Kementerian ESDM Klaim PT Freeport Indonesia Mulai Melunak

30 Maret 2017 15:20 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pengolahan mineral PT Freeport. (Foto: Antara)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengklaim PT Freeport Indonesia sudah mulai melunak. Dari hasil negosiasi sementara, Freeport mengaku bersedia mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam rapat kerja dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, yang juga ikut dalam rapat tersebut, mengatakan negosiasi terus mengalami perkembangan, bahkan saat ini sudah masuk tahap finalisasi.
“Yang mau jadi IUPK, yang lainnya ya tungguin menteri keuangan,"ujar Gatot di Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta.
Yang dimaksud Bambang menunggu dari Menteri Keuangan adalah terkait skema pajak yang sebelumnya nailed down atau tarif tetap seperti dalam KK, menjadi prevailing atau tarifnya mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dalam IUPK.
Adapun masalah kewajiban Freeport melepas 51 persen sahamnya kepada pemerintah, Bambang mengakui poin tersebut belum mencapai titik temu. “Belum-belum. Nanti kami diskusikan lagi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Persoalan antara pemerintah dan Freeport terjadi sejak Januari lalu, setelah perusahaan tambang yang berbasis di Arizona, Amerika Serikat, tersebut dilarang melakukan aktivitas ekspor konsentrat karena belum membangun pabrik pemurnian atau smelter.
Selain itu, pemerintah juga mewajibkan Freeport mengakhiri rezim KK dan harus mengubah menjadi IUPK yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Freeport protes soal kebijakan tersebut. Perusahaan menilai Kontrak Karya masih berlaku hingga batas kontrak di Indonesia berakhir pada 2021.
Selain itu, Freeport juga keberatan dengan kewajiban divestasi 51 persen sahamnya. Mereka mengancam akan menggugat pemerintah ke arbitrase internasional jika negosiasi mengenai masalah tersebut masih buntu.