Mengenal Modus Tindak Pidana Pencucian Uang

24 Maret 2017 12:41 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Uang Rupiah (Foto: Thinkstock)
Tindak pidana pencucian uang masih menjadi modus utama yang digunakan pelaku tindak pidana korupsi dan kejahatan terorisme. Mereka kerap menyamarkan transaksi keuangan melalui rekening pihak lain agar praktik lancungnya tak terendus.
ADVERTISEMENT
Korban dari tindak pencucian uang pun bisa menyasar siapa saja, bahkan keluarga dekat. Oleh sebab itu, diperlukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar bisa mencegah menjadi korban tindak pidana pencucian uang.
Direktur Kerja Sama dan Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Brigjen Polisi Firman Shantya Budi, mengatakan masyarakat merupakan pasar yang sangat mudah dimanfaatkan oleh pelaku.
Bahkan, pelaku kerap memanfaatkan keluarga terdekatnya untuk menyamarkan transaksi hasil korupsi atau pendanaan terorisme. Oleh sebab itu, dia meminta seluruh pihak waspada jika menerima uang yang asal usulnya tak jelas.
"Harus aware, misalnya istrinya dapat uang dari suaminya itu halal atau tidak? tentunya dengan komunikasi yang baik, keluarga kecil harus tahu persis,” kata Firman dalam acara diskusi mengenal dan mendalami tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang digelar PPATK di Hotel Aston Bogor, Jumat (24/3).
ADVERTISEMENT
Menurut Firman, masyarakat bisa berpotensi menjadi wahana yang dimanfaatkan pelaku kejahatan bila tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pencucian uang. "Masyarakat itu bisa dicari celahnya oleh pelaku, ketika lengah di situ mereka masuk," katanya.
Untuk mencegah hal tersebut, Firman mengatakan hal itu bisa dilakukan dengan mulai peduli untuk mengetahui asal usul mendapatkan uang dan lebih jeli dalam mengeluarkan uang untuk pendanaan atau sumbangan yang belum jelas.
Sebab, risikonya tidak main-main.Bukan pemberi dana saja yang akan terkena hukuman, pihak yang ikut menikmati uang dari hasil tindak kejahatan pencucian uang pun bisa dijerat hukum.
"Pasal 345 di undang-undang sebagai yang menikmati juga bisa dipidana," tandas Firman.