Kupas Kritik Gus Mus dalam Cerpen Mubaligh Kondang

Anisya Febriyanti
Mahasiswi Sastra Indonesia, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan.
Konten dari Pengguna
15 Juli 2022 12:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anisya Febriyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Karya sastra sebagai suatu hasil karya manusia, tentu mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan manusia itu sendiri. Adanya hubungan antara karya sastra dengan manusia, membuat terjadinya timbal balik antara karya sastra dengan manusia. Melalui karya sastra, seorang penulis mengungkapkan masalah dalam kehidupan. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat.
ADVERTISEMENT
Cerpen sebagai salah satu jenis karya sastra merupakan media efektif untuk merespons serta mengkritik problematika sosial. Selain jumlah katanya yang sedikit, jangkauan cerita cerpen juga sempit dan terkesan to the point. Hal tersebut memudahkan pembaca untuk mencari pesan tersirat yang diselipkan penulis dalam karakter tokoh atau pertistiwa-peristiwa yang ada dalam cerpen.
Gus Mus sebagai cerpenis yang pernah dianugerahi penghargaan “Anugerah Sastra Asia” dari Majelis Sastra (Mastera, Malaysia, 2005) mengungkapkan sebagian gagasan dan kritik sosialnya ke dalam cerpen. Kritik sosial tersebut menyangkut tentang macam-macam gejala kehidupan masyarakat. Salah satu cerpennya yang mengkritik masalah sosial adalah cerpen Mubaligh Kondang.
Sumber : Dokumen Pribadi
Cerpen Mubaligh Kondang menceritakan tentang tokoh “aku” yang mendapati kawan lamanya di pesantren yang sering terkena takzir atau hukuman karena melanggar aturan sekarang telah menjadi mubalig kondang. Peristiwa itu terjadi saat kawan lama tokoh “aku” mengisi pengajian di sebuah alun-alun.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan bahwa rangkaian peristiwa satu dengan peristiwa yang lain memiliki keterkaitan yang padu dengan kehidupan “aku” dalam cerpen yang dikarang Gus Mus.
Rangkaian peristiwa atau alur tersebut menunjukan peristiwa keagamaan, seperti pengajian dan dakwah dengan sedikit dibumbui kisah percintaan atau pun dunia mistis.
Cerpen Mubaligh Kondang kental dengan nuansa kehidupan pesantren, masyarakat tradisional sekitarnya dan berbagai pernak-pernik kehidupan dakwah. Disampaikan sebagaimana adanya. Itulah bagian yang paling menarik dalam cerpen-cerpen ini.
Cerpen Mubaligh Kondang cukup menarik karena menggambarkan bagaimana antusias masyarakat kita menghadiri acara-acara pengajian, apalagi jika yang mengisi pengajian adalah mubalig kondang. Berbondong-bondong orang dari berbagai penjuru datang untuk mendengarkan tausiah dan mencari berkah.
ADVERTISEMENT
Namun demikian sang penulis tidak lupa menuliskan keprihatinannya terhadap masyarakat yang gemar menghadiri pengajian namun perilakunya masih tidak berubah lewat tokoh “Istri” dan masyarakat, tokoh Haji Mardud yang sudah menunaikan rukun Islam kelima namun masih saja merentenkan uang, tokoh Salim dan Parman yang masih rajin memasang togel, tokoh Imron yang hadir pengajian sambil menggoda perempuan.
Di samping itu, Gus Mus dalam cerpennya menyindir para mubaligh. Tidak sedikit mubalig yang hanya pandai ngomong, ngompor-ngompori, menakut-nakuti, melawak.
Sindiran Gus Mus dalam cerpennya tergambarkan dengan lugas dan jelas. Tidak hanya sindiran, Gus Mus melalui cerpennya berpesan kepada masyarakat yang sering menghadiri pengajian dapat menerapkan tausiah yang didapat dari mubalig dan mengubah perilaku buruk.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Gus Mus berpesan kepada para Mubalig untuk jangan hanya “membakar” semangat umat untuk mengumbar rasa kebencian. Mereka harus lebih mengedepankan penyampaian amar ma’ruf nahi munkar (melakukan perbuatan kebajikan dan menjauhi larangan agama).