Agama dan Kelestarian Sumber Daya Air

Anggalih Bayu Muhammad Kamim
Memiliki minat kajian pada bidang studi agraria dan kebijakan publik.
Konten dari Pengguna
1 Juni 2021 18:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggalih Bayu Muhammad Kamim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
ADVERTISEMENT
Agama tak dapat dipungkiri memiliki peranan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan termasuk di dalamnya sumber daya air. Kandungan ajaran dan nilai yang terkandung dalam agama sendiri telah menegaskan bahwa air tidak hanya memiliki fungsi untuk konsumsi, melainkan juga peran sosio-religius.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut juga menyebabkan air sendiri lekat dengan keseluruhan dimensi ibadah dari agama. Air dalam Islam terkait dengan kegiatan menyucikan diri mulai dari wudu sampai dengan mandi wajib. Begitu pula di dalam agama dan kepercayaan lain, air juga lekat dengan kegiatan peribadatan selain untuk konsumsi sehari-hari.
Nilai vital dari air menyebabkan agama juga mengajarkan untuk merawat kelestariannya dan melarang penggunaannya secara berlebihan. Hal tersebut membuat para pemuka agama sendiri menganjurkan umatnya untuk menjaga keberadaan air yang menopang kehidupan.
Smith (2017) menjelaskan bahwa para pemuka agama memiliki peranan penting dalam menggerakkan gerakan lingkungan hidup di Indonesia termasuk di dalamnya mengenai kelestarian air. Wajar jika dalam berbagai kasus di Indonesia, para pemuka agama memiliki peranan penting dalam mendorong munculnya gerakan sosial pro kelestarian air.
ADVERTISEMENT
Agamawan dan Gerakan Lingkungan Hidup
Berbagai kasus yang ada di Indonesia telah menunjukkan peran penting dari kalangan agamawan dalam menggerakkan masyarakat untuk berjuang mempertahankan sumber air dari berbagai ancaman. Kasus di Bali; Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah; dan Pandeglang, Banten dapat digunakan untuk menjelaskan alasan kalangan agamawan dan ajaran agama memiliki peran penting dalam menumbuhkan gerakan sosial pro kelestarian air.
Pertama, ajaran agama sendiri lebih mudah diterima untuk menjelaskan masalah pelik yang sedang dihadapi oleh masyarakat disebabkan telah mengakar dalam kehidupan sosial. Ajaran agama yang telah terlembagakan menjadi institusi sosial memudahkan untuk menggerakkan dan menjaga persatuan masyarakat untuk bersama-sama menjaga sumber air.
Hasil kajian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2019) dengan kasus di Pandeglang dan Bali misalnya melihat peran dari institusi pesantren dan subak dalam menggerakkan masyarakat untuk melawan privatisasi air. Subak yang berakar dari penggunaan hukum adat dan ajaran agama Hindu dalam mengatur penggunaan air dan lahan secara otomatis telah membuat masyarakat bersatu untuk mempertahankan penghidupannya.
ADVERTISEMENT
Kasus di Pandeglang, Banten menunjukkan peran penting dari institusi pesantren dan kiai untuk mempertahankan sumber air disebabkan masyarakat dan kalangan agamawan sama-sama bergantung pada sektor pertanian. Sementara, orang Samin di Pegunungan Kendeng berhasil menjaga kawasan karst yang berfungsi menyimpan cadangan air dari ancaman pabrik semen berkat ajaran Sedulur Sikep untuk hidup selaras dengan alam.
Kedua, kalangan agamawan turut serta dalam proses perlawanan dalam mempertahankan sumber daya air juga tidak dapat dilepaskan dari kepentingan mereka sendiri.
Hal tersebut dapat dilihat misalnya dari kajian LIPI (2019) yang menunjukkan bahwa seiring berkurangnya jumlah lahan pertanian berkaitan erat dengan menurunnya jumlah kiai dan pesantren di Pandeglang, Banten. Institusi pesantren semakin berkurang disebabkan kesulitan mendapatkan air untuk mengairi sawah yang menjadi penopang penghidupan mereka.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ajaran agama yang sudah terlembagakan dalam institusi sosial menjadi modal penting bagi proses negosiasi mempertahankan sumber daya air. Peran institusi agama dalam membangun perlawanan terhadap segala upaya berbagai pihak yang dapat mengancam kelestarian sumber daya air tidak dapat dilepaskan dari kemampuan mereka membaca keresahan sosial. Warga selalu mengharapkan kalangan agamawan sebagai pemuka masyarakat untuk menyampaikan keresahan yang mereka hadapi.
Institusi agama yang sudah ada sejak lama di tengah masyarakat menyebabkan warga menjadikannya referensi dalam setiap menghadapi setiap persoalan tidak terkecuali dalam hal sumber air yang terancam. Kharisma dari kalangan agamawan membuat masyarakat mengikuti setiap langkah yang mereka ambil dalam menghadapi setiap persoalan.
Studi Hakim et.al., (2017) menunjukkan masyarakat mengikuti langkah kalangan agamawan untuk melawan privatisasi air di Pandeglang, Banten, meskipun tokoh masyarakat lain dan pemerintah daerah setuju dengan operasional perusahaan yang akan mengeksploitasi sumber air. Warga yang bersatu berkat peran penting dari kalangan agamawan berhasil memengaruhi pemerintah daerah untuk mencabut izin perusahaan yang akan melakukan eksploitasi sumber daya air.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, kasus Bali menunjukan bahwa sengketa eksploitasi air dengan PDAM dapat diselesaikan disebabkan Subak terhubung langsung dengan institusi desa Pakraman yang berfungsi untuk menyelesaikan sengketa adat dan agama di wilayahnya.
Kajian LIPI (2019) menemukan posisi penting Subak Pulagan yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia mendorong adanya kepedulian dari berbagai pihak terhadap masalah sengketa air yang terjadi. Daya tawar tersebut menyebabkan Subak Pulagan mampu memengaruhi kepala daerah untuk mendorong PDAM memotong pipa yang diduga menyedot air secara berlebihan.
Kasus orang Samin menunjukkan pola yang hampir sama disebabkan ajaran agama Adam telah membuat adanya ikatan batin di antara mereka dengan alam. Hal tersebut membuat orang Samin merasa bahwa lingkungan hidup pun memiliki hak yang sama untuk dihormati layaknya manusia.
ADVERTISEMENT
Kajian LIPI (2009) menjelaskan bahwa orang Samin memiliki ungkapan sendiri untuk menunjukkan ikatannya dengan alam. LIPI (2009) memaknai ungkapan Banyu podo ngombe/Lemah podo duwe/Godong podo gawe (Air sama-sama diminum/Tanah sama-sama punya/Daun sama-sama memanfaatkan) sebagai wujud keterikatan orang Samin dengan lingkungannya. Wajar jika orang Samin melakukan segala cara untuk mempertahankan ruang hidupnya termasuk sumber air dari ancaman seperti pabrik semen yang mengeksploitasi kawasan karst.
Tantangan Menjaga Kelestarian Air
Upaya dari kalangan agamawan dan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumber daya dari segala ancaman nampaknya tetap masih menghadapi banyak hambatan. Salah satunya adalah upaya dari negara untuk mengkriminalisasi kalangan agamawan yang berjuang bersama rakyat mempertahankan kelestarian sumber air.
Komite Nasional Pembaharuan Agraria dan Aliansi Tolak Privatisasi Air mencatat bahwa pada Februari 2017 terdapat enam warga Pandeglang yang merupakan pemuka agama setempat ditangkap dengan tuduhan menggerakkan massa dalam penolakan operasional perusahaan air minum. Negara menggunakan aparatnya untuk melakukan kriminalisasi tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk memastikan operasional perusahaan tetap dapat berjalan.
ADVERTISEMENT
Tantangan lain yang nyata adalah peran agamawan dalam mendorong masyarakat untuk peduli terhadap kelestarian lingkungan masih terbatas di tingkat lokal. Kalangan agamawan sendiri tidak tergabung ke dalam jejaring gerakan lingkungan yang memiliki jangkauan nasional dan lebih memiliki peran untuk menyampaikan pesan-pesan moral berdasar ajaran agama.
Maka tak dapat dipungkiri jika kesadaran masyarakat mengenai masalah kerusakan lingkungan masih sangat terbatas. Survei YouGov-Cambridge Globalism Project pada tahun 2019 bahkan menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan penduduk yang paling tidak percaya dengan adanya perubahan iklim global.
Respons kalangan agamawan terhadap berbagai permasalahan kelestarian sumber daya air yang dekat mereka kenyataannya adalah bentuk respons yang reaktif. Masih menjadi PR tersendiri untuk melibatkan peran penting dari kalangan agamawan dalam proses pengorganisasian dan advokasi masalah penghidupan yang sehari-hari dihadapi oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kalangan agamawan sendiri lebih banyak fokus kepada permasalahan ritual sehari-hari. Hal tersebut tidak salah karena memang salah satu peran mereka adalah menjaga syiar keagamaan. Akan tetapi, juga jangan dilupakan kalau memastikan penghidupan umat dan kelestarian bumi juga merupakan bagian dari syiar keagamaan itu sendiri.
Ajaran agama/keyakinan berisi pengetahuan dan nilai yang pada dasarnya mendorong penganutnya untuk menjalankannya secara kolektif bukannya sebatas mencapai kesalehan individu. Oleh sebab itu, membangun gerakan warga untuk memperjuangkan penghidupan dan kelestarian alam juga menjadi bagian dari ikatan dari ummat itu sendiri dan menjadi PR yang harus diselesaikan.