Singapura dan Indonesia Investigasi Kasus Transfer Nasabah StanChart

10 Oktober 2017 12:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Standard Chartered (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Standard Chartered (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
ADVERTISEMENT
Kasus transfer dana sebesar 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 18,9 triliun (kurs Rp 13.500) milik warga Indonesia dari daerah kekuasaan Inggris, Guernsey ke Singapura kini menjadi sorotan berbagai pihak.
ADVERTISEMENT
Regulator keuangan Singapura memastikan akan menelusuri secara serius transfer dana dari Standard Chartered. Otoritas Moneter Singapura (MAS) menegaskan akan menindak tegas institusi keuangan atau individu yang melanggar peraturan pencucian uang atau memfasilitasi pendanaan terorisme.
Dilansir dari Financial Times, MAS mengaku masih melakukan penyelidikan atas kasus transfer dana tersebut. Namun, dalam pernyataan yang disampaikan melalui email, MAS tak mau berkomentar lebih jauh soal kasus ini.
"MAS berkomitmen kuat untuk menjaga agar pusat keuangan Singapura tetap bersih dan terlindungi dari aktivitas terlarang," kata MAS dikutip Selasa (10/10).
Kasus ini pertama kali diberitakan oleh Bloomberg. Dalam laporannya, transfer dana jumbo yang dilakukan pada akhir 2015 tersebut dilakukan nasabah Indonesia yang diduga memiliki hubungan dengan militer.
ADVERTISEMENT
Transfer dilakukan sebelum Guernsey mengadopsi sistem Common Reporting Standard (CRS), sebuah kerangka kerja global untuk pertukaran data pajak, pada awal 2016. Sementara Singapura baru mengadopsi CRS pada tahun depan.
Kabar mengenai adanya temuan transfer dana tersebut sudah diketahui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) beberapa bulan lalu. Melalui kerja sama internasional, memungkinkan otoritas analisis transaksi keuangan mendapatkankan informasi dari negara lain yang bekerja sama.
Dalam hasil analisisnya, PPATK menemukan transfer tersebut dilakukan untuk menghindari pajak. Namun, tidak berhenti di situ, PPATK saat ini juga tengah menelusuri adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Indikasi TPPU bisa saja. Kita tidak akan buru-buru menyimpulkan itu, PPATK masih terus mendalami kemungkinan TPPU-nya," kata Wakil Kepala PPATK, Dian Ediana Rae.
Kantor Pusat Ditjen Pajak. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Pusat Ditjen Pajak. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan telah menerima hasil analisis dari PPATK. Setelah ditelusuri, transfer dana sebesar Rp 18,9 triliun tersebut dilakukan oleh 81 orang warga Indonesia dan tidak terkait dengan militer.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan dari jumlah tersebut, diketahui 62 orang telah ikut program pengampunan pajak atau tax amnesty yang dicanangkan pemerintah pada tahun lalu.
Saat ini, Ditjen Pajak tengah melakukan pendalaman data tersebut. Menurut dia, pihaknya mengecek seluruh data dan akan diverifikasi dengan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak milik nasabah.
"Kita mencocokkan dengan Tax Amnesty, sudah apa belum. Kalau belum apakah sudah dimasukan ke SPT?" katanya.
Jika 19 orang nasabah yang tidak ikut dalam program tax amnesty terbukti melanggar aturan perpajakan, Ken memastikan pihaknya akan menindak tegas dengan menjerat hukuman pidana perpajakan.
"Sesuai peraturan perundang-undangan sama kan sanksinya. Macam-macam bisa sampai penyidikan kalau dia enggak ikut tax amnesty," ujarnya.
ADVERTISEMENT