Demokrat Bandingkan Elektabilitas Jokowi dan SBY Jelang Pilpres

13 September 2017 17:04 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan SBY di pernikahan anak OSO (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan SBY di pernikahan anak OSO (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai wajar hasil survei dari CSIS yang menunjukan elektabilitas Jokowi mengalami kenaikan hingga mencapai 50,9 persen. Menurut dia, capres inkumben memang memiliki elektabilitas yang cenderung lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
"Iya biasanya memang inkumben trennya kemungkinan gampang untuk naik dan gampang untuk turun. Jika kinerjanya, responnya kurang bagus dia akan turun lagi," kata Syarief di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
"Jadi memang inkumben itu lebih mudah untuk dideteksi karena ada parameter yang bisa dinilai," imbuhnya.
Namun, dia tak bisa memastikan apakah kenaikan elektabilitas Jokowi tersebut bisa mengamankan kemenangan di Pilpres 2019. Syarief kemudian membandingkan elektabilitas Jokowi dengan elektabilitas SBY saat hendak maju di periode kedua.
Menurut dia, jika elektabilitas sebelum masa kampanye di atas 60 persen maka kemungkinan menang lagi besar. Namun, jika di bawah 60 persen, maka sulit untuk menjamin kemenangan dua periode.
ADVERTISEMENT
"Kita lihat saja nanti hasil surveinya. Waktu SBY, kala itu elektabilitasnya sampai 60 persen. Pada dasarnya kalau 60 persen kemungkinan bisa terpilih lagi. Tetapi kalau di bawah 60 persen agak rendah," ujarnya.
Lebih lanjut, anggota Komisi I DPR ini memprediksi elektabilitas Jokowi bisa turun karena penilaian masyarakat atas kinerjanya.
"Itu tergantung kinerjanya. Kalau kinerjanya bagus naik. Tapi kalau kurang bisa juga turun," tandasnya.
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merilis survei tentang tingkat elektabilitas bakal calon presiden. Hasilnya, Joko Widodo masih unggul dibandingkan mantan rivalnya, Prabowo Subianto.
"Jokowi mengalami kenaikan signifikan dari tahun ke tahun. Kenaikan fantastis dari tahun 2016 ke 2017 dari angka 41,9% ke 50,9%. Sementara Prabowo tak ada kenaikan berarti dari 24,3% ke 25,8%," ucap Peneliti CSIS, Arya Fernandes dalam paparan di Kantor CSIS, Jakarta Pusat, Selasa (12/9).
ADVERTISEMENT
Data itu diperoleh dari survei tanggal 23-30 Agustus 2017 melalui wawancara terhadap 1.000 responden di 34 provinsi. Sample dipilih secara multistage random sampling. Margin of eror +/- 3,1% pada tingkat kepercayaan 95%.