Presiden Diminta Bebaskan Tahanan RMS dan Terorisme Asal Maluku

Konten Media Partner
21 Januari 2019 14:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Diminta Bebaskan Tahanan RMS dan Terorisme Asal Maluku
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Maluku Crisis Center (MCC) Menggelar Konferensi Pers Terkait Permintaan Grasi Kepada Sejumlah Tahanan Politik Asal Maluku, Senin (21/) (Foto: Amar)
ADVERTISEMENT
Ambon,-Presiden Joko Widodo diminta membebaskan sejumlah tahanan politik asal Maluku yang terlibat dalam pembentangan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) pada 2007 lalu serta para tahanan politik dengan kasus terorisme. Pemerintah juga dituntut memberikan rasa keadilan bagi mereka.
Permintaan ini disampaikan Maluku Crisis Center (MCC), salah satu LSM di Maluku yang bergerak di isu HAM. Koordinator MCC, Ikhsan Tualeka mengatakan, para narapidana politik ini telah menjalani masa tahanan dari 10 tahun.
Ikshan mengaku, permintaan ini disampaikan sebagai bentuk respon atas rencana Jokowi membebaskan Abubakar Ba’asyir, pendiri Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
“Presiden Joko Widodo telah memberikan pembebaskan tanpa syarat kepada Ustad Abubakar Ba’asyir. Tentu itu merupakan langkah maju yang perlu diapresiasi. Atas nama keadilan, kami juga berharap agar presiden dapat segera memberikan pembebasan kepada sejumlah tahanan politik asal Maluku, khususnya kepada mereka yang telah mengajukan grasi,” kata Ikhsan dalam konferensi pers di Ambon, Senin (21/1).
ADVERTISEMENT
Pemberian grasi selain karena mereka telah mengajukan permohonan itu, juga dengan pertimbangan mereka rata-rata telah menjalani lebih dari separuh masa tahanan. Narapidana politik ini bahkan ada yang meninggal saat menjalani masa tahanan.
Ada dua narapidana makar yang telah mengajukan grasi, yakni Ruben Saija dengan masa hukuman 20 tahun, dan Johanis Saija, dengan masa hukuman 17 tahun. Keduanya terlibat dalam aksi pembentangan bendera RMS di hadapan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri upacara peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tahun 2007 di lapangan merdeka, Ambon.
Sedangkan terpidana terorisme Idi Amin Tabrani atau Ongen Pattimura, dengan masa hukum 20 tahun juga telah mengajukan grasi. Berdasarkan bukti-bukti yang ditunjukkan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan maupun dari fakta-fakta yang ada, perbuatan yang dilakukan oleh mereka sejatinya tidak memenuhi unsur kekerasan dalam bentuk apapun seperti dimaksud dalam delik makar, sebagaimana ketentuan KUHP.
ADVERTISEMENT
Lembaga internasional seperti Amnesty Internasional dan Human Rights Watch (HRW) telah menyampaikan pernyataan sikap keras kepada Pemerintah Indonesia.
Pada Mei 2015, Presiden Joko Widodo memberikan grasi atau pengurangan masa hukuman kepada lima tahanan politik Papua. Setelah itu mereka dinyatakan bebas. Tapi tidak untuk tahanan politik dari Maluku yang kini tersisa 13 orang.
Demi keadilan dan hak asasi manusia, presiden diminta mempertimbangkan secara positif agar segera memberikan pembebasan kepada para tahanan politik asal Maluku yang telah mengajukan grasi.
“Sekali lagi harapannya, atas nama kemanusiaan dan keadilan, presiden bisa memenuhi permohonan para terpidana dan menghadirkan keadilan, seperti yang sudah ditunjukan dengan dibebaskannya tahanan politik Ustad Abubakar Ba’asyir. Demikian yang menjadi harapan, dan keinginan para narapidana, pihak keluarga mereka dan masyarakat pencinta keadilan,” kata Ikhsan. (Amar)
ADVERTISEMENT