Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Daya Tarik Masyarakat Belanja Online

Anisah Aulia
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Konten dari Pengguna
7 Desember 2022 18:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anisah Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ilustrasi, https://cdn.pixabay.com/photo/2019/12/14/08/36/shopping-4694470_960_720.jpg
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ilustrasi, https://cdn.pixabay.com/photo/2019/12/14/08/36/shopping-4694470_960_720.jpg
ADVERTISEMENT
Virus Covid-19 yang menyerang dunia tak terkecuali di Indonesia, menyebabkan manusia harus membatasi interaksi, sehingga menyebabkan perubahan sosial di kalangan masyarakat. Salah satu perubahan yang terjadi yakni kebiasaan berbelanja.
ADVERTISEMENT
Sebelum adanya pandemi Covid-19, aktivitas belanja ini biasa dilakukan secara langsung yakni dengan datang ke toko kemudian memilih barang yang diinginkan. Namun, akibat terjadinya pandemi, masyarakat dituntut untuk membatasi kontak langsung. Karena hal tersebut, masyarakat mulai mengenal berbagai aplikasi-aplikasi belanja online yang dapat diunduh di smartphone mereka.
Dengan berkembangnya teknologi saat ini, masyarakat mulai terbiasa dengan banyaknya aplikasi yang dihadirkan smartphone tersebut. Contohnya di dalam aplikasi e-commerce, terdapat banyak event belanja yang ditawarkan di setiap tanggal dan bulan yang sama.
Hal ini menjadi salah satu daya tarik masyarakat dalam belanja online. Serta penggunaan aplikasi yang mudah dan praktis, menjadikan masyarakat lebih memilih untuk belanja online dibanding belanja secara langsung dengan datang ke toko.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama pun dirasakan oleh penjual barang ataupun jasa. Dengan menawarkan jasa atau barang secara online, mereka dapat memperkenalkan ataupun menjual produknya secara luas, hal ini akan berkemungkinan menaiknya pendapatan, serta dapat lebih cepat memperbesar usaha yang dibangun.

Namun Masyarakat Perlu Berhati-Hati Terhadap Maraknya Penipuan di E-Commerce

Penggunaan e-commerce di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 277.947.466 pengguna, dengan perkiraan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 70% hingga tahun 2021 (Indiekraft, 2021). Selain peningkatan pengguna e-commerce ini, banyak juga penipuan online yang terjadi di aplikasi tersebut di Indonesia.
Menurut Permadi, “Sepanjangan tahun 2021, Kementerian Kominfo menerima laporan aduan penipuan jualan online sebanyak mencapai 115.756 kasus. Jika dibandingkan dengan angka laporan penipuan online dari tahun 2020 yang berjumlah 167.675 laporan, maka terjadi penurunan jumlah laporan di tahun 2021” (Cnn Indonesia, 2021).
ADVERTISEMENT

Masyarakat Masih Merasa Kesulitan Pada Awal Penggunaannya

Sejalan dengan perkembangan zaman, teknologi pun semakin canggih, sehingga dapat mempermudah para penggunanya. Di samping segala kemudahan itu juga, ada banyak sekali kesulitan yang dialami dari adanya belanja online ini yang dirasakan oleh masyarakat.
Sebelumnya, seperti yang kita ketahui, masyarakat merasa fitur yang dihadirkan saat mencari hingga proses pembayaran belanja ini sangat mudah. Serta tidak lupa dengan berbagai penawaran yang ada pada platform pun menjadi pokok alasan yang menjadikan meningkatnya peminat belanja online di masyarakat.
Namun di sisi lain, belanja online juga memiliki sisi negatif. Yakni pada risiko dalam pembelian yang memungkinkan barang atau jasa yang kita beli tidak sesuai dengan yang diharapkan, proses yang memakan waktu yang cukup lama, serta keamanan data sebab adanya penyalahgunaan informasi personal oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Momen yang terjadi saat inilah yang membuat permasalahan ekonomi yang timbul pada masa pandemi ini, memberikan pola baru dalam bermasyarakat. Bahkan, dalam hal belanja online. Menurut Koufaris dan Hampton Sosa (2004), kepercayaan konsumen akan e-commerce merupakan salah satu faktor kunci melakukan kegiatan jual beli secara online. Kepercayaan dianggap faktor penting dan merupakan salah satu faktor kritis dalam stimulan transaksi secara online (Putri & Gunawan, 2021).
Dari pemaparan contoh di atas, untuk mencegah hal tersebut, perlu cerdas dalam memilih barang, pertimbangkan jumlah banyaknya barang yang telah terjual di suatu toko, pertimbangkan review dari pembeli sebelumnya, hindari pembelian barang atau jasa pada toko yang belum terdapat review, gunakan aplikasi yang sudah terpercaya.
ADVERTISEMENT
Terkadang gambar yang ditampilkan di katalog tidak sesuai dengan kondisi barang yang aslinya. Untuk menghindari hal tersebut, perlu diperhatikan deskripsi barang atau jasa sebagai bahan pertimbangan sebelum membeli, dan tanyakan kepada penjual jika masih belum cukup informasinya.

Menghasilkan Dampak Baik Diiringi Dampak Negatif yang Diberikan

Mengingat keterbatasan yang kita miliki saat ini didampingi oleh teknologi yang memberikan kemudahan menyebabkan kegiatan jual-beli dilakukan secara online agar proses dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, dari hal ini terdapat dampak baik maupun buruk.
Salah satu dampak baik yang dirasakan para konsumen yaitu tidak membuang waktu yang lama serta banyak sekali pilihan harga maupun kualitas pada satu produk yang sama tanpa perlu berpindah-pindah toko seperti ketika belanja secara langsung ke toko. Namun kemudahan tersebut membuat masyarakat mulai ketergantungan dengan belanja online.
ADVERTISEMENT
Belanja online yang dilakukan masyarakat saat ini bukan lagi karena hal-hal yang diperlukan, melainkan karena harga barang yang terlampau murah atau promo-promo yang ditawarkan, sehingga terjadi perubahan pola kebutuhan yang seharusnya mengutamakan untuk kebutuhan primer menjadi pola hedonisme di masyarakat.
Penjelasan diatas bisa juga kita sebut impulsive buying. Maraknya impulsive buying seperti hal inilah yang menyebabkan banyak dampak yang buruk mulai dari ekonomi hingga lingkungan. Tidak hanya itu, penyesalan pun sering dirasakan oleh pelaku impulsive buying, karena barang-barang yang dibeli tidak sesuai ekspektasi saat memilih barang dan banyak barang yang dibeli tidak sesuai apa yang diperlukan oleh konsumen.

Perlunya Penanganan Untuk Para Pelaku Impulsive Buying

Dari contoh yang sudah dipaparkan di atas, perlu penanganan atau pencegahan agar tidak terjadi hal-hal buruk ketika belanja online atau untuk para pelaku impulsive buying. Hal mendasar yang perlu diingat untuk mencegah perilaku ini yakni dengan melakukan management keuangan dengan baik dan tidak lupa untuk menabung.
ADVERTISEMENT
Mengurangi penggunaan e-commerce dapat menjadi hal yang dipertimbangkan. Mempertimbangkan fungsi barang yang akan dibeli pun menjadi hal yang tak kalah penting.
Perubahan kebiasaan baru di masyarakat ini diprediksi akan terus berlanjut hingga wabah Covid-19 menghilang atau bahkan dapat terus berlanjut hingga ke depannya. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih bijak dan pintar dalam penggunaan dan pemanfaatan platform e-commerce agar mendapatkan lebih banyak dampak positifnya dalam belanja online dibandingkan dampak negatifnya.
Menurut pendapat penulis pun, masyarakat Indonesia harus lebih bijak dan berhati-hati ketika melakukan pembelian online. Ketika ingin membeli sesuatu, pastikan toko tersebut sudah tepercaya sehingga tidak ada kecurigaan sedikitpun dan sedikit pula kemungkinan penipuannya. Karena penulis pun pernah mengalami hal yang tidak enak ketika melakukan transaksi belanja online yaitu dengan datangnya barang tidak sesuai dengan apa yang penulis beli ketika check out.
ADVERTISEMENT
Sumber rujukan:
Cnn Indonesia, Kominfo Catat Kasus Penipuan Online Terbanyak: Jualan Online. diakses pada 30 November 2022. /https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211015085350-185-708099/kominfo-catat-kasus-penipuan-online-terbanyak-jualan-online
Indiekraf, Berapa Pengguna E-Commerce di Indonesia saat ini? diakses pada 30 November 2022. https://indiekraf.com/berapa-pengguna-e-commerce-di-indonesia-saat-ini/
Putri, T. C., & Gunawan, C. (2021). Pengaruh Keragaman Produk Dan Kepercayaan Terhadap Minat Beli Online Saat Pandemi Covid-19. JURNAL EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS, DAN SOSIAL (EMBISS), 1(2), 56-65.