Kenangan tentang Kakek dan Ruqyah

Ochi Amanaturrosyidah
Asisten Editor di kumparan
Konten dari Pengguna
29 April 2017 0:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ochi Amanaturrosyidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kenangan tentang Kakek dan Ruqyah
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Membaca topik kumparan.com hari ini yang tentang ruqyah, gue jadi 'gatel' pengen nulis. Buat gue --bertahun-tahun yang lalu--metode dari nabi ini bukanlah hal asing. Ketika anak-anak lain, di sore hari sibuk menonton My Sassy Girl atau Bety La Fea di televisi, gue lebih tertarik mengintip dari teras masjid untuk menonton prosesi ruqyah yang dilakukan Abi--panggilan ayah--yang sesekali diasisteni oleh Umi--panggilan ibu--
ADVERTISEMENT
Kalau mau flashback lebih jauh, momen pertama gue mengenal metode ini sesungguhnya cukup 'anyep'. Begini ceritanya... Waktu itu gue masih duduk di bangku kelas 5 SD dan sedang dekat-dekatnya dengan Kakung dan Ibu--panggilan untuk kakek-nenek--yang kebetulan belum lama tinggal bersama. Oh, maksudnya, karena suatu hal, akhirnya gue pulang kampung dan tinggal bersama Kakung dan Ibu.
Kenangan tentang Kakek dan Ruqyah (1)
zoom-in-whitePerbesar
Kakung dan Emak :'3 Duh, aku jadi rindu ingin dimanja lagiiiii
Kakung, yang kala itu nyaris satu abad umurnya, adalah sosok inspiratif yang banyak memberikan pengaruh buat gue ketika beranjak dewasa. Darah seninya sangat kental, beliau jago melukis, bernyanyi, menulis, sesekali juga bersajak. Kemampuan berbahasanya sangat luar biasa, terbukti dari deretan 'kebohongan bodoh' yang gue baru sadar kalau itu cuma lelucon setelah bertahun-tahun kemudian.
ADVERTISEMENT
Hidup di jaman penjajahan--dan sepertinya cukup sibuk melihat pertemuan beliau dengan presiden kala itu, sempat terjun ke politik untuk memimpin sebuah daerah, kemudian memutuskan untuk tidak mengambil satupun fasilitas dari negara padahal 'buntutnya' banyak dan memilih hidup sederhana setelah purna tugas sebagai pegawai pos hingga akhir hayat. Nggak bisa dipungkiri, gue nyaris terobsesi untuk jadi seperti beliau.
Suatu sore, Kakung yang sudah sangat sepuh itu mulai menunjukkan tanda-tanda aneh. Tubuh tuanya yang masih tegap itu, ternyata diisi oleh lebih dari satu jiwa. Inisialnya KBI, dia -ngakunya- seorang raja Jin yang memimpin ratusan prajurit untuk datang. Ia mengaku marah dengan Kakung. Kenapa? Karena usia Kakung -kata KBI waktu itu- tidak akan lama lagi, padahal doi ingin mengabdi hingga Kakung berusia 100 tahun.
ADVERTISEMENT
Teror demi teror terjadi semakin intens dan biasanya pergantian waktunya antara magrib atau subuh. Biasanya, KBI atau anak buahnya yang masuk ke tubuh Kakung akan mengamuk. Gue masih inget, waktu itu baru selesai dari salat maghrib dan mendapati Kakung sedang mencekik Umi yang tengah membaca Al-Quran. Tetangga berbondong-bondong datang untuk membantu 'melepaskan'. Sayang--namanya juga bukan 'manusia'--lima orang pria dewasa yang membantu bisa ditepis hingga terpental hanya dengan satu gerakan.
"Keren!" batinku dalam hati waktu itu. Ini kayak nonton film, tapi lebih canggih dari 4D. Nyata banget ma-men!
KBI semakin mengamuk ketika dibacakan surah Triple Qul (maksud gue, An-Naas, Al-Falaq dan Al-Ikhlas). Benar-benar penuh kekerasan.
Eh, tapi ada momen lucunya. Jadi, kalau kita baca surahnya nggak bener, biasanya malah diketawain sama KBI. Doi bakal ngebenerin sambil ketawa ngece. Asem emang. Ada baiknya, kawan-kawan kalau belajar baca Al-Quran yang bener, jadi nggak diketawain sama Jinnya. Harga dirimu jatuh itu.
ADVERTISEMENT
Karena suasana semakin tidak kondusif, akhirnya gue dan adek gue 'dibuang' ke tetangga. Setelah melalui proses yang pelik, Kakung dibawa ke sebuah tempat untuk di ruqyah secara intensif. Rumah gue pun di ruqyah. Entah sejak kapan, ternyata Abi juga bisa meruqyah. Hebatnya, KBI dan antek-anteknya bisa tahu kehadiran Abi dalam radius sekian kilometer dan biasanya langsung ngamuk duluan sebelom doi dateng. Mantep nggak tuh? Kalau di jaman perang, berguna banget ini.
Itu adalah masa-masa paling anyep. Gimana nggak, gue yang lagi deket-deketnya sama Kakung, lagi seneng-senengnya ngerasain dimanjain harus dipisahkan gara-gara si KBI itu. Gak paham deh apa maunya. Singkat cerita, setelah ruqyah berkali-kali selama sekian bulan, mereka berhasil dijauhkan. Percaya atau nggak, katanya KBI itu kuat banget dan anak-anak buahnya yang nempel jumlahnya sampai ratusan. Wow! Dan seperti kata-kata KBI--umur Kakung memang nggak lama.
ADVERTISEMENT
Kakung adalah orang yang sangat religius. Salatnya tepat waktu--rajin tadarus dan salat malam. Coba deh, Kakung yang begitu rajinnya ibadah aja bisa 'ditempelin', gimana gue?! Sedih. Suatu hari setelah rangkaian kejadian melelahkan itu pada malam Jumat beliau minta diadakan pengajian di rumah.
Seluruh tetangga sudah berkumpul melantunkan ayat suci. Gue duduk di sebelah Kakung yang terbaring lemah. Umi sedang mandi, saudara yang lain sedang sibuk di luar ruangan. Hanya ada gue hanya ditemani Emak (pengasuhku).
"Kakung, sekarang aku udah gedhe. Udah bisa ngaji. Udah rajin salat. Bahkan sekarang ngajar di TPQ. Aku udah gedhe," bisikku kala itu di telinganya. Ia tersenyum sekilas
Waktu itu, gue baru berumur 11 tahun dan pertama kalinya menyaksikan sakaratul maut. Ternyata, benar kelihatan ya. Dari ujung kaki, lalu dinginnya merambat hingga ubun-ubun. Samar tapi cukup jelas, Kakung sudah pergi, diiringi lantunan ayat suci dari warga. Momen dramatis pertama dalam hidup ini!
ADVERTISEMENT
Gue nggak nangis. Hal pertama yang gue lakukan malah menggedor pintu kamar mandi--waktu itu Umi lagi mandi.
"Mi, 'udah' nih," kata gue.
"Oh, udah? Oke tunggu bentar," jawabnya dari dalam.
Sumpah, ini bener-bener nggak ada kesedihan sedikit pun. Abisnya mau gimana lagi, gue sayang banget, tapi sadar kalau hidup nyaris se-abad itu beneran kelamaan. Nggak ngerti lagi itu berapa banyak kerabat yang udah ninggalin doi duluan. Lagipula, ditangisin juga nggak akan balik lagi, pikirku waktu itu. Dan lagipula--gue sadar, sesayang apapun dan sedeket apapun pilihannya cuma dua: ditinggal atau ninggalin. Kalau ada kelahiran, ya, pasti ada kematian. Itu wajar. Gue ini memang dewasa lebih cepat dari seharusnya.
Kenangan tentang Kakek dan Ruqyah (2)
zoom-in-whitePerbesar
Dari tiga orang yang gue sayang banget, tiga-tiganya meninggal setelah kata-kata gue yang 'wangi' tapi ternyata tak seindah itu jalaninnya
ADVERTISEMENT
10 tahun berlalu... Kalau bisa balik lagi sebentar, mungkin Kakung, Ibu dan Emak udah nyamperin gue dan nabokin gue pake penggaris karena 'bandel' dan 'berubah jadi lebih buruk dari dulu' dan 'mengecewakan'. Tapi kalau misalnya mereka bisa balik lagi sebentar, mungkin bakal gue peluk--sambil nikmatin enaknya ditabok penggaris--dan gue bilang, "Jangan pergi lagi, gue kesepian." Dan nyatanya, selain krisis kepribadian kayaknya gue lagi kena penyakit kesepian setengah mati di tengah keramaian. Abaikan.
Setelah itu, entah gimana gue baru menyadari kalau ternyata Abi emang tukang ruqyah. Gue yang nggak peka ini mulai sadar kalau Abi sering diminta melakukan terapi ruqyah. Itu seru bangets! Seru deh ngeliat orang bisa ngamuk dengan berbagai suara, aksen dan ekspresi yang berbeda. Kalau yang masuk lebih dari satu, malah lebih seru lagi. Hih!
ADVERTISEMENT
Puncaknya gue sadar itu waktu mau masuk SMP. Mungkin karena 'imannya sudah terkikis' apa gimana, orang tua gue, kan, rajin itu menyalakan DVD Ruqyah dan kalau itu sudah di play, biasanya gue langsung bangun dan ngibrit. Banyak setannya kayaknya gue ini. Dan betenya, biasnya Abi bakal menyetok persediaan 'jus bidara' buat ruqyah di dalam kulkas, berdampingan dengan minuman lainnya. Sumpah, bete banget gue kalau kena zonk nggak sengaja minum ini.
TIPS: Berdasarkan pengalaman, Triple Qul ini beneran manjur banget. Terus, kalau ada yang kerasukan, pencet aja jempolnya, PASTI si Jinnya bakal langsung meronta-ronta dan keluar. Kalau lu cewek, pastikan ketika menolong lu dalam keadaan suci. Kalau lu nggak kuat-kuat banget iman, fisik, dan psikisnya, mendingan ngibrit deh, soalnya kesurupan itu NULAR! Biasanya, orang kalau sekali kemasukan bakal gampang kemasukan lagi.
ADVERTISEMENT
Oh iya, biasanya 'mereka' paling demen bersemayam di lukisan manusia. Soale, si KBI dan rekannya itu 'rumahnya' di lukisan. Mantap jiwa lah.
UPDATE : Jadi, lama berselang, ternyata KBI dan rekan masih pengen 'mengabdi' pada keluarga gue. Kenapa? Soale doi sempat muncul lagi baru-baru ini dan yang jadi korban adalah saudara sepupu gue yang notabene tinggal di Bandung.. Ibarat film, apa bakal ada sequel-nya? We'll see!