Burukkah Hutang Luar Negeri di Masa Pandemi?

anissa rizki novanti
Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta
Konten dari Pengguna
25 Juni 2020 9:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari anissa rizki novanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 masih melanda Indonesia dan berbagai negara di seluruh dunia. Terhitung sejak kasus pertama di Indonesia muncul pada bulan Maret 2020, kini sudah tiga bulan COVID-19 masih menjangkiti masyarakat. Bahkan pada tanggal 18 Juni 2020 kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 1.331 orang. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, total kasus positif global per tanggal 23 Juni 2020 adalah 8.993.659 kasus dengan 469.587 kematian di 215 negara terjangkit.
ADVERTISEMENT
Sejak 6 April 2020 penambahan kasus positif di Indonesia mulai menanjak cepat yakni sekitar 200-300 orang per harinya, lalu bergerak naik 300-400 kasus per hari. Pada bulan Juni 2020, angka penambahan kasus positif bergerak naik antara 400-1000 kasus per harinya. Hingga pada tanggal 23 Juni 2020 total kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 47.896 kasus dengan 2.535 kematian dan 19.241 kasus sembuh.
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan bantuan sosial untuk menangani dampak dari COVID-19 ini. Bantuan sosial yang diberikan Pemerintah, setidaknya terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan sembako, subsidi listrik, penerima manfaat program keluarga harapan, insentif kartu pra-kerja, dan Indonesia pintar.
Namun penyaluran bantuan sosial yang sudah dimulai sejak bulan April 2020 dinilai kurang tepat sasaran. Sebagaimana dikutip dari Ombudsman RI bahwa telah menerima pengaduan terkait dengan penyaluran bantuan sosial pemerintah, diantaranya terkait: penyaluran bantuan yang tidak merata, baik dalam hal waktu, sasaran/masyarakat penerima maupun wilayah distribusi; ketidakjelasan prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan; masyarakat yang kondisinya lebih darurat lapar tidak terdaftar dan sebaliknya, ada yang terdaftar tapi tidak menerima bantuan; dan ada yang tidak dapat menerima bantuan di tempat tinggal karena KTP pendatang.
ADVERTISEMENT
Segala permasalahan yang terjadi saat penyaluran bantuan sosial menjadi evaluasi agar bantuan yang disalurkan dapat sampai ke tangan yang tepat. Apalagi jika melihat dana yang digunakan untuk bantuan sosial tersebut berasal dari hutang luar negeri. Dikutip dari detik.com hutang Indonesia kepada World Bank dalam rangka program COVID-19 Emergency Response sebessar US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,62 triliun.
COVID-19 yang telah memberikan dampak luar biasa bagi perekonomian tanah air dan dunia sehingga Indonesia dan banyak negara di dunia juga melakukan hutang luar negeri. Selain World Bank pemerintah juga mendapat bantuan dana dari Asian Development Bank (ADB) sebesar US$ 1,5 miliar dan Islamic Development Bank (IDB) sebesar US$ 200-250 juta.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga perlu mengoptimalisasikan dana APBN agar cukup sampai melewati masa pandemi ini. Dikutip dari Kementerian Keuangan, bahwa pemerintah melakukan lima langkah strategi pembiayaan di tengah pandemi COVID-19.
Pertama, optimalisasi sumber pembiayaan non utang. Dilakukan dengan pemanfaatan sisa Anggaran Lebih (SAL) pada tahun 2020 ini sebesar Rp 70,64 triliun, pos dana abadi pemerintah serta dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU).
Kedua, fleksibilitas pinjaman tunai. Dilakukan melalui upsize pinjaman program yang ada saat ini dari development partners baik bilateral maupun multirateral, diantaranya adalah dengan Bank Dunia, ADB, AFD, KfW, JICA, EDCF dan AIIB.
Ketiga, Pemerintah akan melakukan fleksibilitas dalam penambahan Surat Berharga Negara (SBN). Langkah ini dilakukan dengan cara upsize penerbitan SBN domestic dan SBN valas dengan tetap memperhatikan kondisi pasar keuangan. Lalu, Pemerintah juga akan membuka kesempatan permintaan private placement dari BUMN/Lembaga Aset seperti LPS, BPKH dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Keempat, mengutamakan penerbitan SBN domestik melalui mekanisme pasar termasuk pasar ritel. Dan yang kelima, optimalisasi dukungan Bank Indonesia (BI) sebagai sumber pembiayaan yang bersifat last resort atau back stop.
Negara melakukan hutang luar negeri bukan tanpa alasan, akibat dari COVID-19 banyak pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), banyak perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan atau bahkan merugi, dan banyak usaha yang gulung tikar karena kehilangan pelanggan. Penerimaan pemerintah yang sumber utamanya adalah pajak pun berkurang. Dikutip dari Kompas.com sebagai langkah penanggulangan COVID-19 pemerintah pun membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Saat ini bukan waktunya untuk menyalahkan pihak siapa yang bertanggungjawab. Karena sebagai masyarakat kita juga perlu membuka pikiran dan melihat bagaimana sebenarnya pengelolaan dana yang dilakukan pemerintah sebenarnya. Memang masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari sistem dan pelaksanaan di lapangan. Pemerintah harus memperketat cara untuk menyalurkan bantuan agar dapat tersalurkan dengan baik dan tidak jatuh ke tangan yang salah.
ADVERTISEMENT
Penulis: Anissa Rizki Novanti, Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta