Djoss, Dari Kartu Jiplak Hingga Ketidakpahaman Regulasi

Konten dari Pengguna
14 Mei 2018 14:17 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anto Budiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Djoss, Dari Kartu Jiplak Hingga Ketidakpahaman Regulasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Debat kedua Pilgubsu 2018, dimanfaatkan oleh kedua pasangan calon untuk menyampaikan Visi & Misi dan Program unggulan mereka kepada publik. Masing-masing mencoba meyakinkan publik Sumatera Utara, jika terpilih nantinya akan memberikan yang terbaik untuk Sumut. Pasangan Djarot-Sihar ( Djoss ) misalnya, menyampaikan program andalannya dengan megeluarkan berbagai 'Kartu Sakti' sebagai solusi.
ADVERTISEMENT
“Djoss ke depan akan melakukan pembangunan yang dimulai dari rakyat kecil yang kurang beruntung. yang dilakukan Djoss untuk masyarakat yang kurang beruntung adalah dengan menerbitkan Kartu Sumut Sejahtera, Kartu Sumut Pintar dan Kartu Sumut Sehat,” kata Djarot.
Kata Djarot, dengan Kartu-kartu itu nantinya tidak akan adalagi rakyat Sumut yang kelaparan, tidak ada yang bodoh, dan rakyat miskin yang sakit dapat berobat. Terlihat sesuatu yang luar biasa, meski nyatanya, berbagai kartu andalan Djoss itu bukanlah produk baru. Tidak ada buah fikir Djoss disitu, Djoss hanya menjiplak program sejenis dari pemerintah pusat. Lagi, Djoss melakukan plagiasi. Pada debat sebelumnya Djoss juga menjimplak program E-Budgeting dan E-Planning sebagai solusi transparansi keuangan, padahal program semacam itu telah berlaku sejak masa kepemimpinan Tengku Erry. Bukanlah suatu hal yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Lain Djarot, lain pula pasangannya Sihar Sitorus. Pada sesi awal debat, Cawagubsu nomor urut dua itu menyampaikan visi misi Djoss antara lain, akan melakukan revitalisasi pasar dan memperbaiki sarana transportasi yang rusak dalam 2 tahun. Sihar tak paham apa yang sedang ia bicarakan. Revitalisasi pasar misalnya, tak ada wewenang pemerintah provinsi disitu. Revitalisasi pasar dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) pemerintah Kota / Kabupaten, yaitu Perusahaan Daerah ( PD ) Pasar yang pengelolaannya secara mandiri. Sihar tak paham regulasi. Soal janji memperbaiki transportasi yang rusak dalam waktu 2 tahun, pertanyaannya, transportasi rusak mana yang hendak diperbaiki Sihar ? Sarana transportasi yang dikelola Pemprovsu hanyalah Trans Mebidang, dan itupun kondisinya masih sangat baik saat ini.
ADVERTISEMENT
Dalam satu segmen, muncul pertanyaan soal pendidikan, “Bagaimana strategi Anda untuk membangun pendidikan Sumut dengan anggaran yang kecil di APBD. Bahkan, pada 2016, hanya 2,5% dari APBD,” kata penanya dari Metro TV. Jika Cagub nomor urut 1 Edy Rahmayadi menjawab, bahwa pastikan dulu anggarannya, baru pastikan penyerapannya, dan jangan lupakan pendidikan non formal seperti pendidikan budi pekerti. Lain halnya dengan Cawagubsu nomor urut dua, Sihar Sitorus. Dengan penuh keyakinan Sihar menyanggah Edy, “Pak Edy sepertinya melupakan dana BOS. Padahal itu ada untuk pendidikan. Kalau itu dimanfaatkan, tentu sangat baik sekali untuk pendidikan Sumut,” ujarnya.
Lagi, Sihar benar-benar tak paham regulasi. Sihar tak tahu bahwa Dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) adalah program dan anggaran pemerintah pusat yang hanya numpang lewat ke APBD, untuk kemudian disalurkan langsung ke rekening Kepala-kepala Sekolah, tak ada wewenang Pemprovsu dalam pengelolaannya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana mungkin, Pasangan Djarot-Sihar ( Djoss ) yang katanya datang untuk memperbaiki Sumut. Nyatanya, tidak memiliki buah fikir samasekali untuk Sumatera Utara, program yang ditawarkan pun hanyalah program jiplakan. Kacaunya lagi, bahwa ternyata keduanya juga tak paham regulasi dan kewenangan. Bagaimana seorang mau memimpin, jika apa yang menjadi tugas dan kewenangannya pun dia tak tahu. Miris sekali..