Strukturalisme dan Kehendak Buta Menyelimuti KDRT

Konten dari Pengguna
20 November 2022 16:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angelina Callysta Laras Damayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang mengakibatkan kesengsaraan fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran. Menimbulkan penderitaan fisik dan mental di luar batas dalam rumah tangga yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga di antaranya adalah karena perselingkuhan, masalah ekonomi, pihak ketiga, perjudian, dan perbedaan pendapat.
ADVERTISEMENT
Bentuk kekerasan yang dialami oleh ​survivor atau seseorang yang selamat atau bebas dari KDRT adalah kekerasan fisik seperti menampar, mencengkeram, dan menendang. Lalu kekerasan psikis berbentuk verbal, seperti mengancam dan penelantaran dalam rumah tangga. Beberapa dari mereka secara diam-diam menanggapi kekerasan yang mereka alami. Hal ini terjadi karena mereka tidak ingin sesuatu yang lebih serius terjadi dan berlarut-larut dalam masalah tersebut. Beberapa dari mereka juga ada yang tidak hanya diam saja, tetapi juga menentang sang suami sebagai bentuk pembelaan diri.
Tindakan kekerasan ini tentunya memiliki dampak negatif. Dampak yang akan terjadi pada korban diantaranya trauma dan depresi. Selain memengaruhi kesehatan mental seseorang, KDRT juga memengaruhi kesehatan fisik. Dan hal tersebut bisa berdampak bagi anak, karena orang tua bisa saja melakukan kekerasan terhadap sang anak sebagai bentuk emosi dan pelampiasan nantinya.
ADVERTISEMENT
Ada sepasang selebriti yang akhir-akhir ini tengah menggemparkan Indonesia karena suaranya yang merdu serta hubungan rumah tangganya yang terlihat begitu harmonis. Kabarnya, sang suami tahan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan setelah menjalani proses pemeriksaan mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap sang istri. Peristiwa KDRT tersebut diketahui terjadi sekitar dua kali pada pukul 02.00 WIB dan pukul 10.00 WIB.
Dikabarkan berawal dari perselingkuhan sang suami yang diketahui oleh sang istri. Sang istri pun merasa kecewa dan minta untuk dipulangkan ke rumah orang tuanya. Mendengar hal itu, justru menyulut emosi sang suami sehingga terjadilah kekerasan. Dengan penuh emosi, sang suami mendorong sang istri hingga jatuh ke lantai, kemudian menyeret dan membantingnya ke kasur lalu mencekik leher sang istri menggunakan kedua tangannya.
ADVERTISEMENT
Setelah itu mereka perlahan mulai saling meredakan emosi satu sama lain dan kekerasan tersebut pun tidak berlanjut. Hingga keesokan harinya, sang istri kembali meminta untuk dipulangkan ke rumah orang tuanya yang dimana hal tersebut justru kembali menyulut amarah sang suami. Dan lagi-lagi, kekerasan itu ia berikan kepada sang istri. Ia menarik tangan sang istri ke arah kamar mandi dan membantingnya ke lantai. Setelah kejadian kekerasan tersebut, sang istri langsung melaporkan suaminya ke pihak yang berwajib serta mengajukan tuntutan tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Pemeriksaan terus berlanjut kepada sang suami hingga pihak kepolisian menyatakan bahwa sang suami telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga. Setelah mengumpulkan beberapa bukti yang didapat, sang suami pun terancam hukuman pidana 5 tahun penjara. Sang suami sempat mengelak dan tidak menghadiri panggilan karena alasan kesehatan mental, namun pada akhirnya pihak kepolisian tetap menetapkan sang suami sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
KEHENDAK BUTA DAN STRUKTURALISME
Dalam filsafat, Schopenhauer menggemari pemikiran idealisme Plato dan Immanuel Kant, filsafat India, serta filsafat Buddha. Ia menentang aliran filsafat Hegel dan pencetus idealisme kehendak dan idealisme romantis. Schopenhauer menyatakan bahwa pada hakikatnya realitas bersumber pada suatu kehendak buta yang tidak memiliki arah tertentu.
Bahwa dasar keberadaan segala sesuatu bukan bersifat rasional atau kesadaran melainkan sesuatu yang tidak rasional dan tidak sadar. Dorongan buta itu tidak memiliki tujuan tertentu yang terarah dan jelas. Kehendak tersebut terus-terusan mendorong tanpa tujuan, melewati macam-macam taraf realisasi, sampai taraf realisasi tertinggi yaitu manusia.
Pemikiran Schopenhauer tentang kehendak buta ini merupakan sesuatu yang tidak berhubungan dan tidak berarah tujuan pasti. Kehendak buta dalam diri manusia merupakan penggerak hidup yang mewujudkan diri dalam gairah dan naluri. Manusia merupakan perwujudan kehendak buta untuk hidup, nafsu buruk manusia merupakan representasi langsung dari kehendak.
ADVERTISEMENT
Para pemikir teori strukturalis adalah Levi-Strauss, Roland Barthes, Michael Foucault, Jacques Lacan, dan Derrida. Kelima filsuf strukturalis tersebut menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang dibatas oleh suatu struktur atau sistem yang mempengaruhi kesadarannya baik secara sadar maupun tidak.
Aliran yang mengkaji pola fundamental yang ada dalam bahasa, agama, sistem ekonomi dan politik serta karya sastra. Strukturalisme ini digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan yang digunakan untuk membahas manusia dalam pola psikologis tak sadar yang memandu tindakan manusia. Manusia tidak dikendalikan oleh unsur kesadaran, melainkan unsur bawah sadar atau ketidaksadaran. Ketidaksadaran itu sendiri adalah sebuah struktur yang mengendalikan manusia dan manusia telah tergeser dari pusatnya.
Pernikahan sebagai bentuk ikatan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Adanya aturan yang harus diikuti dan dipatuhi dalam hubungan tersebut yang menjadi bahan studi bagi aliran filsafat strukturalisme. Karena strukturalisme bukanlah suatu iman atau keyakinan, melainkan suatu metode penelitian, suatu cara pendekatan yang unik dan cara mendeskripsikan data-data yang tengah diteliti.
ADVERTISEMENT
PANDANGAN SCHOPENHAUER DAN JOHN STURROCK
Hubungan antara teori kehendak buta milik Schopenhauer dalam fenomena Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu dimana sebuah pasangan suami istri yang terlibat dalam kekerasan tersebut adalah kehendak yang tidak terpenuhi. Kehendak yang ada di dalam diri sang suami adalah kehendak untuk reproduksi dan kehendak untuk emosi.
Sang suami melakukan perselingkuhan tersebut atas dasar daya tarik seksualnya. Daya tarik tersebut muncul karena keinginan untuk memiliki apa yang tidak dimiliki oleh sang istri. Ia juga kurang bisa menerima bahwa perselingkuhannya harus diketahui sang istri, maka dari itu ia menggunakan kehendak untuk emosi.
Merasa kehendaknya tidak terpenuhi, sang suami mulai melakukan hal-hal gila hanya untuk memenuhi kehendaknya. Kehendak yang secara terus menerus mendorongnya, memunculkan keinginan, gairah, dan nafsu buruk yang menggerakkan diri mereka untuk memenuhi keinginan yang dimana hal tersebut dapat memberikan dampak negatif.
ADVERTISEMENT
Ada seseorang yang harus menderita akibat kekerasan yang dilakukan sang suami tersebut, yakni istrinya. Seperti apa yang telah kita baca pada artikel di atas, bahwa kekerasan dalam rumah tangga tersebut terjadi karena kehendak buta. Kehendak buta yang dilakukan itu hanya bersifat sementara dan tidak akan terpuaskan.
Sang suami akan terus melakukan kekerasan itu untuk memenuhi kehendak serta keinginannya serta pembelaan diri. Sang suami hanya melakukan hal yang sia-sia. Yang ia lakukan adalah atas dasar emosi dan ketidaksadarannya dalam berperilaku dan membuat sang istri menjadi korban kekerasannya, karena ia sudah diselimuti oleh kehendak untuk emosinya.
Di sini, kehendak seolah-olah berperan sebagai gaya hidup dan perilaku manusia berdasarkan kehendaknya. Bergerak secara tidak sadar, berperilaku tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Amukan sang suami itu sebuah kehendak yang tidak terpenuhi. Karena ia berusaha sekeras mungkin untuk memenuhi kehendak untuk reproduksinya tersebut, maka dari itu hal yang ia dapatkan bukanlah kebahagiaan ataupun kepuasan, melainkan penderitaan serta kekacauan akibat perbuatannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam Strukturalisme menurut John Sturrock, strukturalisme digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan. Tetapi, fenomena yang terjadi di atas menggambarkan bahwa tidak adanya unsur nilai-nilai kemanusiaan pada sang suami. Ada beberapa tindakannya yang pola-pola psikologis tidak sadar yang menggerakkan tindakannya. Mulai dari membanting, menyeret, serta mencekik sang istri merupakan hal di luar kendali dan bukanlah hal yang bisa ditoleransi.
Karena pada dasarnya manusia dikuasai oleh ketidaksadaran, begitu juga dengan sang suami yang sudah dikuasai oleh kehendak untuk emosi serta ketidaksadaran. Manusia merupakan makhluk yang terkurung oleh struktur ataupun sistem, yang baik secara sadar dan tidak sadar mempengaruhi kesadaran mereka. Dan ketidaksadaran itu yang menguasai manusia dan menggeser manusia dari pusatnya.
KESIMPULAN
Menurut artikel di atas dapat disimpulkan bahwa sang istri mutlak mengalami KDRT dari suaminya. Sang istri mendapat luka lebam diduga karena penganiayaan dan sang suami harus ditahan menjadi tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga dapat ditujukan dalam berbagai bentuk yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual, dan lain-lain. Kekerasan fisik dapat dirasakan oleh tubuh sedangkan kekerasan psikis bisa dalam bentuk ucapan hinaan, makian yang dapat menimbulkan rasa takut serta menurunkan kepercayaan diri. Ada baiknya permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga dapat dibicarakan dan diselesaikan secara kekeluargaan tanpa adanya kekerasan. Karena memang hal ini akan sangat berdampak bagi korban kedepannya.
ADVERTISEMENT
Dan dari pandangan kedua filsuf terkait teori kehendak buta untuk emosi dan reproduksi serta strukturalisme bisa dihubungkan karena keduanya memang bersangkutan mengenai hasrat nafsu, daya tarik, serta emosi yang tidak terkendali karena diselimuti oleh kehendak buta dan ketidaksadaran dalam berperilaku, sehingga menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama serta kemanusiaan.