Dewan Ketahanan Nasional Republik Indonesia Akan Gelar Sarasehan Nasional pada 10-11 Juli 2018

Nusantara
Bangkit dengan Semangat Bahari
Konten dari Pengguna
3 Juni 2018 20:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nusantara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pembelajaran Dari Konflik dan Damai Di Maluku - Maluku Utara Untuk Ketahanan Nasional
ADVERTISEMENT
Secara Harafiah Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Ketahanan nasional pada hakikatnya merupakan konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam kehidupan nasional, dan perwujudannya harus menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach).
Pada era globalisasi saat ini dalam menjaga ketahanan nasional dan kedaulatan bangsa yang kuat dan tangguh bukan berarti kita berperang memakai senjata berat (alusista) , akan tetapi lebih pada perang dalam melawan kemiskinan, peningkatan ilmu pengetahuan dan technologi serta sumberdaya manusia, peningkatan ekonomi dan daya saing bangsa, perang melawan degradasi lingkungan serta perang nyata yakni melawan paham terorisme, radikalisme dan separatisme. Indonesia adalah bangsa yang besar dengan kekayaan alam yang berlimpahruah dan keberagaman suku, agama, ras, budaya, adat istiadat dan golongan. Meskipun penuh dengan keberagaman namun Indonesia tetap satu sesuai dengan semboyannya Bhineka Tunggal Ika yang artinya "meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu".
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari wilayah NKRI, Provinsi Maluku dan Maluku Utara merupakan area strategis yang berada di Wilayah Timur Indonesia. Daerah ini sangat dikenal, karena dulunya merupakan penghasil rempah-rempah terbaik dunia yakni Pala dan Cengkeh. Pala dan Cengkeh inilah yang menjadi alasan utama (first reason), Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda harus menjajakan dirinya ke Nusantara. Walau dalam sejarah, hanya Belanda dengan VOCnya (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang dominan menguasai rempah-rempah di Maluku. Cerita “gagalnya” rencana pertukaran Pulau Run (Rhun Island) oleh Belanda dengan Pulau Manhattan (Manhattan Island) di Inggris adalah bukti, begitu kuatnya pengaruh Pala dan Cengkeh di dunia.
Tahun 1999, kedua Provinsi ini mengalami konflik sosial (social conflict) yang luar biasa. Terjadi perang saudara (brother war) antara masyarakat berpenduduk Muslim dan Kristen. Kota Ambon dan Ternate menjadi pusat ketegangan di dua Provinsi ini, serta melebar ke beberapa wilayah sekitar.Konflik kemanusiaan yang benuansa SARA ini akhirnya dapat diselesaikan secara damai, dengan bantuan semua pihak baik pendekatan tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat, Pemuda serta pihak keamanan baik TNI/Polri maupun melalui mediasi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui perjanjian Malino yang menjadi tim mediator saat itu salah satunya M. Jusuf Kalla (Wapres RI Saat ini) yang kala itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Konflik di Maluku terjadi, lebih pada aspek ketidakadilan. kesenjangan ekonomi, masalah kemiskinan dan ketiadaan pembangunan adalah sumber utamanya.
ADVERTISEMENT
Saat ini Pendekatan militeristik (militaristic approach) tidak lagi menjadi senjata utama dalam penyelesaian suatu konflik. karena setiap pendekatan kekerasan akan melahirkan kekerasan berikutnya. Beberapa penyelesaian konflik masa lalu menjadi bukti bahwa pendekatan lewat jalur diplomasi lebih ampuh dari pada jalur perang. Seperti yang dilakukan Letjen TNI Doni Monardo (Sesjen Wantannas RI) Saat menjabat sebagai Pangdam XVI Pattimura yang mewilayahi Provinsi Maluku dan Maluku Utara.  3 hal mendasar yang selalu ditekankan guna merajut kerukunan dan perdamaian secara alami di Maluku dan Maluku utara adalah yang pertama adalah membangun kepercayaan masyarakat terhadap Tentara yakni menerapkan program 4 S (Senyum, Sapa, salaman dan silahturahmi). Kedua membangun kemitraan yang setara sesama lembaga pemerintah, akademik dan social serta lembaga keagamaan. Dan ketiga membantu pemerintah daerah dalam upaya memberdayakan masyarakat sebagai bentuk kemanunggalan TNI-Rakyat dan konstribusi TNI dalam mendukung program pemerintah.
ADVERTISEMENT
Maluku dan Maluku Utara sebagai miniatur Indonesia dengan kondisi karakteristik kepulauan dan potensi sumberdaya alam yang sangat berlimpah ruah, di laut dan di darat. Sebagai daerah yang pernah mengalami konflik kemanusiaan mulai bangkit dari semua sisi pembangunan.Pola pendekatan dalam pembangunan pun pastinya berbeda dengan daerah lain, budaya pela-gandong menjadi roh kekuatan persaudaraan antar umat beragama di Maluku dan Maluku Utara. Hal ini yang kemudian menjadi referensi pola pendekatan keamanan berbasis kesejahteraan yang dilakukan Letjen TNI Doni Monardo saat itu.
Di tengah kondisi ancaman global, dinamika perpolitikan yang semakin memanas, semangat kebhinekaan kita pastinya diuji dan adanya proxy war. Upaya memecah belah persatuan dalam masyarakat dan umat beragama. Jika saat perang, TNI adalah garda terdepan mengamankan kedaulatan NKRI maka disaat damai pun TNI turut berkonstribusi dalam mensejahterakan rakyat yang diimplementasikan lewat program yang dinamakan Emas Biru Dan Emas Hijau, yang kemudian menghasilkan Emas Putih atau sering disebut kerukunan dan perdamaian.
ADVERTISEMENT
Melihat Konflik dan Damai Maluku dan Maluku Utara merupakan pembelajaran berharga bagi semua elemen Bangsa, agar kiranya dapat memperkuat ketahanan nasional dengan pendekatan smart power . Konflik itu tidak pernah membawa kebahagiaan melainkan kesengsaraan yang berkepanjangan, Semoga dinamika kebangsaan saat ini tetap berada dalam koridor yang baik dan selalu berpedoman pada falsafah Pancasila dan UUD 1945. Pastinya Perdamaian Maluku dan Maluku Utara sebagai barometer Indonesia, dalam menjaga kerukunan antar umat beragama serta menjadi motivator perdamaian dalam pendekatan keamanan dan kesejahteraan.
Amrullah Usemahu, S.Pi (Tim Emas Biru Pattimura)