Dampak Psikologi Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Annisa Meilani Zakiah
Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah
Konten dari Pengguna
26 November 2022 12:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Meilani Zakiah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Karolina Grabowska from Pexels: https://www.pexels.com/photo/man-clenching-fist-near-a-woman-covering-face-while-sitting-4379912/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Karolina Grabowska from Pexels: https://www.pexels.com/photo/man-clenching-fist-near-a-woman-covering-face-while-sitting-4379912/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengertian dari menikah itu sendiri adalah bersatunya dua insan dengan hati,pikiran,dan tujuan yang sama dengan kesiapan dalam menjalin pernikahan itu sendiri, demikian menikah juga berarti mempererat hubungan satu sama lain. Usia pernikahan juga tentunya sudah ditentukan oleh Negara, di Indonesia menetapkan usia minimal pernikahan adalah 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan dikarenakan pertimbangan terhadap pasangan itu sendiri saat menjalani kehidupan setelah menikah. Hubungan yang harmonis menjadi impian semua orang, lalu apa jadinya jika menikah bagi kita yang seharusnya saling menyayangi, melengkapi,mencintai tetapi ternyata di dalam bahtera rumah tangga terjadi kekerasan dalam rumah tangga?.
ADVERTISEMENT
Semua yang kita alami dan jalani pasti tidak selalu berjalan dengan baik-baik saja bukan? Sudah tentu terdapat hal-hal yang memang menguji kita akan itu. Menikah juga demikian, di dalam pernikahan pasti banyak tantangan yang dilalui. Menghadapinya dengan penuh kesabaran juga merupakan tindakan yang baik untuk diri sendiri dan keluarga. Namun ada juga yang mengambil tindakan buruk untuk melampiaskan hal tersebut dengan emosional kekerasan.
Kekerasan berarti penganiayaan, di dalam rumah tangga disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dimana objeknya bisa saja terdiri dari ayah, ibu, anak yang berada di lingkup rumah tersebut. Perbedaan gender terkadang disalahgunakan karena realita nya yang melakukan kekerasan tersebut adalah Suami yang dilakukan pada sang istri. Dikarenakan sifat perempuan adalah lemah lembut, penakut,penyayang membuatnya tidak tega jika melakukan kekerasan seperti itu. Sementara laki-laki memiliki sifat berkuasa,pemberani, keras sehingga kemungkinan kekerasan itu dilakukan oleh suami terhadap istrinya.
ADVERTISEMENT
Terdapat bentuk-bentuk dari kekerasan tersebut seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi, bisa juga terjadi kekerasan gabungan antara kekerasan fisik dan psikis tersebut. Kekerasan fisik seperti memukul,menampar,menendang dan lainnya yang mengakibatkan sakit secara fisik. Kekerasan psikis seperti memarahi, berbicara kasar, menghina, berbicara keras, mengancam akan menyakiti. Kekerasan ekonomi seperti tidak memberi nafkah kepada istri,suami tidak bekerja dengan sengaja membiarkan istri bekerja siang-malam. Kekerasan gabungan antara kekerasan fisik dan psikis seperti mengancam akan menyakitinya dengan melakukan kekerasan fisik tersebut secara bersamaan, pelaku kekerasan bisa saja sewaktu-waktu mengulangi perbuatan ini terhadap korban.
Keadaan psikis korban tentu membuatnya trauma akan hal yang telah menimpanya, korban bisa saja mengalami depresi, stress, cemas, takut, hilangnya rasa percaya diri. Urusan rumah tangga memanglah urusan pribadi tiap pasangan, tidak jarang setelah korban mendapat perlakuan kekerasan, korban enggan menceritakan hal tersebut. Perlindungan terhadap korban kekerasan ini pasti ada, bisa dari keluarga, lingkungan, sahabat yang terdekat, bahkan Negara sekalipun bisa memberikan perlindungan khusus untuk korban kekerasan dalam rumah tangga ini. Ketakutan korban terkadang lebih besar dibanding rasa percaya dirinya akan terlepas dari mimpi buruk ini sehingga kejadian tersebut tidak akan pernah diceritakannya pada siapapun.
ADVERTISEMENT
Korban diharapkan bisa lebih terbuka terhadap orang terdekat agar masalah dapat masukan dan masalah terselesaikan, Namun tidak sedikit pula setelah korban bercerita dia tidak mendapat dukungan. Tentu korban akan merasa tidak percaya diri dan merasa lemah akan hal yang tengah terjadi padanya. Korban akan lebih menutup diri dan memilih untuk tidak menceritakan hal tersebut pada siapapun, bahkan mungkin sampai kekerasan itu terjadi lagi padanya. Jika terus terjebak dalam situasi tersebut ditakutkan akan memperburuk keadaan, terlebih kesehatan mental korban itu sendiri. Korban harus berani dan percaya bahwa pasti ada pertolongan dan harapan kemudian hari untuk hari yang lebih baik lagi.
Mintalah pertolongan dari berbagai pihak seperti keluarga, teman, tetangga, lingkungan. Negara pun juga memberi pertolongan pada korban kekerasan dalam rumah tangga ini dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, pelayanan medis untuk kesehatannya, juga pelayanan untuk kesehatan mental setelah kejadian lalu terjadi. Semua ada untuk korban, korban berhak bersuara, korban berhak bangkit. Jika tetap berada pada situasi seperti itu sebaiknya keluar dari situasi tersebut dan pastikan kamu bahagia, apapun keputusan hidup kamu.
ADVERTISEMENT
Jika menikah adalah langkah menuju kebahagiaan, lalu apakah benar menikah itu solusi untuk bahagia? Semua orang butuh "rumah" untuk menjadi tempat berlindung, merasa aman juga nyaman, namun ada hak serta kewajiban didalamnya. Ada aturan, ada kesenangan dan juga masalah. Namun apabila “rumah” tersebut rusak, Bagaimana bisa kita mendapatkan kehidupan yang layak? Kecuali mungkin bisa diperbaiki sama halnya seperti hubungan yang retak bisa bersatu kembali. Namun tidak ada yang membenarkan kekerasan menjadi bentuk rasa sayang pada seseorang, kekerasan termasuk pada tindak pidana. Kejadian yang menimpa korban sangat amat membekas pastinya pada korban, beberapa berhasil mengikhlaskan, beberapa terbiasa dengan luka. Korban kekerasan terlebih kekerasan dalam rumah tangga mesti perlu sangat amat diperhatikan karena bukan termasuk masalah sepele dan bukan hal yang main-main sehingga kita sulit memercayainya."Yang harus kita lakukan adalah percaya pada korban," –Najwa Shihab. Dengarkan bisikan yang berulang sebelum kamu mendengar teriakan.
ADVERTISEMENT