Pemerintah Diminta Sederhanakan Aturan Tarif Cukai Rokok

22 Agustus 2017 12:54 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Rokok. (Foto: Antara/Yusran Uccang)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rokok. (Foto: Antara/Yusran Uccang)
ADVERTISEMENT
Cukai rokok selama ini merupakan salah satu sektor penyumbang penerimaan perpajakan cukup tinggi. Setiap tahun, penerimaan cukai rokok ditargetkan selalu naik, padahal turunnya produksi rokok sejak 2014 telah menekan penerimaan dari sektor tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada tahun ini penerimaan cukai rokok ditargetkan sebesar Rp 147,5 triliun dan pada tahun 2018 penerimaan ditargetkan sebesar 148,2 triliun. Untuk mencapai target tersebut, tarif cukai rokok akan naik hingga 8,9 persen, mengikuti asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen dan laju inflasi sebesar 3,5 persen.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan ada dilema dalam penerimaan cukai rokok tersebut. Di satu sisi, rokok merupakan penyumbang penerimaan cukai terbesar, namun di sisi yang lain konsumsi rokok harus dikendalikan.
"Fungsi cukai itu kan pengendalian konsumsi. Kalau untuk penerimaan cukai kita menambah kapasitas produksi, ini akan mendorong rokok murah. Justru bertentangan dengan prinsip cukai sebagai pengendalian," ujar Prastowo saat diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (22/8).
ADVERTISEMENT
Menurut Prastowo, struktur tarif cukai rokok di Indonesia saat ini masih rumit, sehingga berppotensi mengurangi kepatuhan terhadap aturan cukai rokok. Akibatnya, banyak rokok ilegal yang beredar. Padahal, kata dia, semakin sederhana aturan cukai rokok, maka kepatuhan akan semakin meningkat.
"Ada juga lapisan tarif per jenis, satu perusahaan mendapatkan perlakuan yang berbeda. Dampak dasar pengenaan tarif terhadap variabilitas harga," jelasnya.
Prastowo mencontohkan untuk tarif cukai pabrikan dengan kapasitas produksi rokok 2 miliar batang yang ditetapkan sebesar Rp 530 per batang. Tarif tersebut justru lebih besar dari yang kapasitas produksi 3 miliar batang yakni sebesar Rp 365 per batang.
"Hal ini menyebabkan adanya kehilangan negara sebesar Rp 495 miliar per pabrikan," katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Prastowo menyarankan agar struktur cukai rokok dibuat lebih sederhana. Caranya dengan menggabungkan rokok sigaret kretek mesin (SKM) dengan sigaret putih mesin (SPM).
"Strategi jangka menengahnya itu pengurangan lapisan tarif pada rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT). Strategi jangka panjangnya membagi dua jenis rokok, buatan mesin dan tangan. Diferensiasi ini untuk mendorong penyerapan tenaga kerja, mindungi industri rokok kecil, dibuatkan lapisan rokok khusus UMKM," ujarnya.