Genosida Rohingya di Negeri Suu Kyi

31 Agustus 2017 9:07 WIB
comment
26
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
ADVERTISEMENT
Tak banyak yang peduli pada kisah orang-orang Rohingya. Ya, mungkin sebagian dari kita kerap mendengar cerita penindasan terhadap mereka. Tapi, sayangnya, terlalu banyak tragedi di dunia, tak terhitung bahkan, hingga telinga jadi pekak dan hati mati rasa.
ADVERTISEMENT
Jika begitu banyak kekejaman di dunia, lantas apa yang istimewa dengan Rohingya? Kenapa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2013 melabeli Rohingya sebagai etnis paling teraniaya di dunia?
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Bayangkan anda satu dari ribuan orang Rohingya yang dikejar tentara, hendak dibunuh--tak peduli lelaki atau perempuan, tua atau muda.
Anda dan keluarga anda, hanya berbekal beras ketan dan beberapa botol kosong untuk menampung air, berjalan sejauh 20 kilometer bertelanjang kaki, menerabas pegunungan, menyusuri dan menyeberangi sungai--dengan asa menuju keselamatan.
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Begitu sampai ke gerbang keselamatan, anda tak diizinkan masuk. Gerbang tak terbuka, dan penjaganya mengusir anda kembali--menuju celaka, tempat di mana tentara bersenjata menunggu anda dan rombongan anda untuk dibantai tanpa ampun.
Dan itu bukan sekadar kisah fiksi, tapi kenyataan pahit yang dialami orang-orang Rohingya--kelompok etnis minoritas Indo-Arya penganut Islam dari negara bagian Rakhine (Arakan) di Myanmar, negeri yang dipimpin pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Ironis.
ADVERTISEMENT
Ketika ribuan orang Rohingya mencoba mengungsi ke Bangladesh karena terancam dibantai dalam operasi militer Myanmar, orang-orang itu justru diperintahkan penjaga perbatasan untuk kembali ke zona merah mereka--justru pada menit mereka tiba di perbatasan harapan.
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Tinggal selangkah menuju selamat, dan diempaskan kembali menuju cengkeraman maut. Betapa kadang hidup begitu absurd dan nyawa ribuan orang tak ada artinya.
Pemerintah Bangladesh beralasan, mereka tak bisa lagi menampung Rohingya karena sudah menerima 400.000 orang Rohingya sejak awal konflik bermula pada 1990-an.
Yang lebih tragis, Rohingya sesungguhnya adalah keturunan Bangladesh. Meski telah tinggal menetap hingga beberapa generasi di Myanmar, mereka tidak diakui Myanmar sebagai warga negara. Demikian pula Bangladesh tidak mau mengakui mereka sebagai warga.
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya julukan “etnis paling tertindas di dunia” disematkan PBB pada Rohingya. Mereka tak punya negara, tak diterima sebagai bagian dari masyarakat di tempat mereka bertumbuh.
Anak-anak Rohingya (Foto: Antara/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak Rohingya (Foto: Antara/Mohammad Ponir Hossain)
Berapa orang Rohingya yang kini diburu tentara Myanmar? Angkanya belum jelas benar karena kondisi mereka yang lari terpencar--dan akses masuk bagi jurnalis ditutup, namun diperkirakan sedikitnya 5.000 orang, dan total bisa mencapai puluhan ribu.
Aktivis Rohingya di Eropa, Ro Nay San Lwin, mengatakan jumlah itu berkisar antara 5.000 hingga 10.000 orang. Dari jumlah itu, sekitar 5.000 orang berjalan kaki ke Bangladesh. Mereka, dilansir Reuters, mencoba menyelinap masuk perbatasan pada malam hari.
Jumlah Rohingya yang berlari menghindari maut bahkan bisa lebih banyak lagi, sebab banyak di antara mereka yang bersembunyi dan terjebak di gunung-gunung, hutan, dan perbatasan. Menghitung orang yang berupaya keras tak terlihat bukan perkara mudah.
ADVERTISEMENT
“Situasi di lapangan sangat mengerikan. Desa-desa Rohingya dibakar, ribuan orang terjebak di belantara. Mustahil mengetahui angka pastinya, tapi bisa mencapai 80.000 orang,” kata Kyaw Win, Direktur Burma Human Rights Network, saat berbalas pesan dengan kumparan, Selasa (29/8).
Ia mengatakan, eskalasi ketegangan dimulai bulan Juli dan mencapai puncaknya Agustus ini ketika pembantaian dan penangkapan orang-orang Rohingya dilakukan, menyusul pembakaran desa-desa mereka.
“Hampir semua desa Rohingya dibakar. Orang-orang Rohingya menghadapi genosida. Mereka mencoba mencari pertolongan,” ujar Kyaw Win.
Kyaw Win telah tiga hari penuh menerima panggilan darurat terkait Rohingya. “Ini semua sungguh membuat depresi. Kemanusiaan hilang ditelan persoalan politik,” imbuhnya.
“Tolong jangan biarkan genosida di Kamboja terulang di Myanmar,” kata Kyaw Win, berulang kali memohon agar aktivis dan jurnalis bersedia bersuara demi nyawa warga Rohingya yang entah bisa bertahan berapa lama dalam perburuan.
ADVERTISEMENT
Video di atas diambil tiga hari lalu, Senin (28/8). Video itu menunjukkan seorang anak yang terbakar, dengan kepala terbacok dan kulit melepuh di sana-sini akibat panas jilatan api. Ia baru melarikan diri dari rumahnya--dan seisi kampungnya--yang dibakar tentara.
Burma Human Rights Network menerjemahkan ucapan lelaki dalam video itu untuk kumparan. Pria itu berkata, “Mereka membakar semua rumah di perkampungan Rohingya. Masih banyak warga yang terjebak di kampung-kampung. Kami akan pergi ke sana untuk menyelamatkan mereka. Biarlah andai kami mati nanti.”
Perkampungan yang ia maksud berada di Desa Thar Ya Ko Tan, bagian selatan kota Maungdaw di Rakhine yang berada di barat Myanmar.
Thar Ya Ko Tan bukan satu-satunya desa yang dibumihanguskan. Sejak pemerintah Myanmar menggelar operasi perburuan militan Rohingya untuk menumpas kelompok pemberontak ARSA (Arakan Rohingya Salvation Army/Tentara Pembebasan Rohingya Arakan) pada Jumat pekan lalu, 25 Agustus, sudah lebih dari lima desa Rohingya dibakar.
ADVERTISEMENT
Operasi itu merupakan reaksi keras pemerintah Myanmar atas penyerangan ARSA terhadap pos-pos militer pada Jumat itu. Jumat kemarin, ARSA menyerang 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer di Rakhine.
Kemarahan ARSA pada pemerintah Myanmar makin menjadi sejak permukiman Rohingya diblokade macam perlakuan Israel terhadap Gaza. Rohingya dilarang keluar sehingga mereka tak bisa bekerja, tak bisa pergi ke masjid yang berada di luar area blokade, bahkan kesulitan hanya untuk ke pasar membeli makanan dan minuman.
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Dalam upaya perburuan tentara terhadap Rohingya pasca-serangan ARSA Jumat lalu itu, sedikitnya 109 telah tewas.
“Mereka datang tengah malam dan mulai membakar pondok jerami kami. Kami lari ke bukit menyelamatkan diri. Mereka menembaki kami,” kata seorang Rohingya muda, Amena Khatun, kepada CNN.
ADVERTISEMENT
Menurut perempuan 31 tahun itu, tentara Myanmar mengamuk karena menemukan mayat tiga orang Buddha di dekat desa Rohingya.
Dalam sebuah video yang dirilis Senin, 28 Agustus, pemimpin ARSA Ata Ullah memperingatkan pemerintah Myanmar untuk tak menindas Rohingya. ARSA--yang disebut Myanmar sebagai organisasi teroris--bersumpah membela Rohingya dari kekejaman tentara Myanmar.
Seberapa banyak orang Rohingya yang telah menjadi korban, dan sekejam apa tentara Myanmar terhadap mereka?
European Rohingya Council (ERC) menyatakan, korban tewas mencapai ribuan orang, jauh lebih banyak dari angka 90 sampai 100-an orang yang disebut pemerintah Suu Kyi.
Juru Bicara ERC Anita Schug kepada kantor berita Turki, Anadolu Agency, mengatakan bahwa dalam waktu tiga hari saja sejak operasi perburuan dimulai tentara Myanmar pada Jumat lalu, Muslim Rohingya yang terbunuh di Rakhine mencapai 2.000-3.000 orang.
ADVERTISEMENT
Dengan dalih mencari kelompok militan ARSA, tentara membantai Rohingya tanpa ampun, tak pilih-pilih apakah korban lelaki, perempuan, anak-anak, orang tua, bahkan bayi.
“Perempuan dan anak-anak ada di antara mereka yang tewas. Tak terkecuali bayi. Di desa saya, tentara dan polisi perbatasan setidaknya membunuh 11 orang. Ketika tiba di desa, mereka menembaki semua yang bergerak, sedangkan beberapa lainnya membakar desa,” kata Aziz Khan, warga Rohingya di Maungdaw, kepada Al Jazeera.
Warga Rohingya yang kini hidup dalam perburuan setelah desa-desa mereka dibakar, menggelandang dan tidur tanpa atap di hutan dan gunung, di manapun belukar bisa menyembunyikan mereka.
“Ini adalah genosida yang dilakukan perlahan,” kata Schug.
Ia sungguh cemas, sebab pada Minggu (27/8) mendengar 1.000 orang Rohingya dibunuh di Desa Saugpara, Distrik Rathedaung.
ADVERTISEMENT
Itu baru di satu desa. Bagaimana dengan jumlah korban di desa-desa lainnya? Siapa bisa memastikan ada berapa ratus atau berapa ribu nyawa melayang sementara akses ke sana ditutup rezim Suu Kyi?
Associated Press melansir, Suu Kyi menyatakan angka kematian akibat kekerasan di Rakhine “hanya” 96 orang, dengan kebanyakan korban ialah militan Rohingya. Ini, tentu saja, angka versi pemerintah Myanmar.
Tentara Myanmar memburu Rohingya. (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
zoom-in-whitePerbesar
Tentara Myanmar memburu Rohingya. (Foto: REUTERS/Simon Lewis)
Apakah hari-hari terburuk Rohingya telah berlalu? Apakah pembakaran di desa-desa telah berakhir karena penghuninya sudah berserakan ke segala penjuru?
Tidak, ini sama sekali belum berakhir. Mimpi buruk Rohingya akan panjang, dan bisa jadi maut yang akhirnya memutus mimpi itu.
Sampai saat ini, tentara Myanmar mengepung wilayah-wilayah yang dihuni Rohingya seperti Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung. Sebanyak 800.000 orang di daerah-daerah tersebut dikenai jam malam dari pukul 18.00 sore hingga 06.00 pagi.
ADVERTISEMENT
Ro Nay San Lwin, aktivis Rohingya di Eropa, mengatakan selain rumah-rumah warga, masjid dan madrasah Rohingya pun dibakar habis.
“Paman saya lari dari pemerintah dan militer. Tidak ada bantuan dari pemerintah. Rumah mereka dihancurkan dan barang-barang dijarah,” kata San Lwin.
Situs berita komunitas Rohingya, Arakan Times, mengatakan tentara Myanmar telah membakar sedikitnya 1.000 rumah. Situasi makin buruk karena gambar-gambar dan video korban pembantaian beredar luas via WhatsApp.
“Orang-orang membagikan video pembunuhan. Anak-anak dan perempuan dibunuh, orang tak berdosa ditembak mati. Anda tak bisa bayangkan betapa ketakutannya kami,” kata Myint Lwin, seorang Rohingya di Buthidaung.
“Muslim takut keluar rumah. Kami takut ke rumah sakit, ke pasar, ke mana-mana. Situasi sangat berbahaya bagi kami,” imbuhnya.
Aung San Suu Kyi (Foto: Aung San Suu Kyi/facebook)
zoom-in-whitePerbesar
Aung San Suu Kyi (Foto: Aung San Suu Kyi/facebook)
Apa yang sudah dilakukan pemerintah Myanmar dan Aung San Suu Kyi untuk mengatasi tragedi yang menewaskan makin banyak minoritas Rohingya ini?
ADVERTISEMENT
“Suu Kyi adalah monster. Ia betul-betul ‘menikahi’ militer. Tapi adalah Panglima Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aṳńġ Hlaine yang memberi perintah untuk membunuh Rohingya. Revolusi demokrasi Myanmar gagal total. Kini kami memiliki ‘Neo-Nazisme’,” kata Kyaw Win.
Sanjukta Sahany, relawan Organisasi Migrasi Internasional (International Organization for Migration; IOM) di dekat perbatasan Bangladesh-Myanmar, mengatakan kondisi belasan ribu pengungsi Rohingya yang ia lihat sungguh mengenaskan.
Mereka mengalami luka bakar dan luka tembak, dengan tatapan kosong menerawang.
Untuk mereka, etnis paling tertindas di dunia, masih adakah masa depan di Bumi ini? Masih adakah hati kita tersisa untuk mereka?
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)