'TILIK' dan Pesan Psikologis Tersemat di Dalamnya

Amin Akbar
Dosen Psikologi, Universitas Negeri Padang
Konten dari Pengguna
26 Agustus 2020 12:05 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amin Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pesan film tilik. foto oleh : Gema Zulliadi
zoom-in-whitePerbesar
pesan film tilik. foto oleh : Gema Zulliadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa hari ini kita kita dihibur sebuah film pendek karya dari rumah produksi Ravacana Films. Sebuah karya berdurasi sekitar 30 menitan tersebut menceritakan bagaimana fenomena budaya hidup masyarakat desa yang cenderung berprasangka terhadap kejanggalan yang terjadi di lingkungannya. Dalam konteks sosial, masyarakat desa memang terkenal dengan konsep kolektif dan cenderung kohesif dibanding masyarakat kota, sehingga jika terdapat sesuatu hal yang berbeda dari norma yang mereka anut dan mereka amalkan maka akan terdekteksi dengan cepat, lalu akan bisa tersebar dalam waktu sesingkat-singkatnya.
ADVERTISEMENT
Media penyebarannya bukan melalui broadcast whatsapp melainkan melalui mulut-mulut dalam beberapa momen seperti sedang belanja sayur, membeli ikan, momen kondangan atau dalam beberapa kegiatan yang memungkinkan terjadinya kerumunan. Agennya jelas adalah ibu-ibu seperti yang diceritakan oleh film pendek yang berjudul TILIK tersebut. Setelah lebih dari 12 juta orang menyaksikan film tersebut, maka munculah beberapa komentar terkait film tersebut, nah dalam kesempatan kali ini penulis mencoba menjabarkan sisi psikologi sosial yang dimuat dalam film tersebut.

Identitas Diri & Identitas Kelompok

Kita pasti terhibur ketika adegan ibu-ibu menyerang pak polisi dalam film tersebut, lalu nilai apa yang bisa kita tangkap di sana?
Jika kita mengambil pandangan teori identitas sosial maka dalam level kelompok individu akan membawa 2 identitas. Pertama, identitas kelompok yaitu dalam film ini adalah kelompok ibu-ibu. Kedua, identitas diri sebagai individu yang berbeda dalam kelompok tersebut.
ADVERTISEMENT
Masih ingat dalam ingatan kita penyebab polisi tersebut memberhentikan truk yang memuat rombongan ibu-ibu tersebut, ialah karena berlangsungnya pertengkaran antara Bu Tedjo dan Yu Ning sehingga melupakan kode sang sopir Gotrek untuk menunduk saat adanya bunyi klakson. Ketika pertengkaran tersebut terjadi maka identitas yang muncul adalah identitas diri yang mana sebagai anggota kelompok yang berbeda dengan individu lain dalam kelompok sehingga mereka akan mempertahankan opini mereka masing-masing.
Berbeda halnya ketika mobil yang mengangkut rombongan tersebut diberhentikan dan akan ditilang oleh polisi, semua ibu-ibu termasuk Yu Ning dan Bu Tedjo menyerang pak polisi untuk membatalkan penilangan terhadap mobil rombongannya, dalam hal ini Bu Tedjo dan Yu Ning menampilkan identitas kelompok mereka sehingga walaupun tadi berseberangan paham sebagai individu dalam kelompok tapi ketika kelompoknya merasa terancam maka mereka akan bahu-membahu untuk membelanya.
ADVERTISEMENT

Gotong Royong

TILIK = Menjenguk, dalam film tersebut terlihat bahwa ibu-ibu di sebuah desa pergi ke kota untuk menjenguk bu lurah dengan menggunakan sebuah truk, menempuh perjalanan jauh serta juga mengumpulkan sumbangan untuk diberikan kepada bu lurah yang sedang sakit. Terlihat di sana bahwa budaya gotong-royong yang dulu sangat dijunjung oleh bangsa ini masih hadir dalam masyarakat Indonesia, mungkin di beberapa daerah sudah mulai terkikis tetapi dalam kehidupan perdesaan nilai dan budaya gotong tersebut masih eksis dan masih nyata bentuknya.

Figur Pemimpin

Selain hadirnya nilai dan budaya gotong-royong di tengah masyarakat perdesaan seperti yang digambarkan di film tersebut dan saya singgung di atas, hadirnya figur pemimpin yang diberikan bu lurah membuat setiap individu yang dipimpinnya merasa cemas dan khawatir akan keadaannya. Sehingga ketika mendengar pemimpinnya dalam keadaan terancam maka masyarakat yang dipimpin akan merasa sedih dan cemas akan kondisi tersebut sehingga dalam konteks film ini masyrakat perlu datang untuk memastikan walaupun harapannya sederhana hanya untuk melihat langsung kondisi pemimpin tersebut. Ketika rakyatnya khawatir dan cemas dengan kondisi pemimpinnya, maka tentu ada sesuatu yang pada dasarnya juga diberikan oleh pemimpin kepada masyarakatnya. Seperti pepatah yang mengatakan apa yang kau tanam maka itu yang akan kamu tuai di kemudian hari. Secara sederhana bu lurah dalam film ini berhasil menjadi figur pemimpin yang bagus di mata masyarakatnya sehingga ia dihargai dan disayangi oleh masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan film pendek ini sangat bagus sekali dan sangat layak untuk disaksikan dan berhasil dalam menampilkan fenomena sosial yang berlaku dan terjadi di masyarakat Indonesia hari ini, terima kasih Ravacana Films telah menghibur kami dengan cerita sederhana nan bermakna juga dengan nilai yang disematkan di dalamnya.
Karakter Bu Tejo di film pendek Tilik. Foto: Youtube/Ravacana Films