada mahar yang harus diberikan calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita. Bisa juga mahar diberikan dan diucapkan pada saat dilangsungkannya ijab kabul antara mempelai pria dengan wali nikah calon mempelai wanita.
ADVERTISEMENT
Menurut Departemen Agama R.I (2001:1) mahar adalah salah satu kewajiban. Sedangkan, menurut kompilasi Hukum Islam, mahar didefinisikan sebagai pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita, baik bentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Mahar bukan harga, bayaran atau pengganti nilai tukar bagi wanita yang akan dinikahi. Mahar merupakan bagian dari wujud keseriusan pria terhadap calon istri yang akan dinikahi. Mahar juga berfungsi sebagai tanda ketulusan niat dari calon suami untuk membina kehidupan rumah tangga bersama calon istrinya yang ditujukan pada awal pernikahannya dengan suka rela memberikan sebagian dari hartanya kepada calon istrinya (Departemen Agama RI, 1993).
Menurut Dedi Rohayana (2008: 35), dalam pelaksanaan perkawinan Islam mahar merupakan prioritas utama sekalipun mahar tidak termasuk dalam kategori rukun nikah. Maskawin disebut juga dengan mahar, sadag, nihlah dan faridah. Menurut istilah syarak maskawin artinya suatu yang diberikan oleh laki-laki kepada istrinya sebagai tukaran atau jaminan bagi suatu apa yang diterima darinya.
ADVERTISEMENT
Banyak macam mahar yang diinginkan pihak wanita, dan tidak menutup kemungkinan mahar yang diinginkan memiliki makna tertentu. Dari jumlah uang yang mungkin membentuk angka dan tanggal khusus, atau memiliki kenangan tersendiri. Begitu beragam mahar yang diminta oleh pihak perempuan dan diberikan oleh laki-laki.
Dapat kita saksikan fenomena saat ini, banyak wanita yang menginginkan mahar besar sebagai syarat untuk menikahinya. Mahar ini dianggap sebagai pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kedua orang tua wanita sampai dia selesai menempuh pendidikan. Banyak laki-laki yang menyanggupi mahar yang diberikan oleh wanita sebagai bukti cinta dan keseriusannya, tapi tak jarang juga laki-laki yang merasa diberatkan dengan permintaan mahar yang besar karena merasa belum sanggup untuk memenuhi mahar yang diminta.
ADVERTISEMENT
Belum lama ini, kita dapat melihat berita yang tersebar luas di media sosial mengenai wanita yang meminta mahar berupa sertifikat rumah sebagai bukti ketulusan pria kepada wanita. Mahar yang memberatkan pihak laki-laki langsung menyebabkan pernikahan sepasang sejoli tersebut batal. Padahal, menurut saya mahar tidak hanya dilihat dari nominal. Mahar adalah keikhlasan calon suami dalam hal materi kepada calon istri. Termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum wanita dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar kawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak, dengan penuh kerelaan hati oleh calon suami kepada calon istrinya sebagai tulang punggung keluarga dan rasa tanggung jawab sebagai seorang suami (Kaharuddin, 2015: 205).
ADVERTISEMENT
Pada kenyataannya, banyak juga generasi sekarang yang memberikan mahar pernikahan di luar kebiasaan masyarakat pada umumnya. Mahar yang diberikan bukan seperangkat alat salat, cincin, barang atau sejenisnya yang bersifat materi, akan tetapi mahar yang diberikan pada akad pernikahan adalah berupa hafalan Al-Qur'an, yang dibacakan mempelai pria di majelis akad pernikahan. Sebagian masyarakat ada yang sangat menginginkan mahar pernikahan berupa hafalan Al-Qur’an, dengan alasan mahar hafalan Al-Qur’an dianggap lebih utama (afdal) dibandingkan dengan mahar lainnya (Jusmaindah, 2019).
Secara transaksi, jenis dan besaran mahar adalah kesepakatan atau hasil negosiasi kedua belah pihak, calon suami dan calon istri, bahkan keluarga besar. Akan tetapi, hak mutlak ada terdapat di calon istri. Dalam konteks ini, jenis dan besaran tidak dapat dipisahkan dari tingkat kemampuan ekonomi laki-laki (Al-‘Ati, 1977: 53). Dalam konteks sosiologi mahar berkaitan dengan harga diri dan status sosial seseorang bila maharnya barang mewah, maka status ekonomi dan persentase seseorang akan lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya di dalam Islam tidak ada batasan tertentu dalam menentukan mahar. Mahar juga tidak harus selalu berwujud materi duniawi seperti yang umum digunakan seperti seperangkat alat salat, mobil, emas, hingga rumah. Bahkan mahar yang bersifat akhirat seperti memerdekakan budak, memberikan hafalan Al-Qur’an, atau hal-hal lain yang bermanfaat juga bisa dijadikan mahar.
Mahar yang paling baik juga merupakan mahar yang berguna dan bernilai bagi mempelai wanita karena nantinya mahar tersebut akan digunakan oleh pihak istri jika berwujud benda fisik. Atau jika berupa jasa juga yang bermanfaat bagi pihak istri seperti memberikan jasa mengajarkan Al-Qur’an dan lain sebagainya. Jadi, walaupun jenis mahar ini bebas, pihak pria juga harus memikirkan mahar terbaik yang bisa dipersembahkan kepada istrinya nanti.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam sendiri, mahar paling baik adalah mahar yang tidak memberatkan calon mempelai pria. Oleh karena itu jika mempelai pria memberikan mahar dengan nominal yang cukup besar, maka sah saja selama hal tersebut tidak memberatkannya. Begitu pula jika mahar yang diajukan berupa jasa maupun hal-hal yang bersifat akhirat. Selama pihak wanita dan pria telah berdiskusi dan menyetujuinya, maka mahar tersebut akan diterima sebagai tanda bukti pernikahan.
Menurut Kholid (2016: 3) walaupun mahar itu wajib, namun dalam penentuannya tetaplah harus mempertimbangkan asas kesederhanaan dan kemudahan. Maksudnya, bentuk dan harga tidak boleh memberatkan calon suami dan tidak pula mengesankan apa adanya.
Mahar disyariatkan Allah untuk mengangkat derajat wanita dan memberikannya penjelasan bahwa akad pernikahan ini mempunyai kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu, Allah mewajibkan kepada laki-laki bukan kepada perempuan, karena ia lebih mampu berusaha. Istri pada umumnya dinafkahi dalam mempersiapkan dirinya dan segala perlengkapan yang tidak dibantu ayah dan kerabat saudaranya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, merupakan suatu yang relevan jika suami dibebani mahar untuk diberikan kepada sang istri karena manfaatnya kembali kepada suaminya juga (Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2011: 177). Adanya kebiasaan yang berlaku di sebagian masyarakat, bahwa calon suami pada saat tunangan telah memberikan sejumlah pemberian, demikian itu semata-mata menjadi kebiasaan yang dianggap baik sebagai tanda cinta calon suami kepada calon istrinya.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa mahar yang baik menurut ketentuan Islam itu adalah mahar yang tidak memberatkan calon mempelai pria dan dan tidak pula mengesankan apa adanya. Tapi, selama pihak wanita dan pria telah berdiskusi dan menyetujuinya, maka mahar apapun yang telah disepakati akan diterima sebagai tanda bukti pernikahan.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2011. Fikih Munakahah
Dedi Rohayana, Ade, 2008. Ilmu Qawa'id Fiqhiyyah Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, cet. Ke-1.
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Di Indonesia (Jakarta: Penerbit Anda Utama, 1993).
Direktori Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama R.I. 2001. Kompilasi Hukum Di Indonesia. Jakarta.
Mahar Pernikahan yang Baik Menurut Islam https://www.plaminan.com/blog/mahar-pernikahan-yang-baik-menurut-islam/
Jusmaindah. 2019. “Empat Pemuda Ini Menikah Dengan Mahar Hafalan Ayat AlQur’an.” https://makassar.terkini.id/4-pemuda-nikah-mahar-hafalanayat-al-quran/.
Kaharuddin. 2015. Nilai-nilai Filosofi Perkawinan. Jakarta: Mitra Wacana Media. Khitbah Nikah Dan Talak.Jakarta: Amzah.
Kholid. 2016. Penelitian Pandangan Hukum Islam Terhadap Praktek Mahar. Semarang: UIN WaliSongo.