news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Lindungi HAM Pekerja Kesehatan

Amnesty International Indonesia
Ayo wujudkan dunia di mana hak-hak asasi dapat dinikmati setiap manusia
Konten dari Pengguna
18 Maret 2020 20:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amnesty International Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokter memeriksa suhu badan penumpang saat sosialisasi pencegahan corona di Stasiun Depok, Jumat (6/3). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dokter memeriksa suhu badan penumpang saat sosialisasi pencegahan corona di Stasiun Depok, Jumat (6/3). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Merespons meninggalnya seorang pekerja kesehatan dan sejumlah pekerja kesehatan yang positif terpapar virus COVID-19, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:
ADVERTISEMENT
“Sebagai garda terdepan penanganan COVID-19, pekerja kesehatan adalah kelompok yang paling rentan terpapar oleh pasien di fasilitas-fasilitas kesehatan. Fakta bahwa banyak dari mereka terinfeksi menunjukkan kurang optimalnya perlindungan Pemerintah kepada mereka. Ini membahayakan pekerja kesehatan, pasien, keluarga dan kerabat bahkan masyarakat. Pemerintah harus terbitkan protokol perlindungan yang jelas bagi pekerja kesehatan”
“Pemerintah harus memastikan dokter, perawat dan semua pekerja kesehatan mendapatkan pelatihan dan dukungan psikologis hingga peralatan kesehatan yang memadai, termasuk alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan panduan yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) untuk pencegahan dan pengendalian coronavirus (nCoV). Di lapangan, pelaksanaan protokol ini bermasalah.”
“Sama seperti pasien, pekerja kesehatan memiliki hak atas kesehatan yang dijamin Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Hak ini pun telah dijamin dalam UU Hak Asasi Manusia dan UU Kesehatan. Negara wajib memastikan ada mekanisme yang menjamin dukungan bagi keluarga pekerja kesehatan yang terinfeksi sebagai konsekuensi dari paparan COVID-19”
ADVERTISEMENT
“Mereka bekerja dengan jam-jam yang panjang, menghadapi tekanan psikologis dan kelelahan. Pemerintah tidak boleh abai dalam pemenuhan hak atas kesehatan karena hal ini menyangkut keselamatan orang banyak. Hak atas kesehatan mensyaratkan negara wajib untuk membuat, melaksanakan dan meninjau secara berkala kebijakan nasional yang koheren untuk mencegah risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja maupun layanan keselamatan dan kesehatan kerja mereka.”
“Para pekerja kesehatan juga berhak atas informasi yang jelas terkait pasien positif corona yang mereka tangani. Protokol perlindungan mereka harus jelas. Mereka harus diberitahu jika laboratorium mendapati pasien yang baru saja terpapar positif corona, agar mereka segera mempersiapkan diri dan menanganinya.”
“Keterlambatan dan rendahnya transparansi informasi hasil pemeriksaan membahayakan pasien beserta keluarga dan kerabat mereka. Dan jangan sampai ada stigma dan diskriminasi dalam penanganan pasien yang memeriksakan diri maupun yang terindikasi positif.”
ADVERTISEMENT

Latar belakang

Hingga Selasa 17 Maret 2020, Pemerintah Indonesia mencatat setidaknya terdapat 172 kasus positif terinfeksi virus corona (COVID-19), termasuk di antaranya pejabat negara dan sejumlah tenaga medis yang menangani pasien corona. Dari jumlah kasus tersebut, 9 pasien telah dinyatakan sembuh dan 5 pasien meninggal dunia.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Covid-19, Achmad Yurianto, menyatakan bahwa sudah ada tenaga medis yang tertular COVID-19 dan meninggal dunia. Hal serupa juga sempat sebelumnya oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Namun, Pemerintah tidak merinci jumlah tenaga medis yang dinyatakan positif dan meninggal tersebut.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan Amnesty International Indonesia dengan enam responden yang terdiri dari dokter, tenaga medis, dan staf Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa tidak ada Standar Operasional dan Prosedur (SOP) untuk petugas medis yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan, sehingga SOP hanya ditentukan oleh masing-masing rumah sakit. Selain itu, Pemerintah Pusat juga tidak menjamin dengan jelas bantuan dana atau fasilitas bagi para petugas kesehatan. Beberapa petugas medis hanya diberikan masker N95, dan pembelian baju hazmat yang harganya cukup tinggi dibebankan kepada masing-masing Rumah Sakit (RS).
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam konferensi pers tertanggal 16 Maret 2020, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mengakui kurangnya APD bagi petugas medis di tengah pandemi ini.
Pasal 12 ayat (2) huruf d Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) telah mengatur bahwa negara wajib mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental. Dalam hal ini, negara wajib mengupayakan perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri, pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan, serta penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis.
Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) juga telah menerbitkan panduan sementara (interim guidance) untuk pencegahan dan pengendalian coronavirus (nCoV), sehingga Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis dalam setiap proses penanganan pasien yang terpapar COVID-19 sebagaimana tercantum dalam panduan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka hukum nasional, kewajiban untuk memastikan tersedianya perlengkapan untuk menunjang kesehatan dan keselamatan kerja juga telah diatur dalam Pasal 164 (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Amnesty mengajak rekan-rekan media dan warga masyarakat yang peduli untuk menandatangani petisi berikut dan mendesak Pemerintah memenuhi hak keselamatan pekerja kesehatan. Jika kita membantu mereka, berarti kita mendukung keselamatan bersama.
Informasi lebih lanjut, klik tautan berikut ini: