Gubernur BI Akan Jelaskan Biaya Top Up Uang Elektronik ke Ombudsman

19 September 2017 16:42 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur BI Agus Martowardojo. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur BI Agus Martowardojo. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengaku siap menjelaskan mengenai regulasi biaya tarif isi ulang (fee top up) uang elektronik atau e-money kepada Ombudsman Republik Indonesia. Hal itu menyusul adanya laporan yang disampaikan pengacara David Tobing.
ADVERTISEMENT
Menurut Agus, aturan soal biaya top up tersebut sebenarnya masih dikaji oleh bank sentral. Dia mengklaim regulasi tersebut untuk melindungi konsumen dan agar bank memberikan pelayanan yang maksimal.
"Mungkin belum dibaca dengan lengkap, ini kan belum dikeluarkan," kata Agus saat ditemui di acara Indonesia Banking Expo (IBEX) 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (19/9).
David melaporkan Gubernur BI Agus Martowardojo terkait rencana pengenaan biaya isi ulang sebesar Rp 1.500-Rp 2.000 kepada konsumen. Hal ini dinilai membebani masyarakat.
Mantan Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional ini mengungkapkan, ketika kebijakan itu diberlakukan, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diperoleh bank meningkat dan lembaga yang menerbitkan uang elektronik mendapat dana murah bahkan gratis karena uang tersebut tidak berbunga.
ADVERTISEMENT
Selain itu, David juga melaporkan Gubernur BI karena secara terang-terangan mendukung rencana pengelola jalan tol yang mewajibkan pembayaran nontunai menggunakan uang elektronik.
Dia menilai hal itu melanggar hak konsumen untuk melakukan pembayaran dengan mata uang rupiah kertas maupun logam, sebagaimana diatur pasal 2 ayat 2, 23 ayat 1, 33 ayat 2 pada UU nomor 7/2011.
"Kententuan itu mengatur tegas bahwa setiap orang dilarang menolak menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran," tegas David.
Menanggapi soal biaya isi ulang uang elektronik, Agus mengatakan regulasi tersebut diperlukan untuk mengatur batas maksimum biaya isi ulang, terutama jika dilakukan antar bank. Misalnya isi ulang kartu e-money Bank Mandiri dilakukan di bank lain.
"Kalau diperhatikan top up dilakukan lembaga bank lain itu sangat beragam dan perlu dilakuan penyelarasan. Yang paling utama BI perhatikan perlindungan konsumen, meyakinkan sistem itu tidak mengambil manfaat, atau ada rente ekonomi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Terkait tudingan melanggar UU Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang, Agus juga mengaku siap memberikan klarifikasi kepada Ombudsman.
"Terkait dengan UU mata uang yang paling utama itu adalah dilakukan pembayaran dalam rupiah dan dimungkinkan secara tunai ataupun non tunai, jadi yang paling utama adalah dibayar dalam rupiah, kalau ada yang perlu penjelasan tentu kita akan beri penjelasan, ini tetap akan berjalan," ujarnya.