Produksi Lapangan Jangkrik Berlebih, Indonesia Batal Impor Gas

12 Juli 2017 12:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal FPU Jangkrik Siap Beroperasi (Foto: Agung Rajasa/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal FPU Jangkrik Siap Beroperasi (Foto: Agung Rajasa/Antara)
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membatalkan rencana impor gas hingga 1.672 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2019. Kebijakan itu diambil setelah produksi Lapangan Gas Jangkrik di Blok Muara Bakau, Selat Makassar, Kalimantan Timur, diketahui lebih besar dari perkiraan.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengatakan kilang terapung Jangkrik berbentuk kapal berukuran 200x46x40 meter yang diklaim fasilitas pengolahan minyak dan gas terbesar di Indonesia, ini sebelumnya diperkirakan hanya berkapasitas 450 MMSCFD dan kondensat 4.100 barel per hari.
"Ternyata lapangan Jangkrik bagus produksinya, yang tadinya didesain 400-450 MMSFD, saat tes bisa 600 MMSCFD. Jadi kemungkinan besar enggak perlu impor," kata Wirat di sela acara Gas Indonesia Summit & Exhibition di JCC, Jakarta, Rabu (12/7).
Selain itu, kata Wirat, jika sejumlah komitmen proyek tidak jadi diteken, maka impor tidak perlu dilakukan karena beberapa lapangan gas seperti Tangguh Train 3 di Teluk Bintuni Papua Barat sudah mulai beroperasi. Kilang LNG ini akan berproduksi 3,8 juta ton per tahun dan ditargetkan berproduksi pada 2020.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Neraca Gas Bumi Indonesia 2016-2035, pada 2020 kebutuhan gas mencapai 1.677 MMSCFD, kemudian 3.552 MMSCFD pada 2025, 3.722 MMSCFD di 2030, meningkat terus sampai 3.548 MMSCFD pada 2035.
Tetapi neraca tersebut dibuat dengan asumsi semua pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di program 35.000 MW selesai pada 2019. Dalam kenyataannya, proyek 35.000 MW molor dari rencana.
Banyak pembangkit gas yang mundur jadwal operasinya. Maka permintaan gas di dalam negeri sudah pasti tak sesuai dengan perkiraan Neraca Gas Bumi Indonesia.
Apalagi, Wirat melanjutkan, kemungkinan impor gas juga ditentukan oleh produksi kilang gas, salah satunya Blok Masela yang ditargetkan beroperasi sekitar 2025-2026. "Jadi memang grafiknya (kebutuhan impor) akan berubah-ubah, naik turun tergantung produksi lapangan gas dan proyek," ujarnya.
ADVERTISEMENT