Bukan Dimakan, Awalnya Kue Pengantin Dibuat untuk Dilempar

4 April 2017 11:35 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cover tradisi kue pengantin (Foto: thinkstock)
Jika kamu menghadiri sebuah pesta atau resepsi pernikahan, pemandangan kue pengantin cantik yang tinggi menjulang pasti sudah jamak kamu temui. Biasanya, kue pengantin berwarna putih dan dihasi dengan aneka ornamen cantik. Seperti bunga yang terbuat dari icing, manik-manik indah yang bisa dimakan, hingga tempelan kristal nan super cantik.
ADVERTISEMENT
Kue pengantin terdiri dari beberapa cake yang disusun bertingkat hingga menjulang tinggi ke atas. Dengan segala keindahannya, kue pengantin ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang, lho.
Tradisi kue pengantin sendiri telah ada sejak zaman Romawi kuno. Bukannya dimakan, kue pengantin Britania pada zaman dahulu dihancurkan untuk melempar tubuh kedua mempelai tersebut. Tradisi ini melambangkan sebuah harapan bahwa keduanya subur dan segera bisa memperoleh keturunan.
Pada era ini, juga terdapat seremoni atau ritual pemecahan roti gandum di atas kedua kepala mempelai, sebagai simbol dari kemakmuran serta keberuntungan. Setelah itu, pengantin dan seluruh tamu undangan bersama-sama mengonsumsi pecahan roti tersebut untuk memperoleh nasib baik.
Pada abad pertengahan Inggris, kue pengantin sempat terbuat dari berbagai kue dan hadiah yang dibawa oleh pengantin. Semuanya akan ditumpuk menjulang ke atas.
ADVERTISEMENT
Makin tinggi kue tersebut, maka semakin makmur pula kehidupan yang akan dijalani oleh sang pengantin kelak. Keduanya harus berciuman di depan kue tersebut.
Sedangkan di Yorkshire, pada mulanya pie dikenal sebagai kue pengantin. Pie ini terbuat dari telur, daging cincang, buah, kacang, dan dilapisi oleh kulit pastry. Seluruh tamu yang hadir harus mencicipi pie tersebut. Jika menolak, ia dianggap tak sopan dan kasar.
Sebuah cincin diselipkan dalam potongan pie tersebut, dan perempuan yang menemukannya berarti akan segera menikah. Tradisi yang mirip dengan pelemparan buket bunga ini masih terus dilakukan di beberapa wilayah Inggris hingga abad ke-19.
Sejak abad ke-17, pie perlahan-lahan mulai digantikan posisinya dengan kue pengantin yang kita kenal seperti saat ini. Kue pengantin mulai dibuat dengan menggunakan icing putih yang terbuat dari putih telur dan gula. Icing ini dulunya dikenal dengan nama 'bliss'.
ADVERTISEMENT
Mrs. Raffald dari Inggis jadi orang pertama yang menggabungkan kue pengantin, pasta almond, dan royal icing dalam satu kue. Kue berisi buah, yang menjadi simbol kesuburan dan kemakmuran, secara mendadak berubah menjadi pusat perhatian dalam sebuah pesta pernikahan.
Warna putih pada kue pengantin melambangkan kemurnian dan keperawanan, sebuah hal maha penting pada era Victoria. Karena pada masa itu gula berharga mahal, kue pengantin besar yang menggunakan banyak icing juga dianggap sebagai lambang status sosial yang tinggi.
Saat menikah, Ratu Victoria dan Pangeran Albert menggunakan icing berwarna putih untuk menghiasi kue pengantin mereka. Sejak saat itu, icing ini dikenal dengan sebutan 'Royal Icing'.
Zaman semakin berkembang, dan bentuk kue pengantin pun semakin beragam. Kini, kue pengantin tak hanya berwarna putih saja, namun bisa dari warna apa saja, semua tergantung dari keinginan si mempelai.
ADVERTISEMENT
Karena berukuran sangat besar dan bertingkat-tingkat, kue pengantin saat ini tak lagi 100% terbuat dari kue asli. Sekitar 70% merupakan hiasan atau dekorasi belaka.
Disusun secara bertingkat ke atas, kedua mempelai kini secara simbolis akan memotong kue pengantin secara bersamaan. Hal ini melambangkan kebersamaan keduanya dalam mengarungi suka duka kehidupan.
Setelah itu, kedua mempelai akan saling menyuapkan potongan kue satu sama lain. Ini melambangkan bahwa keduanya makan bersama untuk pertamakalinya sebagai sepasang suami istri.
Kue pengantin tersebut akan dipotong dan dibagikan kepada tamu-tamu yang ada, melambangkan bahwa keduanya hendak berbagi kebahagiaan kepada semua orang.