4 Catatan Penyederhanaan Surat Suara Pemilu Serentak 2024

ania safitri
Alumni Mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
4 Oktober 2021 14:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ania safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi II DPR bersama dengan pemerintah dan penyelenggara Pemilu, yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP telah melaksanakan rapat kerja bersama untuk membahas Pemilu 2024. Forum rapat tersebut belum memutuskan tanggal dan bulan pelaksanaan Pemilu 2024. Semula, KPU mengusulkan Pemilu digelar pada bulan Februari 2024, namun dalam rapat tersebut, Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian meminta Pemilu diselenggarakan pada bulan April atau Mei 2024 dengan alasan kondusifitas politik.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari kapan pelaksanaan Pemilu 2024 tepatnya akan diselenggarakan, dasar hukum pelaksanaan Pemilu 2024 tetap mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Tidak adanya perubahan Undang-Undang Pemilu, tentu juga tidak akan mengubah ketentuan-ketentuan teknis dalam Pemilu Serentak Tahun 2024.
Padahal, dari beberapa evaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2019, dipandang perlu untuk melakukan perubahan Undang-Undang, terutama terkait dengan banyaknya kasus kematian Badan Adhoc. Data yang tercatat Kementerian Kesehatan, petugas KPPS yang sakit mencapai angka 11.239 orang dan korban meninggal dunia sejumlah 527 jiwa.
Kelelahan pada saat penghitungan suara dipandang menjadi salah satu penyebab jatuh sakit dan meninggalnya petugas KPPS. Beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit meningkatkan resiko terjadinya kematian dan jatuh sakitnya petugas Badan Adhoc.
ADVERTISEMENT
Desain surat suara memang tidak dapat lepas dari sistem Pemilu yang diterapkan di Indonesia. Pemilu Tahun 2019 adalah Pemilu serentak pertama yang menggabungkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD sekaligus dalam satu hari pemungutan suara yang sama. Konsekuensinya ada 5 jenis surat suara yang diberikan kepada Pemilih untuk dicoblos di bilik suara.
Surat suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang menampilkan Foto Presiden dan Wakil Presiden, surat suara Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang menampilkan logo partai dan nama calon di setiap partai politik, serta surat suara Pemilu Anggota DPD yang menampilkan foto calon anggota DPD di masing-masing provinsi.
Untuk Pemilu Anggota DPR misalnya, terdapat 16 (enam belas) partai politik dengan paling banyak terdapat 10 (sepuluh) calon pada satu daerah pemilihan, maka paling banyak terdapat 160 (seratus enam puluh) calon pada satu lembar surat suara yang berukuran 51 x 82 cm.
ADVERTISEMENT
Bentuk dan desain surat suara yang besar, lebar, memuat belasan partai politik dan ratusan nama calon pada jenis surat suara Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, mengakibatkan petugas KPPS lelah dalam melakukan tahapan penghitungan suara.
Begitu besarnya jumlah calon di setiap daerah pemilihan memang tidak terlepas dari sistem proporsional daftar terbuka dengan daerah pemilihan yang besar serta sistem multipartai di Indonesia berimplikasi pada banyaknya jumlah calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Bercermin dari kompleksitas desain surat suara dengan memperhatikan aspek kemudahan bagi Pemilih serta beban penyelenggara adhoc, KPU dan beberapa pemerhati pemilu memandang perlu adanya penyederhanaan surat suara dalam Pemilu Serentak 2024.
Namun, penyederhanaan surat suara tentu juga harus mempertimbangkan beberapa hal.
ADVERTISEMENT
Pertama, ketentuan Undang-Undang Pemilu yang saat ini belum diubah oleh DPR. Ketentuan Pasal 342 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 masih mengatur hal-hal yang perlu dimuat dalam surat suara.
Apabila desain surat suara disusun dengan hanya mencantumkan logo partai dan kolom kosong untuk menuliskan pilihan calonnya, maka perlu dipertimbangkan ketentuan Pasal 353 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur mekanisme pemberian suara dilakukan dengan mencoblos.
Kedua, dalam beberapa kesempatan, anggota KPU, Evi Novida Ginting Manik menyampaikan, beberapa alternatif penyederhanaan surat suara. Di antaranya terdapat alternatif surat suara yang mengubah mekanisme pemberian suara, yaitu dengan cara menulis, bukan lagi mencoblos atau mencentang.
Apabila terdapat perubahan cara memberikan pilihan yaitu semula mencoblos kemudian akan dilakukan dengan menulis, tentu KPU perlu memperhatikan tingkat kemampuan menulis para pemilih. Perlu ada kebijakan khusus apabila terdapat pemilih yang belum mampu untuk memberikan pilihannya apabila harus menuliskan pilihannya pada surat suara.
ADVERTISEMENT
Ketiga, dengan adanya penggabungan surat suara, perlu ada kebijakan terkait dengan pemilih yang pindah memilih. Perlu diperhatikan misalnya apabila surat suara untuk 5 jenis pemilu dijadikan satu maka perlu kebijakan dalam hal terdapat pemilih yang memilih di luar daerah pemilihannya, bagaimana mekanisme pemberian surat suaranya.
Keempat, penyederhanaan surat suara harus mendorong coattail effect yang menjadi tujuan Pemilu Serentak. []