BI Diprediksi Tahan Suku Bunga Acuan di Level 4,25%

18 Oktober 2017 7:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Agus Martowardojo Gubernur Bank Indonesia (BI). (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
zoom-in-whitePerbesar
Agus Martowardojo Gubernur Bank Indonesia (BI). (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia diyakini akan menahan pelonggaran kebijakan bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" di 4,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2017, mengingat potensi kenaikan inflasi di akhir tahun dan eskalasi tekanan ekonomi eksternal.
ADVERTISEMENT
"Ruang penurunan makin sempit sampai akhir tahun mengingat November dan Desember secara musiman ada tren kenaikan inflasi," kata Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Bhima Yudhistira, di Jakarta, Selasa.
Jika melihat tren tahunan, tekanan inflasi bisa meningkat di dua bulan terakhir karena musim liburan akhir tahun dan cuaca di beberapa wilayah yang sudah memasuki musim penghujan sehingga berpotensi mengganggu jalur distribusi barang.
Hingga September 2017, inflasi tahun kalender berjalan tercatat mencapai 2,66% (year to date/ytd). Sementara laju inflasi tahunan adalah 3,72% (year on year/yoy).
Adapun tahun ini, BI sudah dua kali secara beruntun memangkas "7-Day Reverse Repo Rate" pada Agustus dan September 2017 dari 4,75% ke 4,25%. Penurunan itu mengakumulasikan pelonggaran sebanyak tujuh kali oleh bank sentral atau sebesar 175 basis poin sejak Januari 2016.
ADVERTISEMENT
Selain inflasi, Bhima menuturkan BI juga harus menimbang dampak dari kemungkinan besar kenaikan bunga acuan The Federal Reserve, Bank Sentral AS, pada Desember 2017.
Kenaikan suku bunga acuan di AS bisa menyedot likuiditas di pasar keuangan global. Apalagi Bank Sentral AS juga akan menyesuaikan neraca keuangannya di akhir tahun.
"Dan tappering off akan membuat likuiditas di negara berkembang menjadi berkurang yang berakibat ke yield (imbal hasil) surat berharga kemungkinan besar meningkat karena investor meminta keuntungan yang lebih besar," ujar dia.
Bhima juga melihat risiko geopolitik akan berpengaruh terhadap stabiltas pasar keuangan global. Risiko geopolitik bersumber dari referendum di Spanyol, ketegangan semenanjung Korea, dan ketidakpastian perundingan Brexit. BI diperkirakan hingga akhir 2017 akan menahan suku bunga acuan di 4,25 persen.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, juga sependapat jika bank sentral akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya meskipun normalisasi kebijakan moneter the Fed akan dilakukan pada akhir tahun ini.
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Reuters / Fatima El-Kareem)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Reuters / Fatima El-Kareem)
Divergensi kebijakan moneter bank sentral global diperkirakan akan mendorong penguatan dolar AS terhadap mata uang global. Namun demikian, kebijakan BI yang netral juga mempertimbangkan ekspektasi inflasi kedepan.
"BI pun sudah memperkirakan sebelumnya bahwa the Fed akan menurunkan neraca keuangannya secara gradual dan sudah mempertimbangkan ekspektasi kenaikan suku bunga the Fed," katanya.
"Selain itu, kondisi first line of defense yang diukur dengan cadangan devisa seperti rasio cadangan devisa/M2, cadangan devisa/impor, cadangan devisa/GDP dan cadangan devisa/utang jangka pendek menunjukkan bahwa pasar keuangan indonesia memiliki buffer yg dapat menahan capital flight dari pasar keuangan indonesia," tambah Joshua.
ADVERTISEMENT
Menurut Joshua, BI juga sudah mengantisipasi second line of defense. Dengan demikian, rupiah diperkirakan stabil dengan line of defense di tengah pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS.
"Suku bunga acuan BI masih inline dengan ekspektasi inflasi tahun ini <4% yoy, melihat inflasi tahun kalender hingga September 2,66% yoy. Terkendalinya inflasi dipengaruhi penetapan Harga Eceran Tertinggi komoditas pangan serta tim pengendalian inflasi nasional yang dibentuk presiden sejak September yang lalu," ujarnya.