Menyoal Perempuan Milenial Dalam Larik Puisi

Konten Media Partner
21 Maret 2019 2:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Bengkel Sastra Maluku, Marthen Reasoa dan Penyair Setyawan Samad (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Bengkel Sastra Maluku, Marthen Reasoa dan Penyair Setyawan Samad (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Ambonnesia.com-Ambon,-Maret adalah bulan bagi kaum perempuan, setiap tanggal 8 Maret diperingati International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional. Biasanya, pada bulan ketiga dalam penanggalan masehi itu bakal ada gelaran dari berbagai penjuru dunia. Entah melalui kampanye, demonstrasi bahkan pagelaran seni untuk menghormati hak-hak perempuan.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, International Women’s Day mengusung tema ‘balance for better’. Dikutip dari laman resminya, alasan dipakai tema itu untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, budaya dan politik perempuan. Sembari juga menandai seruan lewat tindakan agar mempercepat keseimbangan gender.
Di Ambon, para penyair muda merayakan Hari Perempuan Internasional lewat sebuah pentas konspirasi puisi yang digagas Bengkel Sastra Maluku. Tema ‘Perempuan Milenial’ jadi acuan membuat karya puisi sebelum dipentaskan di salah satu kafe di kawasan Kebun Cengkeh, pada Selasa (20/3) malam lalu.
Delapan orang penyair muda itu mendapat jatah yang sama menuangkan tulisan lewat puisi. Baik perempuan maupun laki-laki. Namun, pada konspirasi puisi kali ini mereka membacakan puisi secara acak. Setiap penyair yang dipanggil ke panggung membacakan puisi karya penyair lain.
ADVERTISEMENT
“Mereka tidak membaca hasil karya sendiri, tapi membaca hasil karya penyair lain. Ini bertujuan mereka saling menangkap pesan dari puisi yang ditulis,” kata Ketua Bengkel Sastra Maluku, Marthen Reasoa.
Ada puisi bernada satir sampai romansa berlatar perempuan dibacakan satu per satu.
Achmad Munir Wael misalnya, irama dalam puisinya begitu puitis. Saat tampil, ia salah satu yang mendapat tepukan paling ramai dari penonton.
“Suatu nanti jika bertemu, pinjami aku hatimu. Mungkin aku lebih gampang mencintaimu dengan tidak sakit,” bunyi penggalan puisi milik Munir.
Dalam puisinya, Munir menyiratkan pesan bahwa perempuan memiliki kekuatan tersembunyi dibalik perasaannya.
“Hanya dengan diam, perempuan bisa mengalahkan laki-laki. Itu merupakan kekuatan, saya menulis dari sudut pandang laki-laki kekuatan perempuan justru dari perasaannya,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Menyoal perempuan milenial, ia berpendapat, perempuan mesti kuat serta memiliki kecerdasan. Pasalnya di zaman yang terus berkembang, tantangan bagi perempuan adalah menyiapkan dirinya bekerja keras untuk maju.
“Cantik saja tak cukup, perempuan harus pintar, itu tantangan bagi perempuan,” katanya.
Disisi lain, Jakualine Matital memantik emosi penonton dengan puisinya yang satir berjudul ‘Perempuan Penakluk Zaman’. Ia tampil dengan santai dan bersahaja di atas panggung. Dalam puisinya, penyair perempuan yang akrab disapa Jaku itu ingin perempuan bisa mengejar ketertinggalan meski zaman cepat berubah.
“saya mencoba membandingkan perkembangan perempuan dari masa ke masa. Zaman semakin maju, perempuan mesti memiliki kegigihan dan semangat supaya bisa bersaing dan berkarya,” kata dia.
ADVERTISEMENT