Cerita dari Lapangan: Helmi Tersangka Pembunuh dan Fadli Penjual Donat

Andreas Ricky Febrian
Reporter Liputan Khusus Kumparan
Konten dari Pengguna
23 November 2017 22:43 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andreas Ricky Febrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari ini dimulai dengan penugasanku, meliput kasus pembunuhan di Cawang, Jakarta, Timur. Menerima penugasan semalam aku merasa sangat bahagia, akhirnya aku mendapatkan berita yang terpaut dengan aksi.
ADVERTISEMENT
Tiga hari lalu, usai mengawal Setya Novanto keluar dari RSCM, aku mendapat penugasan untuk berkenalan dengan kontributor di Polsek Jatinegara, Jakarta Timur.
Tidak ada aksi kecuali kebakaran di hari pertama, berjam-jam setelahnya aku hanya mendengar kisah dari para kontributor yang terpaut dengan kredit rumah, kredit motor, kualitas kuah rumah makan Padang dan menyaksikan mereka bermain game Counter Strike. Maklum saja, usia mereka 10 sampai 15 tahun lebih tua dariku. Ketika aku bertanya info, mereka hanya bersandar dan berujar, "lagi sepi," sembari menghembuskan asap rokok. Kegiatan tersebut berlangsung sampai Rabu.
Kamis ini aku menyaksikan agenda rekonstruksi pembunuhan. Sebuah hal yang aku rindukan, adu siku dengan kameramen televisi, termasuk beberapa kenalan kontributor dari Polsek.
ADVERTISEMENT
Benar saja, begitu sang pelaku datang, semua wartawan televisi itu blingsatan mencari tempat paling depan. Aku telah belajar dari kerasnya liputan di KPK, kala itu aku jatuh tergulung akibat desakan dari kameramen televisi yang berbadan besar. Anehnya aku tertawa. Seru sekali!
Cepat aku kirim foto dan pantauan awal, karena terpantau rival sudah mencibir kehadiranku. Sayangnya, wartawan tidak diperkenankan masuk dan mengikuti proses jalanya rekonstruksi, jadilah kami menunggu di luar tempat rekonstruksi pembunuhan tersebut. Sekali lagi aku bersua dengan beberapa kenalan kontributor, dan mulailah pembicaraan mereka seputar reporter mana yang paling cantik.
Kami kembali blingsatan mengambil gambar sang tersangka, Helmi, yang sedari tadi menutupi wajahnya. Bahkan ia sempat menangis ketika dikerumuni wartawan. "Enggakk mauuu," katanya. Sontak hal tersebut membuat warga yang menonton berteriak, "Huuuuu, liatin mukanya, Pak!"
ADVERTISEMENT
Acara tersebut berakhir pada pukul 12:45 siang hari. Koordinasi singkat dengan redaksi, kirim berita, kemudian aku tolakkan motor ke Polsek Jatinegara. Lumayan, makan siang di sana murah.
Pukul 15:45 telepon genggam saya bergetar. Saya lihat, pengirimnya adalah kordinator liputan hari ini, sumringah saya mendapat. Semoga penugasan demonstrasi, atau penggrebekan, yang penting ada sesuatu di lapangan, tidak hanya berdiam di Polsek Jatinegara ini. Rupa-rupanya datang perintah liputan ke Cibubur. Duh Iyung! - kata orang Jawa. Cibubur saya tidak pernah kesana, dengar namanya pun jarang.
Perintah liputan kali ini harus menemui bocah kecil, yang berdagang donat seusai sekolah. Saya pacu motor mengejar waktu, agar bisa bertemu sang adik penjual di jalan sebelum ia pulang. Sebelumnya terima kasih pada kantor, fasilitas nya sangat berguna, karena di gawai saya yang lama aplikasi peta berjalan begitu lambat.
ADVERTISEMENT
Pukul 16:30 saya sudah sampai di Cibubur. Berhenti membaca peta, kemudian sampai di kawasan biasa sang adik menjajakan pengananya. Tak lama saya temui sang adik penjual sedang berjalan pulang di trotoar. Ia berbaju hijau, dan bercelana motif darah mengalir ala Kopasus. Lega rasanya, sangat lega sekali, mengingat satu-satunya penduduk adalah foto sang adik dan tempat biasa ia berdagang.
Saya parkir motor, duduk di sebelahnya, sedikit salah tingkah saya karena aksen bahasa "Jakarta-an" saya belepotan. Saya putuskan beli dua buah donat darinya, tenang saja ia mengambil donat dari tempat nya, mencampurkan gula halus, dan memberikan pada saya. Tidak tahu ia, bahwasanya saya baru pertama kali melewati kawasan tersebut. Ia juga tidak tahu, betapa leganya saya berhasil menjumpainya.
ADVERTISEMENT
Dua buah donat saya makan, saya tawarkan padanya sebuah donat. Fadli, nama sang adik ini hanya tertawa, "udah tiap hari bang" ujarnya, sayapun tertawa. Disitu saya ngobrol dengan fadli, perihal omset dan kehidupanya yang berbeda dengan kawan-kawanya. Kata pamungkas ia ucapkan, "Gak pengen kaya yang lain, dagang aja lebih enak, dapet duit," sebuah tamparan keras bagi saya, yang saat menginjak semester pertama kuliah masih meminta orang tua.
Menjelang senja, satu dua pelanggan Fadli berdatangan, saya menyaksikan kegiatanya. Satu yang saya kagum, tidak ada raut kelelahan dari bocah gempal ini. Akhirnya saya tawari dia tumpangan untuk pulang, sebuah PR bagi saya, mengingat sepeda motor saya adalah sepeda motor matic yang tak mempunyai ruang cukup untuk mengangkut kotak donat Fadli serta gerobaknya.
ADVERTISEMENT
Percobaan pertama kacau, kotak donat fadli terbuka, 4 buah donat jatuh berserak. Fadli tertawa, dan saya pun juga tertawa, pahit. Akhirnya saya bayar semua kerugian Fadli akibat keteledoran saya. Percobaan kedua, kami bekerjasama menaikkan Fadli, kemudian gerobaknya serta kotak donatnya. Kali ini lancar, saya berhasil antar pulang Fadli ke rumahnya.
Di rumah Ibu Fadli kaget, "Enak banget dianterin," ujar Sumarsih, Ibunda Fadli. Saya hanya tersenyum, dan Fadli tersipu malu, ia bergegas masuk, menyantap makan dengan sup dan tahu sumedang, cepat ia habiskan makananya, lantas bergegas pergi mengaji. Tinggalah saya disana beserta Ibu dan Bapak Fadli, mereka bangga dengan Fadli, sangat Bangga.
Keluarga Fadli tidak terlampau sengsara menurut saya, mereka punya televisi, ruang keluarga, dan kipas angin. Meskipun, kamar mereka hanya terbuat dari sekat-sekat papan kayu. Namun yang menarik adalah, kemauan Fadli untuk berdikari sejak dini. Ia tidak mau bergantung dengan orang tua sejak kelas 2 SD. Bandingkan dengan saya, saat kelas 2 SD, saya masih gemar untuk menuntut bapak saya membelikan sebuah Dynamo Tamiya.
ADVERTISEMENT
Kisah Fadli ini ternyata telah banyak diketahui pesohor dalam negeri, Master Deddy Cobuzier, pernah mengundang Fadli dalam acara nya. Ia mengerjai Fadli, dengan memberikan pertanyaan hitung-hitungan produksi donat Fadli, dari dapur sampai laba ruginya
Ibunya mengenangkan acara itu, dimana Fadli mampu menjawab nya, namun dengan kebingungan dan membuat sang mentalis tersebut tertawa terpingkal-pingkal. Lalu ada juga Zaskia Gotik,ia datang bersama sebuah acara entertainment, memberikan simpati pada Fadli, yang menurut saya tidak perlu dilakukan, karena Fadli sudah kuat berdagang di jalanan.
Ibu Sumarsih menceritakan, Fadli menjadi terkenal semenjak itu. Zaskia Gotik membantu Fadli berjualan donat. "banyak yang meminta foto bareng Zaskia, dan banyak juga yang beli," kenang Sumarsih. Fadli juga pernah datang ke acara Andre Taulani. Baru-baru ini ia kelarkan shooting bersama Randy dan Kimberly di kota wisata Cibubur.
ADVERTISEMENT
Fadli merupakan sebuah potret bahwa Kids Zaman Now masih mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, tanpa gadget yang mahal. Yang membedakan adalah tekad. Sepanjang perjalanan pulang saya berpikir, bagaimana bisa anak sekecil itu memiliki tekad membantu kedua orang tuanya.
Ia telah cukup mengerti beban ekonomi kedua orang tuanya, suatu hal yang baru saya mengerti di penghujung SMA. Ia tidak berminat bermain gawai, ia bercita jadi Polisi dan menaiki sepeda berputar-putar kampung kala libur berdagang, dan sejak dini ia telah persiapkan impian tersebut. Kotak kayu telah dipersiapkan Ayahnya bagi Fadli untuk menggapai mimpinya. Terima kasih Fadli atas pengajaranmu, pepatah berbahasa Jawa berkata "Kebo Nyusu Gudel, yang tua belajar kepada yang muda".
ADVERTISEMENT
Hari ini menurut saya lumayan seru dan melelahkan. Namun, seperti kata Bonn Scott dalam tembang "It's A Long Way To The Top If You Wanna Rock N Roll". Liriknya berujar: I tell you folks, it's harder than it looks. It's the long way to the top if you wanna rock 'n' roll!
Pekerjaan sebagai wartawan adalah pekerjaan yang rock n' roll, Anda harus sekeras batu terhadap tekanan dan siap untuk rolling dalam waktu kapan saja.