Begini Cara Menghadapi Suami atau Istri yang Banyak Tuntutan

5 September 2017 18:45 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pasangan menikah. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan menikah. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Pertengkaran antar pasangan kekasih atau suami istri mungkin sudah sering dialami oleh kebanyakan orang. Perbedaan pendapat biasanya menjadi hal paling dasar yang memicu pertengkaran terjadi.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata tak hanya perbedaan pendapat saja yang memicu pertengkaran, berbagai tuntutan dari salah satu pihak pun kadang menjadi pemicu pertengkaran besar. Bahkan, kadang pertengkaran itu bisa berujung pada kematian.
Hal inilah yang dialami oleh Indria Kameswari, pegawai BNN Lido yang tewas di tangan suaminya sendiri, Abdul Malik Azis. Menurut keterangan polisi, Abdul tega membunuh sang istri lantaran pertengkaran yang terus menerus mereka alami karena banyaknya tuntutan yang diinginkan oleh Indria.
Dalam rekaman yang beredar luas, tampak Indria menuntut rumah dan mobil mewah kepada Abdul. Bahkan, tak segan-segan Indria melontarkan cacian kasar kepada sang suami.
Lalu, bagaimana sebenarnya sikap yang tepat ketika istri atau suami menuntut hal berlebihan seperti kasus di atas?
Ilustrasi keluarga bahagia. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga bahagia. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Psikolog Liza Marielly Djaprie, menuturkan bahwa setiap pasangan harus mengetahui kemampuan masing-masing. Jangan memaksakan hal yang sebenarnya tidak bisa mereka lakukan.
"Kadang-kadang ada hal-hal yang benar dan salah tidak perlu dijabarin lagi. Standarnya bagaimana, apakah kita harus foya-foya seperti itu. Sebenarnya harus dipahami seluruh orang saja," tutur Liza kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (5/9).
"Misalnya seperti saya punya 4 anak nih, apakah perlu membeli mobil yang besar dan cukup untuk sekeluarga. Saya pasti akan berbicara baik-baik dengan suami, cari jalan keluarnya. Tapi semuanya balik lagi sesuai kemampuan masing-masing," contohnya.
Lebih lanjut, Liza menuturkan jika komunikasi antara suami istri pun harus baik, harus terus menerus. Namun, jika komunikasi tersebut dirasa sudah tidak memungkinkan dan salah satu pihak tetap menuntut terus menerus, ia menyarankan untuk jangan dipaksakan.
ADVERTISEMENT
"Kadang-kadang kita sudah sampai di satu titik yang membuat merasa cukup sampai di sini. Jangan dipaksakan karena sesuatu yang dipaksakan tidak baik untuk kedepannya," ujar Liza.
Menurut Liza, hubungan yang dipaksakan pun kedepannya akan membuat buruk psikologis anak. "Ya kalau sudah benar-benar tidak ada jalan keluarnya untuk apa dipaksakan. Toh jika mereka punya anak misalnya, anak juga akan mendapatkan pengalaman buruk akibat hal ini," terang Liza.