Klaim Kerugian Negara Versi Kementan Akibat Kasus PT Indo Beras Unggul

23 Juli 2017 11:13 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Beras Cap Ayam Jago dan Beras Maknyuss (Foto: Instagram/@beras_capayamjago @officialberasmaknyuss)
zoom-in-whitePerbesar
Beras Cap Ayam Jago dan Beras Maknyuss (Foto: Instagram/@beras_capayamjago @officialberasmaknyuss)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Pertanian menegaskan adanya kerugian negara dalam kasus penyelewengan beras subsidi yang diduga dilakukan PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, Jawa Barat, mencapai Rp 10 triliun.
ADVERTISEMENT
Kepala Sub Bidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian, Ana Astrid, mengatakan petani tidak menikmati alokasi belanja subsidi. Produk dari petani diolah perusahaan menjadi premium kemudian dijual harga tinggi tanpa ada distribusi keuntungan wajar.
"Hitungan kerugian seperti ini, harga beras di petani sekitar Rp 7.000/kg dan harga premium di konsumen sampai Rp 20.000/kg. Taruhlah selisih harga ini minimal Rp 10.000/kg. Bila dikalikan beras premium yang beredar 1,0 juta ton (2,2 persen dari beras 45 juta ton setahun), maka kerugian keekonomian ditaksir Rp 10 triliun," Ana dalam siaran pers, Minggu (23/7). Namun jika dihitung, 10.000 dikali 1,0 juta ton beras premium yang beredar totalnya Rp 10 miliar.
ADVERTISEMENT
Ana juga menampik tudingan Komisaris Utama Independen PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPS) Anton Apriyanto, induk usaha PT IBU menyatakan atas tuduhan yang dilayangkan terhadap anak usahanya tersebut bohong. Dia mengklaim, tidak ada beras bersubsidi seperti apa yang ditudingkan.
Anton juga menyinggung soal beras bersubsidi, menurut dia tidak ada beras dengan kandung IR 64 yang disubsidi. Varietas IR 64, kata dia, sudah lama digantikan dengan varietas baru yaitu Ciherang dan diganti lagi dengan infari.
Menurut Ana, varietas IR 64 merupakan salah satu benih padi dari varietas unggul baru (VUB). Di antaranya varietas Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya. VUB ini total digunakan petani sekitar 90 persen dari luas panen padi 15,2 juta hektar setahun.
ADVERTISEMENT
"Memang benih padi varietas IR64 cukup lama populer sejak tahun 1980-an, sehingga sering menjadi sebutan tipe beras, dengan ciri bentuk beras ramping dan tekstur pulen. Masyarakat sering menyebut beras IR, meskipun sebenarnya varietas VUB nya beda-beda, bisa Ciherang, Impari dan lainnya," ujarnya.
Ana mengungkapkan, seluruh beras medium dan premium itu berasal dari gabah VUB yaitu IR64, Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya yang diproduksi dan dijual dari petani kisaran Rp 3.500-4.700 per kilogram gabah.
“Jadi perusahaan ini membeli gabah/beras jenis varietas VUB dan harga beli dari petani relatif sama, selanjutnya dengan prosessing/ diolah menjadi beras premium dan dijual ke konsumen dengan harga tinggi. Ini yang menyebabkan disparitas harga tinggi, marjin yang mereka peroleh tinggi bisa 100 persen, mereka memperoleh marjin di atas normal profit, sementara petani menderita dan konsumen menanggung harga tinggi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Terkait kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET)HET yang dinilai mendadak, Ana mengatakan harga acuan sudah ditetapkan sejak tahun lalu. Pada 2016 sudah diterbitkan Permendag Nomor 63/M-DAG/PER/09/2016 dengan harga acuan beras di petani Rp 7.300/kg dan di konsumen Rp 9.500/kg.
Selanjutnya pada Juli 2017 diterbitkan Permendag Nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 dengan harga acuan beras di petani Rp 7.300/kg dan di konsumen Rp 9.000/kg.
Menurut dia, harga acuan sudah mempertimbangkan kelayakan usahatani, biaya distribusi dan keuntungan wajar bagi setiap pelaku. Proses perhitungan harga acuan sudah dibahas bersama para pihak, petani, pedagang, asosiasi dan lainnya.