Work and Life Balance untuk Kesehatan Mental

Anisa Nur Andina
Anisa Nur Andina, S.E., M.Si Dosen Universitas Amikom Purwokerto yang sangat mencintai musik Drama China, K-Pop, Thai series, Drama Korea, biasa menyelami Digital Marketing dan Digital Business
Konten dari Pengguna
18 Oktober 2021 15:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anisa Nur Andina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari kesehatan mental dunia yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober menjadi momentum kesadaran diri bagi kita bahwa masalah kesehatan mental tidak bisa diabaikan sama sekali. Untuk yang sudah bekerja tentu saja memahami betul bahwa tubuh kita membutuhkan istirahat setelah bekerja di bawah tekanan. Kita secara otomatis bereaksi terhadap situasi yang membuat stres, seperti merasa tidak yakin tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, kesal ketika pekerjaan kita tidak kunjung selesai, dan bergegas dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya tepat waktu, dengan respons melawan atau lari. Ini adalah respons yang sangat adaptif yang berfungsi untuk melindungi kita dari bahaya.
ADVERTISEMENT
Di bawah tekanan, jaringan struktur otak, saraf, dan hormon secara otomatis diaktifkan untuk mempersiapkan kita menghindarinya. Gelombang hormon meningkatkan kewaspadaan tubuh dan detak jantung untuk mendorong kita bertindak. Adrenalin adalah lonjakan hormon pertama, dan memicu keringat, detak jantung yang cepat, dan napas pendek yang kita kaitkan dengan stres. Biasanya yang terjadi adalah kita merasa deg-degan, cemas yang tak kunjung hilang, hingga keluhan sering ke kamar kecil.
Stres karena pekerjaan (dok: pexels.com)
Semakin sering stres dialami, dan semakin banyak stresor yang menyebabkannya, semakin besar potensinya untuk menjadi kronis. Stres kronis berarti bahwa kita menjaga kewaspadaan kita, kita tidak bersantai bahkan setelah ancaman itu hilang: kita mungkin tetap dalam mode melawan-atau-lari tanpa menyadarinya. Orang yang mengalami stres kronis memiliki reaksi negatif yang lebih intens, dan bertahan lebih lama.
ADVERTISEMENT
Sebagai pekerja, kita cenderung lebih cepat merasakan stres. Oleh karena itu kita wajib menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi kita. Dalam hal ini, kehidupan pribadi artinya waktu untuk diri sendiri maupun keluarga, waktu untuk rehat sejenak dari penatnya aktivitas serta waktu untuk menyegarkan kembali pikiran kita. Ada kalanya kita perlu mengambil cuti tahunan yang biasanya sudah disediakan oleh perusahaan. Jangan pernah ragu untuk mengambil cuti terutama saat fisik dan mental kita sudah mulai merasa lelah. Jangan paksakan diri untuk terus bekerja dalam kondisi yang kurang baik sebab nanti hasilnya tidak akan maksimal.
Perusahaan juga sebaiknya memberikan izin ketika ada karyawan mereka yang mengajukan cuti. Demi kemaslahatan bersama, maka keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi harus dipenuhi.
ADVERTISEMENT