Perempuan Harus Bisa Merencanakan Keuangan

Annissa Sagita
Financial Planner
Konten dari Pengguna
15 September 2018 8:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annissa Sagita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selama ini perempuan sebagai “menteri keuangan” dianggap bisa mengelola uang belanja. Uang yang diberikan suami dikelola untuk uang belanja, untuk makan, rumah, keperluan anak, dan biaya sehari-hari lainnya. Sumber keuangan biasanya berasal dari suami.
ADVERTISEMENT
Namun, meskipun predikat “menteri keuangan” demikian populer untuk perempuan dalam rumah tangga, urusan investasi dan perencanaan keuangan masih dianggap teritori laki-laki.
Penghasilan yang diberikan suami terkadang datang dengan keraguan untuk diskusi soal keuangan, karena bisa jadi perempuan merasa inferior, tidak berhak mengajak diskusi, enggan disebut “tidak bersyukur”, dan lain sebagainya.
Tapi bagaimana dengan perencanaan keuangan lainnya seperti persiapan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (musibah) yang berpengaruh ke kondisi keuangan, atau perencanaan jangka panjang, seperti dana pendidikan anak dan rencana kehidupan hari tua?
Hal-hal ini yang seringkali luput dari keuangan rumah tangga. Padahal ada beberapa hal yang membuat perempuan harus bisa merencanakan keuangan.
ilustrasi: pixabay
Perempuan harus bisa merencanakan keuangan, karena:
ADVERTISEMENT
Angka perceraian di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun sekitar 16-20% (Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kementerian Agama, 2009-2016). Ini artinya, apapun alasan perceraiannya (ketidakcocokan, selingkuh, alasan ekonomi, dst.), perempuan harus siap secara finansial.
Tidak memiliki penghasilan sendiri membuat perempuan menerima dampak lebih berat dari perceraian dibandingkan pasangannya.
Tidak hanya bercerai, ada risiko lain perpisahan dengan pasangan yang tidak bisa diduga, yaitu kematian. Berbeda dengan perceraian yang memberikan tanda-tanda, kematian datang tanpa bisa diperkirakan. Jika tidak ada persiapan sama sekali, masa depan diri sendiri dan anak-anak akan menjadi taruhannya.
Hak asuh anak biasanya jatuh ke tangan perempuan sebagai ibunya. Dengan rasa kasih sayang tentu saja perempuan pun akan lebih memilih hak asuh anak dibandingkan hal-hal lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Perkawinan tahun 1974 pasal 41 b tentang akibat putusnya perkawinan karena perceraian menyebutkan: “Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.”
Dalam kenyataannya, tidak semua mantan suami memenuhi kewajiban tersebut kepada mantan istri dan anak-anaknya, sehingga perempuan tetap harus berusaha sendiri membiayai dan membesarkan anak-anak.
Data BPS tahun 2017 menunjukkan bahwa angka harapan hidup laki-laki adalah 69,16 tahun sedangkan perempuan 73,06 tahun. Ini artinya perempuan hidup lebih lama 3,9 tahun dibandingkan dengan laki-laki.
Meskipun perbedaaannya “hanya” sekitar 3-4 tahun, apabila dihitung total kebutuhan hidup selama 3-4 tahun tentu angkanya juga akan menjadi cukup besar. Apakah tabungan hari tua yang dimiliki sudah bisa menutupi kebutuhan tersebut ketika pasangan/laki-laki meninggal?
ADVERTISEMENT
Jika berencana hidup bergantung pada anak, apakah anak juga akan mampu menopang hidup orang tuanya sedangkan ia juga memiliki hidup dan keluarga sendiri?
Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) mengungkap, setiap satu jam ada satu perempuan Indonesia yang meninggal dunia akibat kanker serviks.
Melahirkan pun tidak selamanya lancar dengan normal, melahirkan dengan pembedahan akan membuat biaya persalinan menjadi lebih tinggi.
***
Seharusnya memang tidak ada perbedaannya antara perempuan dan laki-laki dalam memiliki pengetahuan finansial, namun poin nomor 3 dan 4 tidak dapat dibantah karena menyangkut fisiologis.
Lalu, sebagai perempuan, apa yang bisa dilakukan?
Mengelola keuangan dengan baik berarti mampu memenuhi kebutuhan saat ini dan bisa menyimpan untuk kebutuhan masa mendatang, yaitu menabung dan investasi.
ADVERTISEMENT
Menata keuangan keluarga bisa dimulai dari manajemen utang, mendata aset, utang dan kekayaan bersih, mulai menabung untuk dana darurat.
Termasuk belajar menyimpan uang untuk diri sendiri di tempat yang mudah diakses, untuk berjaga-jaga jika ada keadaan yang mengharuskan perpisahan dengan pasangan.
Tentu tidak ada orang yang ingin meninggalkan keluarga yang sangat disayangi untuk selama-lamanya. Dengan demikian, wajar apabila orang tua yang baik mempersiapkan keuangannya untuk kejadian yang tidak diinginkan, demi anak-anaknya.
Salah satunya dengan asuransi jiwa bagi pencari nafkah utama. Dengan adanya asuransi jiwa, jika terjadi risiko meninggal pada kepala keluarga yang merupakan pencari nafkah utama, pasangan, dan anak-anaknya tidak perlu kesulitan keuangan, dan terutama pendidikan anak bisa tetap dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
Selain asuransi jiwa bagi pencari nafkah utama, keluarga juga perlu asuransi kesehatan termasuk perempuan dan anak-anak.
Pentingnya berinvestasi untuk dua persiapan: pendidikan anak dan persiapan hari tua. Sebagai investor, perempuan justru lebih baik dibanding laki-laki.
Riset yang dilakukan Fidelity Investment tahun 2016 bahkan menyebutkan bahwa rata-rata kinerja investor perempuan lebih tinggi 0,4 persen.
Dan saat ini investor perempuan mengalami kenaikan jumlah sebesar 95% per April 2018 (Kustodian Sentra Efek Indonesia/KSEI, 2018).
Jadi, tunggu apa lagi? Ayo belajar merencanakan keuangan!