Saya tinggal di Ciputat, persisnya di sebuah perumahan yang terletak di antara Bintaro dan Bumi Serpong Damai (BSD). Kalau berkendara ke Jakarta, saya biasa melewati kawasan Jombang-Kampung Utan yang tembus ke Jalan Haji Juanda. Sementara jika hendak ke BSD, saya melewati kawasan Ciater yang mengarah ke Pasar Modern dan Sekolah Santa Ursula. Jombang-Kampung Utan dan Ciater punya persamaan: sejauh mata memandang, kafe-kafe bertebaran.
Pada suatu akhir pekan, saya pernah iseng mencatat ada berapa kafe di sepanjang jalan dari bundaran Ciater sampai lampu merah Pasar Modern BSD yang jaraknya kurang lebih empat kilometer. Hasilnya, kalau ditotal sebelah kiri dan kanan jalan, ada belasan tempat ngopi. Di kawasan Jombang-Kampung Utan pun kurang lebih sama, apalagi di situ ada area kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang ramai anak muda.
Kafe-kafe ini umumnya punya ciri yang mirip: mungil, interiornya cocok untuk tempat foto-foto, dan namanya (dengan segala hormat kepada Sukab dan Alina) senja-senja-gimana-gitu. Sejak kesuksesan jaringan kafe “Janji Jiwa” dan “Kopi Kenangan”, tampaknya banyak pemilik kafe yang ikut-ikutan menamai tempat usahanya dalam bahasa Indonesia baku. Nama yang dipilih biasanya syahdu, mengandung kata “jiwa”, “hati”, “kenangan”, “memori”, “pulang”, “arah”, dan kata-kata sejenis yang menimbulkan efek haru. Salah satu kafe bahkan diberi nama “Kopi Sendiri”. Mungkin maksudnya mau menormalisasi ngopi sambil nangis.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814