Rentetan Ketegangan di Balik Lontaran Rudal Korut ke Langit Jepang

30 Agustus 2017 8:24 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pagi itu berjalan tak seperti biasanya bagi warga Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang yang terletak di utara negeri itu. Mereka terbangun oleh sirene alarm darurat. Nyaris bersamaan, berbagai siaran televisi dan radio di Negeri Sakura terinterupsi pengumuman penting: sebuah rudal melintasi langit Hokkaido.
ADVERTISEMENT
Tak cuma alarm yang berbunyi, kereta peluru (bullet train) pun berhenti beroperasi sementara waktu, sementara peringatan terus-menerus digaungkan via pengeras suara di kota-kota di Hokkaido.
“Saya terbangun oleh peringatan rudal di ponsel saya,” kata Ayaka Nishijima, pekerja kantoran di Morioka, ibu kota Prefektur Iwate, 180 mil dari selatan Tanjung Erimo, kepada Reuters via pesan singkat, Selasa (29/8).
Ayaka sama sekali tak siap dengan peringatan darurat (J-Alert) pada pukul 06.00 pagi itu. Alarm berbunyi nyaring dari ponselnya, disertai email yang meminta warga untuk tetap berada dalam rumah masing-masing.
“Bahkan tidak ada tempat untuk lari (andai rudal datang). Kami tidak memiliki ruang bawah tanah atau tempat perlindungan dari bom. Satu-satunya yang bisa kami lakukan adalah menjauh dari jendela.”
ADVERTISEMENT
Korea Utara sukses membuat panik Jepang. Negeri di utara Semenanjung Korea yang berseberangan dengan Jepang itu menembakkan rudal sejauh 2.700 kilometer, dengan ketinggian 550 kilometer, melintasi langit Pulau Hokkaido.
Rudal yang diduga misil jarak menengah Hwasong-12 itu kemudian jatuh di Laut Pasifik Utara, setelah sebelumnya pecah menjadi tiga bagian.
Yang patut dicatat: ini kali pertama rudal Korut terbang di langit Jepang sejak 2009.
Tahun 2009 itu, Korut diduga melakukan uji coba rudal balistik memasuki zona udara Jepang, meski pemerintah Korut mengatakan itu adalah roket yang membawa satelit komunikasi.
Kini, 8 tahun kemudian, Korut kembali membuat berang Negeri Sakura. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyebut tindakan Korut “ancaman besar” dan menyerukan rapat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
ADVERTISEMENT
Hanya tiga hari sebelumnya, juga di pagi hari, Sabtu (26/8), rezim Kim Jong Un menembakkan tiga rudal jarak pendek, diduga sebagai bentuk protes atas latihan militer bersama Korsel-AS, Ulchi-Freedom Guardian, yang digelar besar-besaran--diikuti 17.500 tentara AS dan 50.000 prajurit Korsel, dan berlangsung hingga akhir Agustus.
Latihan bersama militer AS-Korea Selatan. (Foto: South Korean Defense Ministry via AP)
Ulchi-Freedom Guardian merupakan latihan militer tahunan Korsel dan AS. Kedua negara bersekutu itu menggelar latihan tersebut sejak 1976. Sementara AS dengan Korsel bersekutu, ia secara teknis masih berperang dengan Korut.
Dua Korea--Korea Selatan dan Korea Utara--dahulu sesungguhnya satu negara, hingga mereka dibelah tahun 1948 pasca-kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia II, menyebabkan berakhirnya 35 tahun penjajahan Jepang atas Korea.
Setelah Korea terbelah, wilayah utara dipengaruhi Uni Soviet, sedangkan wilayah selatan di bawah pengaruh Amerika Serikat. Kemudian pada 1950, Korea Utara menginvasi Korea Selatan, memicu meletusnya Perang Korea hingga pertengahan 1953.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu sampai sekarang, Korut dan Korsel (dengan AS dan Jepang sebagai sekutunya) melakukan gencatan senjata “abadi”, dengan saling gertak satu sama lain. Perang di antara mereka sebetulnya tak pernah berakhir, karena kedua pihak tak pernah meneken perjanjian damai.
Rudal Korea Utara. (Foto: REUTERS/Damir Sagolj)
Tiga rudal balistik jarak pendek pada 2009 itu, menurut Komando Pasifik Amerika Serikat, terbang selama 20 menit. Dari tiga misil, satu meledak tak lama setelah diluncurkan, namun dua lainnya berhasil meluncur hingga 250 kilometer ke timur laut Kittaeryong--wilayah Korut yang memang kerap digunakan untuk meluncurkan rudal jarak pendek.
Infografis Rudal Korea Utara-Kim Jong Un (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Sejak Jong Un memimpin, Korut memang royal memuntahkan rudal. Akhir Juli pun, rudal balistik antarbenua yang diklaim Pyongyang mampu menjangkau jarak 10.000 kilometer, ditembakkan Korut. Ini memicu ketegangan hubungan Korut dan AS, yang diwarnai aksi saling ancam antara Presiden AS Donald Trump dan Jong Un.
ADVERTISEMENT
Jong Un menegaskan, tak akan menghentikan program rudal balistik Korut. Ia bahkan diduga mengembangkan hulu ledak rudal yang cukup untuk ditanami bom nuklir. Bila itu betul, betapa mengerikan. Rudal-rudal itu bisa membawa nuklir yang--siapa yang tahu--bisa mendarat di mana dan mencelakakan siapa.
Pemimpin Tertinggi Korut, Kim Jong Un (kanan). (Foto: Damir Sagolj/Reuters)
Dua kali lontaran rudal Korut sepanjang Agustus ini bukannya tanpa alasan. Jong Un memang sudah bersungut-sungut sejak awal bulan. Bagaimana tidak, sebab PBB menjatuhkan sanksi kepada negaranya
Minggu, 6 Agustus, PBB melarang negara-negara anggotanya untuk mengekspor batu bara, besi, timah, bijih besi, dan makanan laut ke Korea Utara. Alasannya, ekspor berbagai komoditas itu dinilai berkontribusi signifikan terhadap keberhasilan industri rudal nuklir Korea Utara--yang mengancam stabilitas kawasan dan dicemaskan memicu Perang Dunia III.
ADVERTISEMENT
PBB, yang dimotori AS, juga melarang negara-negara di dunia untuk mengambil atau menambah pekerja dari Korea Utara, melarang kerja sama dengan Korut, dan melarang penanaman investasi baru di Korut.
Semua larangan tersebut jelas membuat Korut berang bukan main. Seorang pejabat Korut, seperti dilaporkan surat kabar Korut Rodong Sinmun dan dilansir Slate, mengatakan “Saat AS berani mengganggu kami dengan sanksi, tanah air mereka akan kami ubah menjadi lautan api yang tak terbayangkan.”
Amarah Korut lantas disambar dengan genderang perang oleh Presiden AS Donald Trump--sebuah langkah yang banyak dikritik karena seperti menyiram bensin ke api.
“Korea Utara sebaiknya tak mengancam Amerika Serikat lagi. Atau, mereka akan kami balas dengan nyala api dan amuk nyata yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya,” ujar Trump, 9 Agustus.
Kim Jong Un dan Donald Trump. (Foto: Reuters)
Direktur Eksekutif Arms Control Association, Daryl G. Kimball, mengatakan ancaman balik Trump kepada Korut itu “berbahaya, ceroboh, dan kontraproduktif.”
ADVERTISEMENT
“Yang kita perlukan saat ini adalah dialog untuk menurunkan tensi dan menghindari miskalkulasi yang menghasilkan bencana. Kita berada di jalur menuju konflik, dan harus berupaya sekuat tenaga untuk keluar dari jalur itu,” kata Daryl dilansir The Guardian.
Pangkalan militer AS di Guam. (Foto: Reuters)
Tak sampai 24 jam sejak Trump melontarkan ucapan blundernya, Korea Utara menyatakan menimbang untuk menyerang Guam--pulau di barat Samudra Pasifik, di antara Jepang dan Papua Nugini, yang merupakan teritori AS.
Guam dilengkapi sejumlah pangkalan militer AS dan dijuluki sebagai “tempat di mana Amerika bermula.” Ia berjarak 11 jam penerbangan dari Hawaii--satu-satunya negara bagian AS yang terpisah dari benua Amerika dan berupa kepulauan--yang berada di timurnya.
Lewat Guam, AS menjaga peran dan dominasi militernya di Samudra Pasifik. Di pulau seluas 541 kilometer persegi yang dihuni 6.000 tentara ini, AS membangun pangkalan untuk skuadron kapal selamnya, juga pangkalan udara.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Korut memang menyatakan menunda rencana mereka menyerang Guam. Penundaan diucapkan Kim Jong Un tak lama setelah Presiden Korsel Moon Jae-in, 14 Agustus, menegaskan akan mencegah perang dengan segala cara.
Namun, Jong Un tak mengakhiri gertak sambalnya. Ia mengatakan jika “Yankees” meneruskan tindakan cerobohnya dan mencoba menantang Korut, maka keputusan penting seperti menyerang Guam akan dilakukan.
Jarak rudal yang ditembakkan Korea Utara. (Foto: Kim Kyung-Hoon/Reuters)
Maka sebetulnya, aksi Korut terbaru yang meluncurkan rudal jarak menengah melintasi langit Jepang, seperti biasa ditujukan kepada tiga serangkai rivalnya di kawasan--Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang.