Que Será, Será

Anggi Kusumadewi
Kepala Liputan Khusus kumparan. Enam belas tahun berkecimpung di dunia jurnalistik.
Konten dari Pengguna
10 Mei 2019 7:33 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Kusumadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
So long and good luck! (Foto: Rawpixel)
zoom-in-whitePerbesar
So long and good luck! (Foto: Rawpixel)
ADVERTISEMENT
Que será, será Whatever will be, will be The future’s not ours to see Que será, será What will be, will be
ADVERTISEMENT
Aku diam-diam menyanyikan lagu itu ketika resmi menyodorkan surat resign ke kantor lawasku. Itu kantorku yang kedua—dan terlama. Selama 11 tahun karierku sampai saat ini, itulah rentang terpanjang aku bekerja di suatu perusahaan—6 tahun.
Padahal di kantor pertamaku, aku menghabiskan waktu tak sampai setahun sebelum ikut gelombang orang-orang yang “dibajak” oleh perusahaan baru sejenis—media online.
Aku masih muda waktu itu, belum lama lulus kuliah, dan tak pusing-pusing amat menimbang mau ikut pindah atau tidak. Tawaran gaji lebih tinggi sudah cukup untuk membuatku angkat kaki.
Di kantor kedua, aku betah sekali—layaknya mayoritas kawanku di sana. Kantor itu hangat bagai rumah kedua meski bertempat di bangunan bertingkat yang dijaga rapat ketat. Maklum, itu gedung Standard Chartered yang sederet dengan sejumlah pencakar langit di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kantor itu juga macam kampus keduaku. Aku belajar banyak di sana, meski kadang bolos pelatihan bak mahasiswa bengal. Seperti di kantor pertama, tabiatku tak berubah: perhitungan.
Pada tahun ketiga saat aku dilatih menjadi asisten redaktur (jenjang karier di media online lumayan cepat melaju kala itu karena belum terlampau banyak perusahaan macam itu sehingga sumber daya dengan keahlian spesifik tak melimpah), aku mulai “berulah”.
Ketika itu aku merasa sering mendapat tugas lebih intens dibanding beberapa kolegaku yang lain. Maka suatu hari aku menghadap atasanku. “Kok aku disuruh menulis in-depth seminggu tiga kali sedangkan yang lain seminggu sekali? Aku nggak mau begitu kecuali gajiku naik.” Mereka mengabulkan permintaanku. Gajiku naik.
Rasanya aku seperti akan “selamanya” di perusahaan itu andai kami tak dihantam “badai” tahun 2014. Saat itu, sejumlah atasanku mundur nyaris serempak. Dalam sebulan, aku (kami) kehilangan empat orang yang bertahun-tahun menjadi nakhoda sekaligus mentor di kantor. Perusahaan limbung, tapi sebagaimana roda berputar, ia menemukan keseimbangan baru.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, semua tak lagi sama. Aku memutuskan angkat kaki—setelah enam tahun yang seperti akan selamanya itu. Berat, dan ketika itulah aku menyanyikan lagu Que Será, Será dalam hati.
Que será, será. Whatever will be, will be. The future’s not ours to see. Que será, será. What will be, will be.
Di kantor ketiga, aku menemukan api semangat dan hangat persahabatan dari sejumlah kawan baru. Kami dengan cepat menjadi tim solid—yang meski sesekali atau sering kali baku hantam, namun belajar keras untuk mengerti satu sama lain.
Dua tahun aku di sana, sebelum nasib membawaku ke kantor keempatku sekarang—dan menjumpai rekan-rekan muda yang lucu-lucu, cerdas-cerdas, dan bengal-bengal mirip aku dulu.
Teamwork. (Foto: Rawpixel)
Aku tak pernah “lompat perahu” tanpa alasan, namun bapakku sempat menganggap aku kutu loncat. Ya bagaimana tidak, dia sendiri dari dulu sampai saat ini tak pernah pindah kantor. Aku saja heran bukan main. Bagaimana bisa ya, padahal bukan PNS. Well, mungkin orang beda-beda.
ADVERTISEMENT
Dan aku tak pernah menganggap diri generasi milenial—meski kalau melihat tahun kategorisasinya, aku memang masuk milenial awal—yang punya statistik nekat dan cepat dalam berpindah kerja.
Yang jelas, dari pengalamanku sendiri, kurasa aku mengerti mengapa generasi di bawahku “senang” loncat-loncat perusahaan. Apalagi di masa kini sektor pekerjaan makin beragam dan tawaran kian berlimpah. Otomatis “arena bermain” bertambah luas.
Itulah kenapa yang aku tekankan kepada rekan-rekan mudaku adalah loyalty to profession. Kerja profesional dan setia pada profesi yang tengah dijalani di mana pun kita berada, dan hal-hal lain akan mengikuti.
Maka ketika seorang kawan menghampiriku dan mengutarakan niatnya pindah, aku paham belaka. For me, he’s one of the best in his field. Lebih dari itu, ia berhati baik dan teman yang asyik. Dan meski dia bukan yang pertama berpindah, tetap saja aku terkejut.
ADVERTISEMENT
“Tadinya gue nggak mau bilang dulu. Tapi firasat elo kenceng banget,” kata dia.
Yang dia maksud “kenceng” itu karena aku yang biasa “kalem” mendadak sering menanyakan keberadaan dia. Maka, berceritalah dia tentang rencana barunya.
Tentu saja aku akan sangat kehilangan dia dan berharap ia menimbang ulang niatnya. Tapi bila pun tidak, seperti biasa, aku tahu kami akan terus bersahabat.
Kurasa ini saatnya aku mengembuskan napas panjang dan menyanyikan Que Será, Será.