Sulitnya Menghadirkan Keteladanan

Anggi Afriansyah
Terus belajar mencintai Indonesia. Berkisah tentang hidup sehari-hari.
Konten dari Pengguna
26 Januari 2017 11:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Afriansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dari hari ke hari pemberitaan media massa ramai oleh atraksi negatif dari tokoh-tokoh publik yang mencederai hati nurani. Mereka yang mestinya menghadirkan contoh praktis keteladanan justru menampilkan tindakan yang bertolak belakang. Beberapa pejabat publik harus berhadap-hadapan dengan hukum karena terjerat kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
Menurut siaran pers KPK, dalam rentang 2004-2016 terdapat 63 kepala daerah yang terdiri dari 52 bupati/walikota dan 11 gubernur yang terjerat kasus korupsi dengan beragam modus. Tak heran jika dari waktu ke waktu, kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara semakin tergerus. Mereka yang tersangkut kasus korupsi pandai meneriakan jargon anti korupsi tetapi terjerembab pada tindakan koruptif.
Jika melihat kasus-kasus tersebut kita semakin sulit untuk belajar arti kesederhanaan hidup dari para pejabat publik di negeri ini. Padahal dari buku-buku sejarah kita tahu betapa sederhananya para tokoh bangsa di masa lalu. Ada kisah tentang Bung Hatta yang hanya bisa menyimpan lipatan gambar sepatu Bally yang dia idam-idamkan dan akhirnya tak pernah terbeli sampai akhir hayatnya. Juga kisah M. Natsir yang memakai pakaian penuh tambalan meskipun ia seorang perdana menteri.
ADVERTISEMENT
Sebagai pejabat publik mereka menjaga diri dari perilaku yang dapat mencoreng muka. Berhati-hati dalam bertindak. Mereka menjaga marwah jabatan yang dipegangnya. Sadar sepenuh hati bahwa jabatan yang mereka miliki merupakan amanah rakyat. Kisah tersebut mesti terus diulang-ulang sebagai pengingat bagi kita semua. Mereka tak sebatas mencintai negeri ini dengan retorika semu, tapi dengan perilaku adiluhung. Perilaku nyata yang semakin sulit untuk ditiru pejabat publik saat ini.
Pendidikan Karakter
Tiadanya keteladanan dari para pemimpin bangsa akan semakin membuat bangsa ini terperosok semakin dalam. Anak-anak bangsa yang sedang menempuh jenjang pendidikan semakin sulit mencari tokoh-tokoh yang patut mereka idolakan. Kondisi tersebut semakin menyulitkan proses pendidikan karakter di sekolah. Di tengah sulitnya mendapatkan keteladanan dari pemimpinan bangsa, sekolah perlu semakin kreatif agar internalisasi nilai-nilai karakter berhasil dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dunia pendidikan semakin memikul beban berat untuk mengkonstruksi karakter siswa. Tugas guru semakin sulit. Pelajaran-pelajaran yang disampaikan di ruang-ruang kelas seolah hanya utopia belaka yang ada di dunia ideal, tak bisa dipraktikan di dunia nyata. Selebihnya, di dunia nyata yang kita saksikan dan temui hanyalah kisah-kisah penuh kecurangan dan tipu daya.
Anak-anak ini adalah masa depan bangsa yang perlu dibangun jiwa dan raganya. Berbeda dengan mata pelajaran yang ada ujian tertulisnya dan dapat dengan mudah dipantau berdasarkan catatan nilai. Laku seseorang tak dapat dipantau melalui ujian tertulis. Observasi atau pengamatan seorang guru pun tak bisa menilai secara presisi karakter seseorang.
Memberikan para siswa dengan beragam jargon dan kisah tak akan berhasil mengubah karakter mereka. Jangan sampai pendidikan karakter hanya dilakukan melalui ceramah-ceramah di ruang-ruang kelas. Seolah nilai-nilai kebaikan tentang budi pekerti dan cerita tokoh-tokoh penuh integritas seperti Hatta dan Natsir hanya ada di buku-buku sejarah. Jika demikian, proses pendidikan akhirnya hanya terjebak untuk menghasilkan para juara. Akhirnya Sekolah terperangkap untuk sekedar meluluskan anak-anak bangsa yang terampil dan mumpuni nilai akademiknya.
ADVERTISEMENT
Dengan target agar lulusannya diterima di dunia kerja maupun di universitas-universitas ternama. Menekankan pada siswa agar jago secara akademik saja dan lupa menguatkan karakter dan mental mereka. Pembiasaan dan praktik nyatalah yang paling penting. Membiasakan anak disiplin, jujur, dan toleran dapat dimulai dari tindakan mudah di keseharian. Membangun budaya sekolah yang menghadirkan aktivitas harian penuh kedisiplinan, toleran terhadap sesama, proses pembelajaran jujur menjadi penting.
Tak lupa orangtua menjadi aktor penting dalam upaya menghadirkan keteladanan. Teladan mereka dalam aktivitas harian sangat memengaruhi mentalitas dan karakter anak-anak. Pendidikan memang upaya kolaborasi aktif orangtua dengan lembaga pendidikan. Tak bisa beban berat ini dipikul oleh salah satu pihak. Betapapun berat, segala upaya perlu ditempuh agar generasi bangsa di masa datang memiliki mentalitas dan karakter yang tangguh. Kita berharap mereka mampu menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT