Buka Sawah Baru, Negeri Agraris Hilang?

Andi Muhammad
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Wakil Menteri Kebijakan Publik BEM FISIP UB 2020
Konten dari Pengguna
2 Mei 2020 10:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andi Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Presiden Jokowi (BPMI Setpres)
Ditengah masa pandemi virus corona atau biasa disapa COVID-19, Presiden Joko Widodo meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk segara membuka lahan baru untuk area persawahan sebagai bentuk antisipasi dalam menangan ancaman pangan yang terjadi sebagai dampak virus corona ini. Hal ini juga merupakan respon pemerintah Indonesia atas peringatan Organisasi Pangan Dunia (FOA) tentang potensi krisi pangan di tengah pandemi tersebut.
ADVERTISEMENT
Atas perintah presiden Jokowi tersebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan ada sekitar 900.000 ribu hektar yang siap difungsikan. Instruksi untuk membuka sawah baru ini bukan hanya sebagai respons atas peringatan FOA namun lewat video conference Presiden Jokowi memberikan data ada beberapa bahan pokok yang mulai defisit dibeberapa provinsi, seperti beras yang defisit di 7 provinsi, jagung di 11 provinsi, cabe rawit di 19 provinsi hingga bawang putih yang mengalami defisit di 31 provinisi.
Bahan pokok yang mengalami defisit dan instruksi presiden untuk membuka sawah baru menunjukan bahwa Indonesia mulai kekurangan lahan pertaniannya sehingga untuk menutupi defisit pangan dibutuhkan lebih banyak lahan pertanian. Lalu apa kabar negara yang dicap sebagai negeri agraris ini? Bagaiamana hal itu bisa terjadi sehingga negara agraris kehilangan lahan pertaniannya dan kekurangan bahan pangan di masa pandemi?
Petani yang bekerja di lahan pertanian milik Bagas Supratman di Teluk Naga, Tangerang. Foto: Abdul Latif / Kumparan
Ahli Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
ADVERTISEMENT
Lahan adalah sumber daya alam yang sangat penting dalam menopang pembangunan di suatu negara, Hampir semua sektor dalam pembangunan membutuhkan lahan dalam pelaksanaannya seperti sektor pertanian, perdagangan, industri dan infrastruktur. Dalam sektor pertanian lahan memiliki peran yang sangat penting dalam bagian produksi agar dapat menghasilkan kebutuhan pangan bagi setiap masyarakat.
Mengingat betapa pentignya luas lahan untuk setiap sektor, pertumbuhan ekonomi yang cepat dibeberapa sektor sehingga terjadi peningkatan kebutuhan lahan pembangunan yang membuat permintaan akan kegunaan lahan meningkat namun keteresediaan lahan sangat lah terbatas ditambah lahan adalah salah satu faktor produksi yang tidak dapat di produksi manusia. Dikarenakan peningkatan permintaan kegunaan lahan itu lah beberapa lahan harus mengalami ahli fungsi.
ADVERTISEMENT
Salah satu jenis lahan yang mengalami ahli fungsi paling signifikan adalah lahan pertanian yang di ahli fungsikan menjadi lahan non pertanian seperti tambang, pembangunan infrastruktur dan perhotelan. Hal ini terjadi karena pengunaan lahan non pertanian memiliki land rent atau harga sewa maupun harga jual lebih tinggi dibandingkan lahan pertanian hal ini yang menyebabkan banyak pemilik lahan mengkonversikan lahannya.
Motif ekonomi seperti itu memiliki dampak kepada menurun nya luas lahan pertanian. Lahan sawah misalnya di tahun 2015 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memiliki luas lahan sawah mencapai 8.087.393 Hektar . 5 tahun kemudian tahun 2020 Badan Pertanahan Nasional merilis bahwa di tahun 2019 Indonesia memiliki 7.463.948 Hektar. Terjadi penurunan sekitar 623.445 Hektar. Kemudian menurut Statistik Data Lahan milik kementrian pertanian Indonesia tahun 2018 lahan pertanian non sawah Indonesia mengalami penurunan sekitar 1.396.352 Hektar. Dari awalnya tahun 2017 memiliki luas sekitar 29.121.269 Hektar dan menurun di tahun 2018 menjadi 27.724.917 Hektar.
ADVERTISEMENT
Menurun nya luas lahan pertanian adalah salah satu dampak dari ahli fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang juga berdampak pada produksi pangan negeri ini
Sertifikasi Tanah untuk Siapa? (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Konflik Agraria
Dapat diartikan bahwa konflik agraria adalah konflik yang berhubungan dengan lahan atau tanah. Konflik agraria dapat terjadi karena adanya penguasaan atas lahan serta perbutan sumber daya alam di dalamnya. Di Indonesia sepanjang tahun 2018 Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terjadi 410 kasus konflik agraria. Kemudian jika diakumulatifkan selama 2014 – 2018 kepemimpinan Jokowi dan Jusuf Kalla terjadi sekitar 1.769 konflik agrarian. Dalam akumulasi nya sekira telah terjadi nya 144 kasus di sector perkebunan dan 53 kasus di sector pertanian.
ADVERTISEMENT
Konflik agraria di Indonesia sering kali terjadi dipicu oleh keputusan ataupun kebijakan pejabat publik dalam meneatpkan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dimana dalam setiap pengambilan keputusan nya seringkali tidak adil terhadap hak – hak rakyat kecil.
Salah satu wujud nyata konflik agraria yang terjadi di Indonesia adalah konflik agraria di sebuah desa di kecamatan Sumbermanjing Wetan, kabupaten Malang bernama Tegalrejo. Warganya sedang bersengketa dengan PT. Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII). Perjuangan yang tergabung dalam Serikat Pejuang Petani Tegalrejo (SPPT) dalam catatan hukum yang ada Tegalrejo legal dan mendapatkan hak reclaim nya atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen yang memenangkan gugatan perdata warga Desa Tegalrejo atas PTPN XII dengan nomor perkara 93/pdt.G/2019/PN Kpn. Namun sangat disayangkan pada tanggal 29 Februari 2020 SPPT mendapatkan intimidatif kembali dari Brimob. Masih belum jelas motif pengerusakan tersebut karena saat dipergoki aparat kepolisian tidak memberikan alasan.
ADVERTISEMENT
Alih-alih focus dalam melakukan produksi pangan petani tegalrejo justru harus berurusan dengan banyak hal mulai dari proses hukum demi mendapat hak atas tanah mereka ditambah perilaku intimidatif apparat yang mereka dapatkan. Tegalrejo hanya salah satu dari sekian banyak konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Nyata nya langkah presiden Jokowi membagikan sertfikat tanah yang diklaim sebagai implementasi reforma agraria masih menjadi macan kertas belaka.Karena seharusnya cap negara agraris benar terwujud tanpa rasa miris para petani.
Negara Agraris
Seperti yang tertulis dalam buku pelajaran siswa Sekolah Dasar (SD) bahwa selain dicap sebagai negara maritim Indonesia juga dicap sebagai negara agraris. Yang artinya pertanian menjadi sector yang sangat diandalkan di negara agraris. Namun faktanya sebagaimana yang saya lihat tidak lah seperti itu. Negeri agraris mana yang kesulitan bahan pangan. Negeri agraris mana yang mengalami penurunan luas lahan sawah. Negeri agraris mana yang petani nya harus hidup miris untuk bercocok tanam. Jika memang pemerintah serius dalam memajukan sector pertanian dan mempertahankan cap sebagai negara agraris setelah pandemic ini berlalu pemerintah harus memastikan peraturan yang ada seperti Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria terimplementasikan dengan baik di daerah daerah Pemerintah harus pula memastikan pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria di tingkat provinsi dan kabupaten sesuai dengan amanat Perpres Nomor 86/2018 demi menuntaskan berbagai sengketa tanah di berbagai daerah. Andaikan dari awal sebelum masa pandemi virus corona seperti sekarang hal hal yang melindungi sektor pertanian atau agraria berjalan dengan baik kita tidak perlu khawatir tentang kebutuhan pangan bahkan sampai harus membuka lahan sawah baru.
ADVERTISEMENT
Hal ini menjadi refleksi bagi kita semua apakah cap negeri agraris di buku pelajaran siswa SD patut dipertahankan atau justru direvisi. Semoga masa sulit ini cepat berlalu.