Pertanggungjawaban Rumah Sakit dalam Menangani Malapraktik Operasi Caesar

Amanda Khayraani Firnuansyah
Mahasiswa Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
21 Mei 2022 10:46 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amanda Khayraani Firnuansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto melahirkan (Photo by Jonathan Borba on Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Foto melahirkan (Photo by Jonathan Borba on Unsplash)
ADVERTISEMENT
Sectio Caesarea (SC) atau yang biasa kita kenal dengan tindakan operasi caesar merupakan salah satu metode persalinan yang melalui proses pembedahan untuk melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut dan dinding rahim. Menurut RISKESDAS tahun 2018, jumlah persalinan dengan metode SC pada perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia mencapai 17,6% dari keseluruhan jumlah persalinan. Sebagaimana yang merujuk pada data WHO Global Survey on Maternal and Perinatal Health 2011 menunjukkan bahwa terdapat 46,1% proses persalinan melalui SC dari seluruh kelahiran.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, terdapat kejadian yang tidak mengenakan yang dialami beberapa pihak dikarenakan proses SC ini. Dapat kita ambil contoh yaitu pengalaman yang dialami oleh Yuliantika bersama suaminya Irwan Supandi Pada 18 Februari 2020. Tanpa adanya persetujuan dari pihak pasien dan/atau keluarga pasien, serta proses diagnosis terlebih dahulu terhadap Yuliantika, Dr. Elizabeth menyuntikkan anestesi sebanyak lebih dari 12 kali mengenai saraf tulang belakang Yuliantika dan mengakibatkan kecacatan secara fisik. Hingga saat ini setengah badan yaitu dari bagian tubuh pinggang hingga ujung kaki Yuliantika belum dapat menggerakkan. Atas kesalahan tersebut diduga telah terjadi malapraktik, yang secara definisi adalah setiap sikap tindakan yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar.
ADVERTISEMENT
Dari pengalaman di atas dapat diketahui bahwa terdapat risiko besar akibat tindakan operasi caesar ini, maka dari itu dibutuhkan kejelasan informasi dari pihak rumah sakit ataupun dokter dan persetujuan dari pihak pasien atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent). Pelaksanaan tindakan operasi caesar baik dikarenakan indikasi medis atau tanpa indikasi medis, haruslah memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarganya yang dituangkan dalam informed consent, agar apabila terdapat kesalahan dalam suatu perawatan medis dapat diketahui apakah kesalahan tersebut terletak pada pasien yang tidak mematuhi prosedur yang terdapat pada informed consent atau terletak pada kelalaian dokter.
Selain itu, pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit turut dipertanyakan. Rumah sakit sebagai suatu badan hukum memiliki hak dan kewajiban menurut hukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Tanggung jawab rumah sakit dalam hal ini adalah bertanggung jawab atas semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum pidana terdapat dua jenis kesalahan yang berupa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa). Menurut Memorie Van Toelichting (MvT) menteri kehakiman sewaktu mengajukan crimineel wetboek tahun 1881 dijelaskan bahwa kesengajaan itu adalah dengan sadar berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (de bewuste richting van den wil op een bepaald misdtrif). Sedangkan untuk kealpaan sendiri merupakan kelalaian yang dilakukan oleh tindak pidana yang tidak seberat dengan kesengajaan.
Berdasarkan UU Rumah Sakit, Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang menimpa seseorang sebagai akibat dari kelalaian tenaga kesehatan di rumah sakit. Pasal 46 UU Rumah Sakit menjadi dasar yuridis untuk seseorang dalam meminta pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit jika terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang menimbulkan kerugian. Pertanggungjawaban Rumah Sakit dibedakan menjadi pertanggungjawaban kepada pasien selaku pihak pengguna jasa dari badan hukum dan pertanggungjawaban terhadap dokter selaku pekerja di sebuah badan hukum (Rumah Sakit). Karena dalam hal ini dokter merupakan pekerja badan hukum (Rumah Sakit) sehingga badan hukum mempunyai tanggung jawab atas terjadinya malapraktik yang dilakukan oleh dokter dengan berdasarkan UU Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Tugas, fungsi dan kewajiban serta penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Tugas dari rumah sakit berdasarkan Pasal 4 UU No. 44 tahun 2009 yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Selain itu, kewajiban rumah sakit di Indonesia juga telah tercantum pada Pasal 29 UU Rumah Sakit salah satunya yaitu, memberikan pelayanan kesehatan yang aman sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
Fungsi rumah sakit di Indonesia terbagi menjadi empat berdasarkan Pasal 5 UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Pertama, menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai standar pelayanan rumah sakit. Kedua, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis. Ketiga, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Keempat, penyelenggaraan penelitian dan pengembanagan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Pasal 46 UU No. 44 tahun 2009 rumah sakit memiliki tanggung jawab atas semua kerugian yang menimpa seseorang sebagai akibat dari kelalaian tenaga kesehatan di rumah sakit. Dalam hal ini dapat ditafsirkan beberapa hal. Pertama, rumah sakit memiliki tanggung jawab atas kerugian, sebatas akibat dari kelalaian tenaga medis di rumah sakit. Kedua, rumah sakit tidak berhak bertanggung jawab apabila terbukti tidak ada kelalaian dari tenaga medis di rumah sakit. Ketiga, rumah sakit tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami seseorang akibat kesengajaan tenaga kesehatan. Keempat, rumah sakit bertanggung jawab jika tindakan kelalaian tenaga kesehatan terjadi dan dilakukan di rumah sakit.
Dalam menentukan jenis kelalaian tenaga kesehatan yang merugikan seseorang maka harus dilakukan klasifikasi apakah tindakan malapraktik tersebut termasuk malapraktik medik atau malapraktik di bidang medik. Jika terjadi malapraktik medik maka akan dianalisis sejauh mana tenaga kesehatan tersebut menjalankan standar pelayanan medik dan tidak ada tindakan kelalaian serta telah sesuai dengan kompetensinya hingga akan sulit dibuktikan jika terjadi malapraktik. Jika malapraktik medik tersebut menimbulkan kerugian maka pihak rumah sakit akan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Pasal 46 UU Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Pasal 46 Undang-Undang Rumah Sakit baru dapat diterapkan jika terdapat hubungan antara tenaga kesehatan dengan rumah sakit yaitu hubungan pekerja dengan majikan. Jika tenaga kesehatan tersebut bukan pekerja maka pihak rumah sakit berhak untuk tidak bertanggung jawab atas kelalaian tenaga kesehatan tersebut. Pihak rumah sakit baru bisa digugat ketika terjadi kerugian yang dilakukan tenaga kesehatan jika memenuhi beberapa syarat. Pertama, tenaga kesehatan tersebut digaji secara berkala oleh pihak rumah sakit. Kedua, rumah sakit memiliki wewenang dalam memberikan instruksi yang harus ditaati oleh bawahannya. Ketiga, rumah sakit memiliki kewenangan dalam mengawasi tenaga kesehatan. Keempat, tindakan tenaga kesehatan dilakukan dalam kompetensinya dan dalam pengawasan rumah sakit maka rumah sakit bertanggung jawab atas tindakan tenaga kesehatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dalam malapraktik di bidang medik yaitu jika tenaga kesehatan melakukan tindakan malapraktik dengan bentuk kesengajaan maka akan dianggap melanggar ketentuan hukum pidana. Hal tersebut disebabkan karena kesalahan yang bersifat kesengajaan digolongkan sebagai tindak kriminal dimana terdapat mens rea (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana) dan actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang pidana). Oleh karena itu, hal tersebut serupa dengan kesengajaan dalam melakukan tindak pidana sehingga menjadi tanggung jawab individual tenaga kesehatan tersebut. Jika tenaga kesehatan melakukan tindakan malapraktik di bidang medik dengan bentuk kelalaian maka rumah sakit dapat bertanggung jawab atas kelalaian tersebut berdasarkan Pasal 1367 ayat 3 KUHPer. Ketentuan pasal tersebut dapat menjadi acuan dalam pertanggungjawaban rumah sakit terhadap tindakan tenaga kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea (SC) merupakan salah satu metode persalinan yang dilakukan melalui proses pembedahan dan dapat berpotensi menimbulkan resiko yang berbahaya bagi ibu dan bayinya. Maka, diperlukan persetujuan (informed consent) dari pasien sebelum melakukan tindakan SC. Jika terjadi malapraktik saat atau setelah dilakukannya SC, perlu diselidiki apakah kesalahan tersebut disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien terhadap informed consent atau akibat kelalaian petugas medis. Dengan demikian, sudah sepatutnya baik pasien maupun rumah sakit saling menjaga transparansi tindakan, termasuk yang tertuang dalam informed consent, sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dapat menjadi jelas siapa yang harus bertanggung jawab.
Sumber
Mariyani, Yohana. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DOKTER DAN PASIEN DALAM MELAKUKAN INFORMED CONSENT PADA TINDAKAN C-SECTION TANPA INDIKASI MEDIS. Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi. 8. 188. 10.20961/hpe.v8i2.49769.
ADVERTISEMENT
Havrian, Reza. (2020). Pertanggungjawaban Rumah Sakit terhadap Dokter yang Melakukan Malpraktik. Wajah Hukum. Volume 4(2), hlm. 380-387.
Undang-Undang No 44 tahun 2009. “Undang-Undang (UU) Rumah Sakit”. LN. 2009/No. 153, TLN NO. 5072, LL SETNEG : 41 HLM. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38789/uu-no-44-tahun-2009
Adrianto, Wahyu. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit di Indonesia. https://law.ui.ac.id/v3/tanggung-jawab-hukum-rumah-sakit-di-indonesia-oleh-wahyu-andrianto-s-h-m-h/ . Diakses pada 17 Maret 2022.
Wahyudi, Setya. (2011). Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerugian Akibat Kelalaian Tenaga Kesehatan dan Implikasinya. Jurnal Dinamika Hukum. Volume 11(3), hlm. 507-519.
Wiriadinata, Wahyu (2014). Dokter, Pasien dan Malpraktik. Mimbar Hukum. Volume 26 (1), hlm. 45-53.
Penulis:
Amanda Khayraani Firnuansyah
Dira Khairunnisa
Indah Nurmansyah
Lusiana Annajwa
Rizka Ananda Harini