Tanggapan Rini Soemarno Terkait Surat Sri Mulyani: Kami Tahu Risikonya

28 September 2017 11:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rini Soemarno dan Budi Karya di Travel fair (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rini Soemarno dan Budi Karya di Travel fair (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri BUMN Rini Soemarno menanggapi surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait kondisi keuangan PT PLN (Persero). Menurut Rini, kekhawatiran Sri Mulyani soal keuangan PLN sangat wajar sebagai bentuk tanggung jawab pengelolaan keuangan negara.
ADVERTISEMENT
"Orang banyak yang tanya ke saya tentang surat, tapi ini normal saja sebagai Menteri Keuangan dia lebih khawatir dari saya. Dia mengingatkan kami. Tapi kami tahu apa yang kami lakukan, dan kami tahu risikonya," ujar Rini di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (28/9).
Surat Sri Mulyani yang ditujukan untuk Rini dan Menteri ESDM Ignasius Jonan sudah beredar sejak Selasa lalu. Dalam suratnya, Sri Mulyani mengingatkan tentang adanya risiko gagal bayar utang PT PLN (Persero) serta meminta Kementerian BUMN dan ESDM untuk mengkaji ulang proyek ketenagalistrikan 35 gigawatt (GW).
Menurut Rini, PLN yang merupakan perusahaan pelat merah strategis memang menjadi perhatian karena memiliki aset terbesar, yakni mencapai Rp 1.300 triliun. Dia memastikan risiko keuangan PLN akan tetap dijaga.
ADVERTISEMENT
"Sah-sah saja, mengingatkan kami untuk mencari financing benar, harganya reasonable, jadi kayak sekuritisasi Rp 4 triliun, yang mau beli (peminat) Rp 10 triliun lebih, bunga 8,05% ditambah fee 8,25% average. Ini cukup bagus. Ini harus dijaga risk fund dengan baik dan bertanggung jawab, dan paling utama jangka waktunya," jelasnya.
Lebih lanjut, pihaknya menegaskan tak akan merevisi proyek 35 GW. Sebab, dari 35 GW tersebut, hanya 10 GW yang menjadi tanggung jawab PLN. Sementara sisanya 25 GW merupakan pendanaan dan konstruksi swasta atau Independent Power Producer (IPP).
"Enggak ada (revisi). Ini yang orang banyak salah persepsi 35 ribu MW, hampir 26 ribu MW itu IPP pendanaan dan konstruksi, enggak tanggung jawab PLN. Nah yang 9 ribu MW sekian yang tanggung jawab PLN, plus transmisi dan gardu induk. Itu kami lihatnya no problem," jelas Rini.
ADVERTISEMENT
Rini juga menjelaskan utang dalam suatu perusahaan harus tetap ada untuk perkembangan perusahaan. Namun tentunya harus dilakukan secara hati-hati dan menjaga rasio utang.
"Utang tetap harus ada, kalau kita bangun perusahaan di bidang apapun, utang tetap ada, lakukan leverage atau supaya berkembang kalau ada utang, tapi harus tetap terjaga debt equity ratio, aset itu harus berharga. Sebelum 35 ribu MW, kita total punya 46 ribu MW, sebagian IPP, sebagian besar milik PLN. Ini kami sedang lihat, yang efisien, ditawarkan juga ke swasta," ujarnya.