Sri Mulyani Beberkan soal Pajak Royalti yang Dikeluhkan Tere Liye

11 September 2017 11:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Mulyani Indrawati  (Foto: Reuters/Beawiharta)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani Indrawati (Foto: Reuters/Beawiharta)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuat catatan khusus soal pajak royalti penulis yang dikeluhkan Tere Liye, belakangan juga dikeluhkan penulis lainnya. Melalui laman page facebook pribadinya, Sri Mulyani menulis cukup panjang menanggapi masalah tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, buku adalah sahabat sejati, yang menemani di mana dan kapan saja. Dia mengaku dengan membaca buku selalu mampu membawa dia ke dunia lain dan memberikan perspektif mengenai kehidupan.
"Buku yang bagus tidak ditulis begitu saja. Ada ide, imajinasi yang harus dikombinasikan dengan riset, data, survei, bahkan kunjungan lapangan yang kemudian dirangkai dalam kata menjadi cerita dan pesan," kata Sri Mulyani dalam tulisan yang diunggah Senin (11/9).
Sri Mulyani mengatakan ada jerih payah tidak mudah (keringat, airmata atau bahkan darah), yang nyata di balik terbitnya suatu buku. Juga ada biaya yang tidak sedikit yang harus dikeluarkan. Meski penulis yang memiliki passion menulis pasti juga menikmati proses menulis itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Dia mengaku terhenyak saat membaca seorang Tere Liye akan berhenti menerbitkan buku karena masalah perpajakan. Tere Liye, menyatakan frustrasinya menghadapi "kebijakan perpajakan" dan "perlakukan aparat atau kantor pajak" terhadap kewajiban membayar pajak penghasilannya sebagai penulis.
"Hal ini menyangkut perlakukan perpajakan atas royalti yang diterima dari buku-buku yang ditulis Tere Liye," katanya.
Kebijakan perpajakan, kata Sri Mulyani, diatur UU yang diturunkan melalui Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, atau Peraturan Dirjen Pajak. Kebijakan yang ditetapkan UU yang tidak bisa diubah oleh Dirjen, Menteri, atau bahkan Presiden seperti tarif PPh dan penjenjangan tarif (progresivitas) PPh perorangan.
"Namun ada juga kebijakan yang dapat diubah lebih cepat dan dalam kewenangan Menteri dan Dirjen Pajak misalnya penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi WP orang pribadi, setelah dikonsultasikan dengan DPR dan besaran norma penghitungan penghasilan neto bagi WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto kurang dari 4,8 M rupiah setahun (yang tidak menyelenggarakan pembukuan)," katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Sri Mulyani, kebijakan pajak yang baik adalah yang menjalankan prinsip: keadilan dan persamaan perlakuan antara wajib pajak (equity), kepastian bagi wajib pajak, tidak kompleks bagi WP untuk membayar dan memenuhi aturannya, netral (tidak menimbulkan disinsentif dan distorsi pelaku), keamanan informasi terjamin.
Untuk memenuhi kebijakan pajak yang ideal dan baik di atas tidak mudah. Pemerintah sering dihadapkan pilihan-pilihan misalnya antara konsistensi, keadilan, dan persamaan perlakukan antara pelaku pajak versus tujuan pemihakan atau afirmatif.
Sri Mulyani mengatakan, permintaan Tere Liye agar pajak royalti dapat memperhitungkan upaya jerih payah dan biaya yang dikeluarkan selama proses penulisan, Kementerian Keuangan dan DJP telah mengakomodasi dengan kebijakan biaya tersebut dapat dikurangkan melalui penggunaan norma.
Norma, kata dia, adalah suatu kemudahan yang diberikan kepada wajib pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan. Keluhan Tere Liye bahwa ada biaya dalam pembuatan sebuah buku, sudah tercermin melalui tersedianya mekanisme norma penghitungan bagi penulis.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menjelaskan, bagi profesi penulis penghitungan normanya adalah 50% dari penghasilannya sebagai penulis (baik royalti maupun honorarium lainnya). Maksudnya, biaya untuk menghasilkan buku bagi seorang penulis dianggap sebesar 50% dari penghasilannya.
Artinya, setelah dihitung total penghasilan yang diperoleh oleh penulis selama satu tahun pajak dikalikan dengan 50%, sehingga diperoleh penghasilan neto. Sama dengan Wajib Pajak lain, dari penghasilan neto ini dikurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga diperoleh penghasilan kena pajak.
Kemudian, dari penghasilan kena pajak dihitung pajak penghasilan terutang menggunakan tarif pajak progresif sesuai dengan lapisan penghasilan. Sementara itu, pajak penghasilan yang sudah dipungut oleh penerbit atas royalti dapat dijadikan sebagai kredit pajak yg akan menjadi pengurang pajak penghasilan yang terutang.
ADVERTISEMENT
"Diharapkan kebijakan ini dapat memberikan keleluasaan dan keadilan bagi profesi penulis untuk dapat terus berkarya," katanya.
Namun, jika masih terjadi perbedaan pendapat atau ketidakpastian seperti yang dikeluhkan Tere Liye, Sri Mulyani meminta Ditjen Pajak menyamakan kembali pemahaman dan meninjau Standard Operating Procedure agar tidak membuat Wajib Pajak frustrasi.
"Ini adalah bagian dari reformasi yang sedang kami jalankan di DJP. Saya yakin sepenuhnya bahwa dengan adanya komunikasi dan organisasi yang baik, sebuah kebijakan akan dapat terlaksana dengan lebih sempurna," ujarnya.