Luhut Bersyukur Program Pembangkit Listrik 35.000 MW Molor

19 Oktober 2017 8:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pembangkit listrik. (Foto: pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembangkit listrik. (Foto: pixabay)
ADVERTISEMENT
Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada Mei 2015 lalu dipastikan molor, tak mungkin selesai semuanya di 2019. Diprediksi hanya ada sekitar 20.000 MW saja yang bisa dikejar sampai 2 tahun lagi.
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bersyukur program 35.000 MW tak rampung tepat waktu. Menurut dia, perlu hitungan ulang karena program 35.000 MW dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 7%. Sedangkan dalam 2 tahun terakhir, ekonomi hanya tumbuh di kisaran 5%.
"Dulu kan desainnya itu dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 7% per tahun. Kira-kira ini nanti pada 2019 yang COD (Commercial Operation Date/beroperasi secara komersial) 22.000-23.000 MW. Ini sudah perfect," kata Luhut dalam konferensi pers di Gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu (18/10).
Target 35.000 MW sampai 2019 ternyata terlalu besar, pasokan listrik sebesar itu tak akan terserap seluruhnya. Kalau semuanya selesai tepat waktu, konsekuensinya pasti PLN rugi.
Sebab, dalam kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) antara Independent Power Producer (IPP) sebagai pemilik pembangkit listrik dengan PLN sebagai pembeli listrik, ada mekanisme Take or Pay.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan mekanisme itu, PLN harus membayar setidaknya sekitar 80% dari kapasitas maksimal pembangkit listrik meski pasokan yang dipakai di bawah itu.
Misalkan pembangkit milik IPP berkapasitas 100 MW, tapi hanya 50 MW yang mengalir karena tak banyak industri yang menyerapnya, PLN tetap harus membayar untuk 80 MW walau pemakaian cuma 50 MW.
"Beruntung kita baru 22.000-23.000 MW saja yang akan selesai, karena kalau enggak kita over supply, enggak bagus juga," katanya.