Menagih Janji Prabowo Wujudkan Kementerian Kebudayaan

AJ Susmana
menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga aktif dalam komunitas kerja seni dan budaya Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat- JAKER. Buku terbarunya 2021: sebuah novel sejarah:Menghadang Kubilai Khan. Bisa dihubungi via [email protected]
Konten dari Pengguna
27 Maret 2024 15:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari AJ Susmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prabowo Subianto di acara Mandiri Investment Forum 2024 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (5/2/2024). Foto:  Instagram @prabowo
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto di acara Mandiri Investment Forum 2024 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (5/2/2024). Foto: Instagram @prabowo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Prabowo Subianto dalam Debat Capres pamungkas menyatakan bahwa:
ADVERTISEMENT
Ia pun berjanji:
Dan rakyat Indonesia sudah memilih dengan hampir 60 persen suara Prabowo Subianto menjadi Presiden 2024. Jadi, tak berapa lama lagi kita akan memiliki Kementerian Kebudayaan! Apa sebenarnya urgensinya untuk membentuk Kementerian Kebudayaan?
***
Sewaktu Jenderal Tsyu Yuan Tsyang berhasil mengusir penjajah Mongol, ia pun membangunkan dinasti baru, yaitu Ming (1368-1644 M). Ming adalah dinasti pribumi. Karena itu selama berkuasa, Dinasti Ming ini berusaha memperkuat karakter pribumi yang selama ini disingkirkan dan ditindas Bangsa Mongol yang telah berkuasa sekitar 160 tahun.
Ini adalah pekerjaan atau proyek kebudayaan Ming yang pada intinya adalah melakukan pribumisasi di segala bidang antara lain:
ADVERTISEMENT
1. Membangun hegemoni konfusianisme yang telah mengakar dalam kehidupan pribumi (Han). Dinasti Yuan (Mongol) selama itu lebih mengedepankan Buddhisme. Pada era Ming, menguasai ajaran Kong Hu Cu menjadi syarat mutlak untuk menjadi pegawai negeri.
2. Tindak-lanjut dari ini adalah mengusir pengaruh asing yang selama Mongol berkuasa mendapatkan keistimewaan. A. Heuken SJ, misalnya mencatat:
Nasib yang sama juga bagi umat muslim, Ross E. Dunn, mencatat dalam bukunya Petualangan Ibnu Battuta bahwa selama Mongol berkuasa
ADVERTISEMENT
3. Proses pribumisasi pun dilakukan dalam berbahasa seperti kewajiban penggunaan nama-nama China.
Apa yang terjadi di Tiongkok di masa penjajahan Mongol nampak hampir sama dengan apa yang terjadi di Nusantara di masa penjajahan Belanda. Kemenangan Ming adalah merontokkan struktur sosial berdasarkan ras yang dibangun Mongol yaitu menempatkan Bangsa Mongol sebagai bangsa kelas satu, kemudian bangsa asing sebagai bangsa kelas dua sementara mayoritas pribumi seperti Bangsa Han sebagai bangsa kelas tiga.
ADVERTISEMENT
Kita ingat Pemerintah Kolonial Belanda pun memberlakukan strata sosial berdasarkan ras atau bangsa-bangsa: warga kelas utama adalah Belanda (Eropa), warga kelas kedua adalah Bangsa-Bangsa Timur seperti Arab, Jepang dan China dan warga kelas tiga adalah yang berjumlah paling banyak yang disebut pribumi, yaitu suku-suku yang telah lama menempati Nusantara.
Strata sosial yang diskriminatif dan hanya memperkaya Asing: penjajah kolonial dan antek-anteknya berhasil didobrak dan dihancurkan melalui perjuangan nasional yang menuntut kemerdekaan pada tahun 1945, dan membangunkan Negara baru bernama Republik Indonesia.
Belajar dari sejarah Dinasti Ming, sebagai negara yang baru lepas dari penjajahan 350 tahun Belanda, tentu memerlukan banyak kerja kebudayaan. Tetapi sejak merdeka hingga hari ini, tidak ada kerja serius dan fokus untuk mengawal kerja kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Padahal kebudayaan sangat penting untuk membangun karakter dan mental bangsa agar sebagai bangsa berjiwa patriotis, tidak mudah korupsi atau disuap yang menyebabkan bangsa jatuh kembali ke dalam penjajahan baru. Kerja kebudayaan juga untuk membangkitkan harkat dan martabat bangsa yang selama ini diinjak-injak dan direndahkan sehingga sebagai bangsa menjadi minder dan rendah diri di hadapan bangsa-bangsa lain.
Dari sini, kita pun ingat ajaran Bung Karno mengenai Tri Sakti yaitu pentingnya berkepribadian dalam lapangan kebudayaan. Kebudayaan pun dipandang sebagai kekuatan; bukan beban yang harus ditanggung negara. Daulat politik dan pembangunan ekonomi berdikari perlu dilandasi oleh pandangan politik bahwa kebudayaan menjadi sumber kekuatan.
Tak salah kiranya jika Prabowo Subianto sebagai Presiden Terpilih 2024 membentuk Kementerian Kebudayaan untuk mengawal kerja kebudayaan nasional yang tangguh dan bermartabat sekaligus terus-menerus dapat memperkuat kedaulatan nasional dan membangun perekonomian nasional yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat!
ADVERTISEMENT