news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Guren

Ochi Amanaturrosyidah
Asisten Editor di kumparan
Konten dari Pengguna
13 April 2017 21:08 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ochi Amanaturrosyidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Ma, aku lapar," gumam bocah kecil berambut ikal sambil menarik ujung celemek ibunya.
ADVERTISEMENT
Sang ibu hanya tersenyum kecil, tak menggubris permintaan anaknya dan memilih kembali fokus pada pisaunya. Butuh konsentrasi dan waktu untuk menyelesaikan masakan spesialnya sebelum suaminya pulang nanti.
"Dina, bisa bantu Mama? Tolong ambilkan hati dan usus di Papamu. Bisa?"
Bocah itu menatap ibunya dengan tatapan berbinar sekaligus ragu. Butuh waktu sekian detik baginya untuk memantapkan diri mengemban perintah penting dari sang ibu.
"Um!" ia memekik dengan nada girang, menyambut benda yang diulurkan ibunya sebelum berlari menuju gudang belakang.
Awalnya ia menatapku ragu. Baru seminggu ini aku mencoba mendekatinya sebagai ayah yang ideal.
Awalnya, ia menatapku dengan ragu. Tangan mungilnya membelai tubuhku dengan lembut, seolah mencoba mengira-ngira. Bocah kemarin itu tampak sangat lihai memainkan pisaunya, mengorek bagian dalam tubuhku yang sudah menganga besar.
ADVERTISEMENT
Tangannya mengobrak-abrik organ dalam tubuhku yang tak utuh lagi.
"Bukan. Itu bukan hati, Nak. Itu jantungku," desisku yang mungkin tak akan bisa ia dengarkan.
Awalnya, ia tampak kesulitan mengurai ususku yang berantakan. Mulutnya bergumam, mengira-ngira sepanjang apa yang harus ia ambil.
"Mama! Segini cukup? Ini benar kan?" tanya gadis itu mengulurkan dua benda titipan ibunya. Baju merahnya tampak semakin merah, basah karena darah.
"Anak pintar," puji ibunya sambil menepuk ubun-ubun anaknya dengan bangga. "Sana ganti baju dulu sebelum Ayah pulang."
"Oke Ma! Siapa tahu Ayah bawa Papa baru. Aku ingin sekali mengulum manisan mata segar lagi," ujarnya girang sambil berlari menuju kamarnya.