
Sastrawan Nukila Amal pernah menulis cerpen hebat berjudul “Sirajatunda ”. Cerpen itu mengisahkan tentang seorang pengarang besar (setidaknya dalam pikirannya sendiri) yang tidak kunjung berhasil menyelesaikan magnum opus-nya karena selalu menunda-nunda. Si pengarang menghabiskan waktu dua jam untuk mengatur ketemaraman lampu di kamar kerja, lalu empat jam berikutnya untuk minum kopi dan mendengarkan lagu-lagu yang sekiranya mampu menaikkan mood. Cerita ditutup dengan rasa frustrasi pengarang karena gagal menulis satu kalimat pun.
Kebiasaan menunda agaknya memang musuh banyak orang. Kalau Anda bikin survei tentang resolusi tahun baru, boleh jadi banyak orang akan memasukkan “berhenti menunda-nunda” ke dalam daftar mereka. Logikanya, jika berhenti menunda-nunda, urusan akan lebih lancar dan kesuksesan di depan mata. Tapi, benarkah demikian?
Kita mulai dengan mengapa persisnya orang suka menunda-nunda. Ini adalah topik riset yang marak diteliti di berbagai bidang ilmu mulai dari psikologi, neuroscience, sampai kajian media. Keberadaan media sosial jelas berperan penting dalam memberikan stimulus-stimulus singkat yang gampang karena tinggal scroll pakai jempol.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814