Konten dari Pengguna
Gangguan Cemas Akibat Cyberbullying, Ancaman Bagi Generasi Penerus Bangsa
5 November 2025 15:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
Kiriman Pengguna
Gangguan Cemas Akibat Cyberbullying, Ancaman Bagi Generasi Penerus Bangsa
Epidemi gangguan kecemasan mengintai generasi muda di era digital. Artikel ini mengupas dampak cyberbullying terhadap generasi muda penerus bangsa.Anggun Dianata Putri
Tulisan dari Anggun Dianata Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dibalik layar kaca yang memancarkan cahaya terang, tersimpan sebuah paradoks. Generasi yang katanya paling terkoneksi dalam sejarah justru menghadapi epidemi kesepian, kecemasan dan ketakutan yang tak terlihat. Bisa dibilang, jika kita melihat dari permukaan, media sosial merupakan galeri pencapaian dan kebahagiaan yang tiada habisnya. Namun, jika kita menatapnya lebih dalam, di sela-sela feed yang indah dan tertata rapi tersebut, tersembunyi cerita yang tidak terlihat. Tentang pesan ancaman di kolom komentar, jantung yang berdegup kencang sebelum membuka ruang obrolan, dan perasaan yang tak pernah cukup yang seiring berjalannya waktu menggerogoti dari dalam.
ADVERTISEMENT
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa generasi yang katanya paling terkoneksi dalam sejarah justru menghadapi rasa sepi dan rapuh di puncak keterhubungan digital ini?
Dari Playground ke Platform, Transformasi Bullying di Era Digital
Dulu, saat bel sekolah berbunyi, segala bentuk ejekan dan ancaman bisa ditinggalkan saat melangkah keluar dari gerbang sekolah dan dulu meskipun berat, korban bullying masih ada secercah harapan untuk menemukan ketenangan dan pelukan di rumah. Namun, kini ruang digital telah menghapus batas antara ruang aman dan ruang ancaman. Notifikasi yang sama tajamnya seperti belati yang menusuk tepat disaat kita sedang lengah. Pesan ejekan dan ancaman datang tidak kenal waktu, sebuah realitas baru yang bertentangan dengan nilai Pancasila, khususnya sila ke-5 yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Setiap ancaman dan ejekan di dunia digital tidak hanya melukai korban, tetapi juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia generasi ketiga menurut teori Karel Vasak. Khususnya hak atas perdamaian dan lingkungan yang sehat, termasuk lingkungan digital. Perlindungan terhadap hak-hak ini dijamin melalui Undang-Undang ITE yang dapat menjatuhkan sanksi pidana bagi pelaku cyberbullying.
ADVERTISEMENT
Tenggelam Dalam Lautan Kecemasan, Ancaman Terhadap Masa Depan Bangsa
Merujuk pada pemberitaan komdigi.com. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengungkapkan bahwa 48 persen dari anak-anak yang mengakses internet pernah menjadi korban perundungan online, tingginya angka tersebut merupakan kenyataan yang pahit. Gangguan kecemasan bagi para korban bullying diibaratkan seperti mereka tenggelam dalam lautan tanpa tepian. Setiap notifikasi pesan ejekan yang diterima terasa seperti ombak besar yang menghantam, dan setiap pesan ancaman yang diterima terasa seperti badai yang memutus harapan untuk bisa kembali ke daratan. Mereka berjuang melawan gelombang rasa takut yang setiap hari menghantamnya, sementara kecemasan itu sendiri seperti air asin yang perlahan memenuhi rongga dada, mendesak oksigen keluar dan menggantikannya dengan keputusasaan. Setiap generasi muda yang mengalami gangguan kecemasan bukan hanya kehilangan haknya untuk berkembang secara optimal, tetapi juga bisa dibilang bahwa potensi suatu bangsa bisa terancam karena produktivitas calon pemimpin masa depannya terganggu oleh trauma digital yang seharusnya bisa dicegah.
ADVERTISEMENT
Dampak Cyberbullying di Berbagai Bidang Kehidupan Generasi Muda
Luka akibat bullying tidak mengenal batas. Ia dengan mudah merangkak dari ranah psikologis menuju aspek-aspek kehidupan lain yang paling fundamental seperti pendidikan, interaksi sosial, hingga pembentukan jati diri.
ADVERTISEMENT
Stigma dan Minimnya Dukungan, Beban Ganda Generasi Muda Korban Cyberbullying
Korban tidak hanya menghadapi trauma, tetapi juga beban ganda akibat stigma dan minimnya dukungan dari lingkungan sekitar. Komentar seperti "jangan baperan" atau "tinggal ignore aja" justru mengabaikan dampak psikologis dari perundungan siber (Cyberbullying) yang terjadi 24/7. Minimnya pemahaman masyarakat tentang bagaimana cara mendukung korban justru memperparah situasi, sementara terbatasnya akses ke layanan konseling digital yang terjangkau semakin mempersulit korban mendapatkan pertolongan profesional.
Memutus Mata Rantai Cyberbullying
Untuk memutus siklus bullying di era digital, diperlukan langkah-langkah strategis yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila:
ADVERTISEMENT
Gangguan kecemasan pada generasi muda di era digital adalah alarm yang tak boleh lagi diabaikan. Bullying di era digital yang terjadi tanpa henti telah menciptakan luka yang tak kasat mata dan menggerogoti kesehatan mental generasi muda.
Namun, di balik tantangan ini, terletak peluang untuk bertindak dengan memutus mata rantai Cyberbullying. Generasi muda tidak harus tumbuh dengan luka yang tersembunyi di balik filter media sosial. Mereka berhak untuk tumbuh dengan mental yang tangguh, didukung oleh lingkungan yang memandang kesehatan jiwa sebagai prioritas, bukan aib. Dan dalam bingkai negara hukum yang melindungi segenap rakyatnya.
Masa depan bangsa tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan akademis generasi mudanya, tetapi juga oleh ketahanan dan kesehatan mental mereka. Sudah waktunya kita memastikan bahwa dunia digital menjadi ruang yang aman untuk generasi muda tumbuh dan berkembang.
ADVERTISEMENT

