Yayasan Mekar Pribadi Menggelar Festival Budaya Anak Bangsa 2021

Ana Balqis Aliifah
Communication Studies at Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
22 November 2021 18:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ana Balqis Aliifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi workshop FBA 2021 dengan para pengisi acara dan peserta.
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi workshop FBA 2021 dengan para pengisi acara dan peserta.
ADVERTISEMENT
Seni itu menyembuhkan, seni juga membebaskan jiwa dari rasa terkungkung bahkan terasing. Melalui jalan seni itulah, tiga maestro dan seorang penari tamu mengurai kejenuhan sejumlah penari SMP hingga SMA dari seantero Nusantara menghadapi belajar daring selama pandemi. Dari apartemen dan rumah masing-masing: maestro seni multidisiplin Paula Jeanine Bennett di Brooklyn, New York, AS; maestro gamelan Dedek Wahyudi di Surakarta dan maestro tari Maria Darmaningsih di Jakarta serta penari tamu Natsumi Sophia Bellali dari Montreal Canada, mereka menunjukkan sangat mungkin melakukan kolaborasi antar benua yang hasilnya terasa indah untuk semua.
ADVERTISEMENT
Lirik dan melodi diatonis, berjudul Pushing Air karya Paula, diterjemahkan menjadi Menggiring Angin oleh Oetari Noor Permadi dan diorkestrasi dengan brilliant untuk gamelan pentatonis oleh Dedek Wahyudi. Musik inilah yang dipakai Maria Darmaningsih, yang juga penyintas Covid-19 (ia adalah pasien Covid-19 nomor 2 di Indonesia), untuk merangsang respon visual para penari muda dalam workshop daring kolaborasi seni Festival Budaya Anak Bangsa XIII (FBA) 2021.
Yayasan Mekar Pribadi dan Swargaloka memperingati Hari Anak Sedunia dengan menyelenggarakan FBA 2021 pada 20 November 2021 lalu. Mengangkat tema “Bangkit Lawan Covid-19 Melalui Kolaborasi Seni”, melibatkan budayawan dari Jakarta, Solo hingga New York. Bertujuan membebaskan imajinasi para penari muda mengekspresikan tarian virtual bagi Gamelan Laras Pelog Diatonik “Menggiring Angin”. Festival kebudayaan ini secara konsisten dilaksanakan setiap tahunnya sejak tahun perdananya pada 2009 lalu di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Anak adalah penerus bangsa dan umat manusia. Mewakili harapan untuk masa depan yang lebih baik. Yang bisa mewujudkan perdamaian dunia melalui kerjasama, gotong royong, kolaborasi yang saling menghargai untuk menghadapi berbagai tantangan. Seni jadi wadah yang aman dan sehat untuk saling belajar menghormati dan bekerjasama”, ujar Oetari Noor Permadi selaku Ketua Yayasan Mekar Pribadi.
Kolaborasi ini dibuka oleh Dr. Restu Gunawan, M.Hum. selaku Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kemdikbud RI. “Kebudayaan sebagai kekuatan diplomasi kita di luar negeri. Ditangan anak muda lah kebudayaan kita akan maju. Kita harus rajin menyuarakan kebudayaan ke luar negeri maupun elemen masyarakat. Karena kebudayaan bukan sekedar biaya, tetapi investasi masa depan yang dapat mampu meningkatkan perekonomian negara”, ujar Restu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam keynote motivation oleh Dr. H. Teuku Faizasyah, M.Si selaku Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kemenlu. “Bila masyarakat asing ingin memahami kebudayaan Indonesia, tentunya kita sebagai pewaris nilai-nilai budaya tersebut memiliki kewajiban yang lebih untuk menjaga, melestarikan dan menjadikan kebudayaan ini membanggakan. Saat ini banyak anak muda bangsa yang lebih fanatik dengan budaya bangsa lain. Oleh karena itu, semoga 10-20 tahun kedepan akan lahir anak muda Indonesia yang memperjuangkan kebudayaan di kancah mancanegara, sehingga masyarakat dunia nantinya bisa mencintai kebudayaan kita”, ujar Teuku.
Sebelum sesi diskusi dalam workshop dimulai, peserta disuguhkan sapaan sekilas Bella Nasution dari Sanggar Indopro. Lalu peserta diajak mengeksplorasi gerak dalam kotak zoom masing-masing oleh Natsumi Sophia Bellali. Dalam sesi pertama workshop, Paula Jeanine Bennett dan Dedek Wahyudi memaparkan tentang nafas dan detak jantung kita yang berharga sebagai ide dasar penciptaan lirik Pushing Air. Keduanya mengakui berbagai kesulitan yang muncul selama proses alih Bahasa dan kolaborasi musik selama kurang lebih 6 bulan oleh Dedek dan tim karawitannya.
ADVERTISEMENT
Dalam Sesi kedua workshop, Maria Darmaningsih mengungkapkan betapa seni membantunya mengatasi masa-masa kritis selama isolasi di Rumah Sakit akibat Covid-19. Menurut penari yang tegar dalam kelembutannya itu, tafsir Menggiring Angin adalah mensyukuri bahwa dengan nafas kita tetap hidup dan diberi kehidupan. Dilanjutkan dengan sapaan sekilas dari koreografer termuda Indonesia kelas dunia berbasis seni tari tradisi, Bathara Saverigadi dan ditutup dengan presentasi penampilan peserta yang berkelompok dalam sejumlah kamar ekspresi.
Semangat narasumber untuk kolaborasi budaya berhasil sampai kepada peserta. Nanik Nirmala Candrawati asal Magelang berpendapat bahwa dirinya senang karena bertemu narasumber hebat dari berbagai daerah dan benua, dapat pengalaman baru bergerak dengan olahan musik berbeda dan bertemu kawan kawan dari berbagai daerah. Selain itu, Dina Septi Rahayu dari Boyolali merasa senang dan bahagia karena bisa bertemu dengan orang-orang hebat, teman baru dan bisa bergerak bersama meskipun secara daring. Nantinya kelanjutan workshop ini akan dilombakan dan hasilnya dipentaskan pada Hari Anak Nasional Tahun 2022 mendatang.
ADVERTISEMENT