kumparan Menjadikan Saya Anissa Sadino

Anissa Sadino
Provehito in Altum
Konten dari Pengguna
18 Januari 2019 13:55 WIB
comment
25
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anissa Sadino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
kumparan Menjadikan Saya Anissa Sadino
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Jujur, saya tak pernah menyangka bisa berada di dalam ruangan ini. Ruangan tertutup di lantai dua kantor kumparan, bersama dengan 10 orang lainnya.
ADVERTISEMENT
Kami sama-sama duduk memandang laptop. Jemari kami bergerak, menyusun kata demi kata agar menjadi sebuah kalimat yang mampu menyampaikan sebuah peristiwa.
Pada akhir tahun 2016, saya menjejakkan kaki saya di kumparan. Awalnya, kumparan adalah pelarian saya dari kantor sebelumnya. Kala itu, saya berharap dapat menemukan apa yang saya inginkan di kumparan; siapa saya sebenarnya, dan apa kemampuan saya.
Tahun 2017 adalah tahun yang besar dan berat bagi saya. Ayah saya jatuh sakit saat kumparan baru saja berjalan, dan hal itu membuat hidup saya berubah 180 derajat. Kenapa? Karena saya harus bisa membuat diri saya sebagai perempuan dengan kehidupan seimbang; anak perempuan yang baik di rumah, dan perempuan berhati baja di kantor.
ADVERTISEMENT
Kerja di kumparan, jujur, bukanlah hal yang mudah untuk saya. Saya sering pulang malam dan masuk kantor di akhir pekan. Memang, ini adalah kewajiban kami yang memilih jurnalisme sebagai 'teman hidup'. Di saat kalian libur, kami masuk kantor untuk memberitakan apa yang terjadi di hari liburmu secara global.
Saya sempat merasa berdosa pada ayah saya di tahun 2017. Tak hanya pada Beliau, tapi juga pada ibu saya. Sebagai seorang anak perempuan yang punya rasa takut pada kata 'durhaka', saya merasa berdosa karena tidak punya banyak waktu dengan keluarga saya di rumah. Saya tidak mengurus ayah saya seperti anak perempuan pada umumnya dan membiarkan ibu dan adik saya yang mengurus Beliau. Semua karena kumparan.
ADVERTISEMENT
Waktu berjalan dengan cepat, dan saya terkejut dengan pencapaian saya di tahun 2017. Saya lupa bagaimana ceritanya, tapi saya yang pada awalnya bekerja sebagai Asisten Redaktur kumparanHITS (kanal yang membahas tentang selebriti, musik, dan film), kini punya profesi lain, yaitu sebagai seorang MC atau host.
Saya menjadi host untuk beberapa acara internal kantor, program talkshow 'Tamunya kumparan', dan--yang paling saya tidak sangka-- menjadi MC untuk acara #1001Lowongan. Di #1001Lowongan, untuk pertama kalinya, saya menjadi host di depan seribu calon wartawan muda dari seluruh Indonesia yang akan diseleksi untuk bergabung menjadi bagian dari kumparan.
Untuk acara itu, saya berterima kasih sekali pada Mbak Ine Yordenaya, sosok yang mempercayakan saya untuk membawakan #1001Lowongan. Kalau bukan karena Beliau, saya tidak tahu bahwa saya bisa melakukan hal-hal yang pada awalnya, saya enggan untuk lakukan.
ADVERTISEMENT
Masih di tahun 2017, saya juga menjadi bagian Content Innovation Team alias The Avengers. Tim ini dibentuk untuk merumuskan penyegaran konten kumparan lewat sebuah produk baru. Orang-orang di tim ini dianggap punya taste konten yang baik, punya banyak referensi, data driven, dan belum terkontaminasi dengan urusan-urusan manajerial. Ya, kira-kira begitu isi email dari Mas Madin, Wakil Pemimpin Redaksi kumparan.
Di tahun 2018, program talkshow 'Tamu kumparan' melambung. Jujur, saya sempat kewalahan karena kami kerap mendapatkan banyak tamu dari dunia perfilman dan musik. Dalam seminggu, saya bisa 2-3 kali syuting 'Tamu kumparan'. Tapi, entah kenapa, saya senang berdialog dengan tamu-tamu saya.
Pada Oktober 2018, mewakili kumparan, saya terbang ke Kyoto, Jepang, untuk menyaksikan Kyoto International Film Festival. Saya tidak pernah menyangka saya akan kembali ke Negeri Sakura tanpa mengeluarkan biaya yang besar, karena perjalanan saya adalah business trip yang di-cover kantor dan pihak yang mengundang saya untuk liputan. Saya sangat bahagia, karena Jepang adalah salah satu negara favorit saya.
ADVERTISEMENT
Suatu malam, tepatnya beberapa hari setelah saya pulang dari Jepang, saya berkontemplasi dengan diri saya sendiri. Otak saya mencoba mereka ulang seluruh pencapaian saya selama dua tahun terakhir, dan hal itu membuat saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri.
Apa yang sedang kamu lakukan, Sadino?
Jantung saya berdegup kencang saat pertanyaan tersebut muncul di benak saya. Apa yang terjadi? Apa yang saya lakukan selama ini?
Saya tak pernah menyangka Anissa Sadino memiliki potensi yang besar di dunia komunikasi. Saya tak pernah menyangka Anissa Sadino bisa melakukan hal-hal di luar zona nyamannya. Saya tak pernah menyangka bahwa Anissa Sadino ternyata berhati baja. Dan pemikiran itu patah karena kumparan memberikan saya kesempatan untuk itu.
ADVERTISEMENT
Pikiran saya beralih pada ayah saya yang sedang tidur di kamar. Selama dua tahun terakhir, kondisinya turun-naik. Malah pada saat itu, kondisinya menurun. Rasa bersalah saya muncul lagi. Demi karier, saya rela menghabiskan waktu saya di kantor daripada di rumah.
Ayah saya adalah orang yang mendukung saya untuk bekerja di kumparan. Sebelum saya memutuskan untuk bekerja di kumparan, saya mendiskusikannya dengan ayah saya; apakah saya bisa mencintai kumparan dan apakah kumparan bisa mencintai saya.
"Ayah mana yang tidak bahagia melihat putrinya melakukan hal-hal yang dia inginkan? Selama kamu nyaman dan senang dengan pekerjaanmu, aku tidak akan menghentikanmu. Justru, kebahagiaan seorang ayah adalah, ketika dia melihat putrinya bisa menjalani hidup jauh lebih baik darinya. Insyaallah, jika kamu menjalani sesuatu dengan rasa, cinta yang akan kamu dapat jauh lebih besar dari cinta yang telah kamu berikan."
ADVERTISEMENT
Akhir Oktober 2018, ayah saya kembali pada Sang Esa. Saya diberi izin untuk tidak masuk kantor selama satu minggu untuk membenahi diri.
Beberapa hari setelah kepergian ayah saya, saya kembali merenung sambil berusaha menghapus sesal.
Saya tidak boleh menyesal dengan apa yang telah saya lakukan untuk ayah saya selama ini. Saya tidak boleh menyalahkan Tuhan atau diri sendiri dalam keadaan seperti. Ayah saya pergi untuk bersanding di sisi-Nya, dan saya tidak boleh egois dengan tidak menerima kejadian itu.
Saya tidak boleh menyalahkan institusi tempat saya bekerja dan orang-orang di dalamnya. Menjadi seorang jurnalis adalah pilihan saya sejak awal. Artinya, saya sadar total bahwa pekerjaan saya menyita banyak waktu saya dengan orang-orang tercinta. Ini adalah risiko yang saya ambil sejak awal saya menjadi bagian dari keluarga kumparan.
ADVERTISEMENT
Secara tiba-tiba, saya merasa kumparan menjadikan saya pribadi yang berbeda. kumparan mengubah cara pandang saya agar lebih realistis. kumparan memaksa saya untuk menjadi perempuan berhati baja. kumparan mengajarkan saya untuk menghargai waktu. kumparan memberikan saya ruang untuk mengeksplorasi diri saya sendiri. kumparan memberikan saya sebuah keluarga kedua yang saya cintai sepenuh hati saya.
Saya yakin ayah saya bangga pada saya dan pencapaian saya saat ini. Saya yakin, Beliau tidak akan mempermasalahkan jumlah jam yang saya habiskan di kumparan. Saya yakin Beliau tidak akan menyebut saya sebagai anak yang durhaka. Saya yakin Beliau puas dengan apa yang saya usahakan untuknya agar dia tetap bernapas.
Saya juga yakin, jika Beliau masih hidup, dia akan mengusap-usap kepala saya sambil tersenyum dan mengatakan, "You've done a great job. Terima kasih telah menjadikan usahaku dalam mendewasakanmu tidak sia-sia."
ADVERTISEMENT
kumparan melahirkan Anissa Sadino yang sebenarnya. Anissa Sadino yang kalian lihat selama ini. Di tempat merokok, hingga di depan kamera sambil berbincang dengan Iqbaal Ramadhan, Vino G Bastian, Tora Sudiro, dan masih banyak lagi.
Anissa Sadino yang kalian lihat sekarang adalah kreasi kumparan. Tidak, kalimat itu tidak berbau negatif, melainkan sebuah keyakinan untuk kalian yang ingin menjadi bagian dari keluarga saya. Dan tulisan ini, adalah bentuk terima kasih saya pada kantor yang telah mempercayai kinerja dan pola pikir saya selama ini.
Selamat ulang tahun, kumparan. Terima kasih atas tantangannya.