The Post: Ketika Kebenaran Mengalahkan Bisnis

Anggita Aprilyani
Chef gagal yang sekarang jadi jurnalis.
Konten dari Pengguna
7 Maret 2018 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggita Aprilyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
The Post (2017) (Foto: Youtube.com/20th Century Fox)
zoom-in-whitePerbesar
The Post (2017) (Foto: Youtube.com/20th Century Fox)
ADVERTISEMENT
Jurnalis kembali dimanjakan dengan film yang menceritakan bagaimana perjuangan media untuk mendapatkan kebebasan berpendapat. The Post merupakan film besutan Steven Spielberg mampu memberi pesan terselubung untuk para jurnalis.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya, enggak mudah untuk mengartikan apa yang ada di film ini. Kenapa? Karena kalian benar-benar harus mengamati alur cerita supaya paham apa yang sebenarnya pesan dari film ini. Secara garis besar film ini punya pesan untuk kami para jurnalis, jangan takut mengungkap kebenaran sekalipun kita berseberangan dengan kekuasaan.
Tapi, ada satu bagian yang membuat saya sangat tertarik untuk membahasnya. Ya, di sini saya sendiri nulis ini atas dasar orang yang awam dengan film.
Mari coba untuk membahas ini.
Sebuah media lokal Washington, yaitu The Washington Post sedang berjuang di tengah krisis ekonomi dan bisnis mereka tetapi mereka tetap harus memberikan berita yang tidak kalah penting dibandingkan media lain. Sedangkan, New York Times merilis berita yang sangat menggegerkan bukan hanya kota New York, bahkan seluruh kota ikut geger dengan berita itu.
Daniel Ellsberg (Foto: Youtube.com/AFP Agency News)
zoom-in-whitePerbesar
Daniel Ellsberg (Foto: Youtube.com/AFP Agency News)
Dari situ seorang editor bernama Ben dari The Washington Post berambisi untuk membahas tuntas berita yang dibahas oleh New York Times. Sang pemilik bernama Katherine sedang memikirkan bagaimana media yang dibangun oleh ayahnya.
ADVERTISEMENT
Oke, itu sedikit yang mungkin bisa saya ceritakan tentang film The Post. Tapi, tunggu dulu ini belom selesai kok beneran. Saya masih mau nulis bagian Katherine (Kay) dan Ben yang membuat saya sangat amat salut dengan mereka.
Bagian di mana Kay harus memilih apakah dia harus mementingkan bankir demi kepentingan bisnis atau membongkar kebenaran publik yang seharusnya diketahui oleh warga Amerika sehingga bisa mengorbankan para rekan terdekatnya seperti Robert McNamara.
Percayalah, yang berat itu bukan rindu atau galon, tapi memilih antara hati atau uang. Untunglah Kay masih memilih hati untuk membuka kebenaran kepada warga Amerika yang selama ini disembunyikan oleh pemerintah.
Intinya, film ini memiliki arti kalau pers itu memiliki kebebasan. Tapi, apakah di dunia nyata itu berlaku atau bahkan bisa diterapkan tanpa mengorbankan seseorang? Semoga saja dunia nyata sama atau lebih indah dari film ini.
ADVERTISEMENT