Presiden Pejuang Energi Terbarukan

Ananda Setiyo Ivannanto
Pengurus Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) | Pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia
Konten dari Pengguna
16 Februari 2019 21:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ananda Setiyo Ivannanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Foto: istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Foto: istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang debat Pilpres 2019 putaran kedua yang akan berlangsung Minggu (17/2), Indonesia berada dalam persimpangan untuk menentukan kebijakan terkait pemanfaatan sumber daya energi ke depan. Beberapa isu yang saling berhubungan dengan energi adalah dari sisi ketersediaan, aksesibilitas, perubahan iklim, dan perekonomian.
ADVERTISEMENT
Perlu kita soroti kemampuan pemimpin Indonesia ke depan dari sisi pemahaman terhadap permasalahan terkait bidang energi yang kompleks.. Sebab, isu ini menyangkut hajat hidup orang banyak, baik pada masa sekarang maupun untuk generasi ke depannya.
Seperti yang sudah dibahas di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027, Undang Undang (UU) No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menyatakan bahwa pemanfaatan energi primer harus mengutamakan energi baru dan terbarukan.
Hal ini sudah sejalan dengan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, bahwa energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi, berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional.
Energi Baru Terbarukan di Pantai Baru, Bantul Foto: Resya Firmansyah/ kumparan
Dalam UU No. 30 Tahun 2007 menyebut, Energi Terbarukan (ET) adalah yang berasal dari sumber berkelanjutan jika dikelola dengan baik, dari panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu laut.
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menetapkan target bauran ET sebesar 23% pada tahun 2025, sepanjang perekonomian terpenuhi, minyak bumi kurang dari 25%, batubara minimal 30%, dan gas bumi minimal 22%.
Ini juga selaras dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2015-2034 yang malah menetapkan target 25% untuk ET, 50% untuk batubara, sekitar 24% untuk gas, dan sekitar 1% untuk BBM.
Di Conference of Parties (COP) 21 yang diselenggarakan di Paris, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon sebesar 29% dari level BAU pada tahun 2030 atau 41% dengan bantuan internasional.
Di level kementerian teknis, Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber ET untuk Penyediaan Tenaga Listrik menyebut bahwa dalam rangka penyediaan listrik yang berkelanjutan, PLN wajib membeli tenaga listrik dari sumber ET, dan wajib mengoperasikan pembangkit tenaga listrik secara terus menerus.
Energi Baru Terbarukan di Pantai Baru, Bantul Foto: Resya Firmansyah/ kumparan
ADVERTISEMENT
Potensi ET dapat dikembangkan jika sudah memenuhi syarat kebutuhan, telah melakukan studi kelayakan dan kajian penyambungan, mempunyai kemampuan pendanaan, dan harga sesuai ketentuan yang berlaku.
Indonesia mempunyai potensi ET dari panas bumi, air, bio energi, surya, angin, dan gelombang laut sebesar 443 Gigawatt (GW). Dari seluruh potensi yang ada, Indonesia baru memanfaatkan 1,9 GW atau 0,4%, paling maksimal hydropower yang itupun baru 6,4%, sedangkan yang lainnya masih di bawahnya, yang paling rendah adalah gelombang laut sebesar 0,002%. Menurut RUPTL 2018-2027, Indonesia berencana untuk bisa membangkitkan ET sebesar 14,9 GW atau 3,36% dari total potensi yang ada.
Dilihat secara regulasi dan perencanaan, terlihat adanya target dan rencana yang cukup jelas terkait dengan ET. Lantas, bagaimana dengan realisasinya?
ADVERTISEMENT
Dari sisi investasi, maka target yang ditetapkan oleh Wakil Menteri ESDM pada tahun 2018 bisa dibilang gagal capai. Sebab, dari target 2,01 miliar USD, realisasi mencapai 1,6 miliar USD atau 79,6%, walau ada peningkatan dari 2017, yaitu 1,3 miliar USD.
Angka ini juga menurun dibandingkan tahun 2016 sebesar 1,57 miliar USD, setelah ada peningkatan 0,6 miliar USD pada 2014, dan 1,03 miliar USD pada 2015.
Dari target penurunan emisi karbon sebesar 314 juta ton per tahun pada 2030, Indonesia baru menurunkan 13,9% CO2 sebesar 43,8 juta ton per tahun. Perihal tercapai atau tidaknya target ini akan dipertanyakan dengan porsi batubara terhitung 54,4% atau lebih dari setengah bauran energi pada tahun 2027 dan pada tahun 2018, ET porsinya baru 12%.
ADVERTISEMENT
Porsi ET di program 35.000 Megawatt (MW) juga hanya 6,7%. Dari sisi investasi, saat ini ada 75 proyek ET sedang dalam proses pengembangan total 1.581 MW tapi masih ada 30 yang belum mendapatkan pembiayaan. Pemerintah sedang berupaya mengkoneksikan pengembang dengan Pembiayaan Investasi Non-APBN (PINA).
Kebutuhan energi Indonesia menurut Outlook Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 2018 akan naik dari sekitar 795 juta Barrel Oil Equivalent (BOE) menjadi 1,78 miliar BOE pada 2030. Jumlah pengguna mobil sudah melewati 20 juta unit dan motor sudah hampir mencapai 120 juta unit dan akan terus bertambah.
Dengan adanya kebutuhan energi ini, maka menimbulkan defisit migas sebesar 8,57 miliar USD per tahun pada 2018, impor lebih besar dari ekspor, konsumsi sekitar 1,65 juta barel per hari lebih besar dari produksi 0,8 juta barel per hari, dan jaraknya yang semakin besar ke depan.
ADVERTISEMENT
Menurut Kementerian Keuangan, jika kondisinya terus seperti ini, maka pada tahun 2020 jarak menjadi 0,96 juta barel per hari dan perlu keluarkan dana hingga 50 miliar USD per tahun atau sekitar Rp 705,35 triliun (sekitar 37,2% dari APBN 2018).
Pertamina sebagai salah satu pelaku utama di sektor energi dan sangat terpengaruh terkait defisit Migas ini mengusulkan iklim investasi dan regulasi yang kondusif dan konsisten, Energi Baru Terbarukan (EBT) terutama Biofuel dikembangkan secara masif.
Lembaga riset ekonomi INDEF menyatakan bahwa investasi sektor energi butuh kepastian selama 20-30 tahun, dan merekomendasikan penyetopan PLT Batubara dan Diesel, serta tingkatkan insentif untuk EBT.
Kepastian ini juga yang menjadi perhatian Energy Working Group Kamar Dagang dan Industri Eropa/Eurocham, di mana investor mencari prediktabilitas dan keterlibatan jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan implementasi ET sebagai upaya untuk penurunan emisi karbon, tumbuhnya konsumsi energi, dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, maka menarik untuk disimak visi dan misi kedua capres dan cawapres terkait dengan ET.
Pasangan 01 menyatakan, sebagai bagian dari melanjutkan revitalisasi industri dan infrastruktur pendukungnya untuk menyongsong Revolusi Industri 4.0, maka akan meneruskan dan mengokohkan pengembangan EBT termasuk memberikan akses kepada rakyat untuk mengembangkan dan mengelola sumber ET.
Pasangan 02, di Program Aksi Bidang Ekonomi, akan memperluas konversi BBM kepada gas dan ET dalam pembangkit listrik PLN. Di Program Aksi Kesejahteraan Rakyat, paslon 02 ingin menjadikan Indonesia negara Adikuasa atau Super Power bidang energi berdasarkan bahan bakar nabati atau ET dengan memberdayakan sebagian besar dari 88 juta hektar hutan rusak menjadi lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, dan bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang sari untuk mendukung kedaulatan energi nasional dan upaya menciptakan lapangan kerja baru.
ADVERTISEMENT
Adanya komitmen dari kedua pasangan untuk pengembangan ET juga seiring dengan pergerakan dari masyarakat yang menginginkan keseriusan dari pemimpin tertinggi negara untuk ET.
Sebanyak 22 organisasi yang bergerak di ET dikoordinasikan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) berharap 8 komitmen dari kedua paslon Pilpres 2019, antara lain untuk mendukung terbitnya UU ET yang saat ini sedang diproses di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menata ulang regulasi untuk memprioritaskan energi terbarukan untuk ketahanan energi nasional, memenuhi komitmen COP 21, melaksanakan amanat Peraturan
PP Nomor 79 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 tahun 2017 dalam hal akselerasi ET, merevisi peraturan-peraturan yang menghambat ET, memperhatikan keekonomian ET dengan menggunakan instrumen fiskal, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada UKM dan memberikan perlakuan yang sama untuk pengembang skala besar dan kecil untuk pengembangan ET.
Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Foto: kumparan
Indonesia yang mempunyai potensi ET yang sangat besar, dengan adanya kebutuhan energi untuk industrialisasi dan transportasi yang besar ke depannya, defisit migas yang harus diatasi, serta sebagai warga negara dunia yang turut berpartisipasi aktif dalam upaya penurunan emisi karbon, harus lebih serius dalam pengembangan ET, dan dipimpin langsung oleh presiden, karena menuntut lintas sektoral untuk penciptaan ekosistem usaha yang kondusif.
ADVERTISEMENT
Visi dan misi kedua pasangan capres dan cawapres terkait ET harus diturunkan menjadi program kerja yang lebih detail, target yang kuantitatif dengan timeline yang jelas, membangun dan melibatkan SDM yang tepat dan sesuai di tempatnya. Kita harus cermat melihat apakah kedua pasangan memahami permasalahan energi yang cukup kompleks, apakah petahana mempunyai keinginan kuat dan program yang jelas untuk memperbaiki kinerjanya karena pengembangan ET saat ini masih mengalami banyak hambatan, dan apakah pesaingnya mampu menawarkan solusi yang bisa mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
ET adalah keniscayaan dan asa untuk Indonesia bisa menjadi negara yang menarik untuk investasi baik dari dalam maupun luar negeri, sehingga rakyat semakin sejahtera dengan adanya lapangan pekerjaan baru, udara lebih bersih, produktivitas meningkat, dan mempunyai daya saing untuk siap menghadapi volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas era globalisasi saat ini. Mari jadikan mimpi mempunyai Presiden pejuang ET menjadi kenyataan!
ADVERTISEMENT
-----------
ANANDA SETIYO IVANNANTO
Pengusaha bidang energi terbarukan
Pengurus Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI)
Pengurus Koperasi Energi Terbarukan Indonesia (Kopetindo)
Pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia
Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Raya