PKS Siapkan Koalisi dengan Gerindra, Demokrat, PAN Hadapi Pilpres 2019

21 Juli 2017 11:55 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prabowo dan Hary Tanoe hadiri milad PKS ke-19. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo dan Hary Tanoe hadiri milad PKS ke-19. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pengesahan Undang-undang Pemilu dalam sidang paripurna yang digelar Kamis (20/7) membuka ruang dibentuknya poros koalisi baru di parlemen dan untuk menghadapi pemilu presiden 2019. Keempat fraksi yang walk out saat pengambilan keputusan, PKS, Demokrat, Gerindra, dan PAN mulai ancang-ancang membentuk koalisi baru untuk menghadapi koalisi pendukung pemerintah yang diisi oleh PDIP, Nasdem, Golkar, PKB, PPP, dan Hanura.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid menyebut koalisi merupakan pilihan yang sangat strategis mengingat masing-masing partai tak bisa mengajukan capres tanpa koalisi dengan ambang batas pemilu presiden mencapai 20 persen.
"Yang jelas kalau pun Mahkamah Konstitusi 20 persen, PKS sangat diterima untuk berkoalisi dengan Gerindra. Karena Gerindra pun enggak bisa maju sendiri, PAN enggak bisa sendiri, Demokrat juga tak bisa. Harus ada koalisi," ujar Hidayat di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (21/7).
Hidayat menyebut komunikasi antar keempat partai itu sudah terjadi. Baik dalam hal lobi maupun strategi untuk mengajukan gugatan UU Pemilu yang baru disahkan ke Mahkamah Konstitusi.
Di antara ketiga partai itu, PKS mengaku paling intens berkomunikasi dengan Gerindra. Mengingat keduanya berkoalisi dalam Pilgub DKI Jakarta dan Banten serta beberapa wilayah lainnya.
ADVERTISEMENT
Untuk PAN atau Demokrat, PKS menegaskan tetap harus menyertakan Gerindra. Sebab, untuk mencapai ambang batas 20 persen, PKS harus menyatukan suara dengan Gerindra.
"Kalau dengan PAN, tetap harus melibatkan unsur Gerindra, skenario dengan dua partai. Kami dengan Gerindra sudah lebih," ujar Hidayat.
Namun, Hidayat masih berharap Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan UU Pemilu yang sudah disahkan. Dengan begitu tidak perlu ada syarat presidential threshold 20 persen.
"Insyaallah tidak 20 persen. MK belum bersidang dan yang mengajukan belum ada. Kami justru berharap MK betul-betul menegakkan konstitusi," ujar Wakil Ketua MPR ini.