Dampak Buruk Pandemi COVID-19: 10 Ton Sampah Masker Mencemari Lautan

An Nabilla Nurjannah
An Nabilla Nurjannah yang akrab disapa dengan panggilan Abell oleh teman-temannya ini lahir di kota Bekasi. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tepatnya pada jurusan Pendidikan Biologi.
Konten dari Pengguna
11 Juni 2022 19:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari An Nabilla Nurjannah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada akhir tahun 2019 lalu, dunia digemparkan oleh sebuah berita dari kota Wuhan di negara Tiongkok yang mengabarkan bahwa adanya penyakit menular yang menyerang sistem pernafasan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus baru yanga bernama virus Corona.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kasus dari Covid-19 pertama kali tercatat pada tanggal 2 Maret tahun 2020. Virus ini sangat mudah menular dengan hanya bersentuhan atau melakukan kontak langsung dengan pasien yang terjangkit Covid-19. Saat pasien yang terinfeksi Covid-19 batuk atau bersin, partikel-partikel kecil yang keluar dan tersebar di udara dapat menjadi media penularan virus Corona yang dapat tidak kita sadari.
Oleh kerana itu pada bulan April tahun 2020, pemerintah memberlakukan kebijakan berupa kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mengenakan masker saat bepergian keluar rumah. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sangat menganjurkan untuk mengenakan masker guna mencegah penularan Covid-19 yang dapat menular saat sedang berbicara.
Meski kondisi pandemi sudah membaik, penggunaan masker seakan menjadi hal wajib yang harus terus dikenakan oleh setiap orang saat pergi keluar rumah. Namun tanpa disadari, penggunaan masker sekali pakai ini akan membahayakan ekosistem yang ada di lautan.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari chinadaily.com.cn, China dapat memproduksi sekitar 5 miliar masker medis perharinya. Hal tersebut dapat menunjukkan tingginya jumlah masker yang diproduksi di dunia.
Banyaknya penggunaan masker di dunia, menyebabkan peningkatan jumlah limbah masker yang akan memengaruhi kehidupan makhluk hidup terutama pada biota laut. Sampah-sampah masker sekali pakai akan hanyut dan bermuara di laut sehingga mulai mencemari lautan dan akan sangat riskan untuk dimangsa oleh hewan-hewan di laut.
Penyu yang mengira limbah medis adalah makanannya. Sumber: pexels.com
Tercatat bahwa limbah medis dan limbah masker bertambah hingga mencapai 10 ton. Bahkan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Inggris, memperkirakan saat ini sudah ada 66.000 ton sampah masker yang sudah mencemari lautan.
Masker sekali pakai terbuat dari polipropilena, polietilen densitas tinggi, dan poliester yang tergolong pada jenis plastik. Seperti yang kita ketahui, plastik membutuhkan waktu sekitar 50 sampai 200 tahun untuk dapat bisa terurai. Limbah masker akan terurai menjadi fiber atau partikel yang disebut dengan mikroplastik.
ADVERTISEMENT
Mikroplastik inilah yang nantinya dapat menyerap bahan kimia atau bahkan racun yang jika dimakan oleh fauna laut akan menimbulkan penyakit, kerusakan pada organ pencernaannya, atau bahkan kematian. Selain itu jika manusia mengonsumsi ikan yang secara tidak sengaja memakan mikroplastik yang tersebar di lautan, maka ikan dapat menjadi media penyebaran yang bahaya dari mikroplastik ini pada manusia. Maka limbah masker ini akan sama bahayanya dengan pencemaran plastik pada lautan, bahkan berpotensi untuk menjadi pencemaran baru yang lebih berbahaya.